Setelah berlalu sekian dekade, Gatotkoco sang superhero dari Pringgodani yang dulu saya kenal lewat pagelaran wayang kulit, baik live show maupun sekedar dari siaran radio dan juga dari dongeng para tetua di sekeliling kami, sekarang lahir kembali dalam versi yang lebih fresh dalam bentuk film action dengan title Satria Dewa : Gatotkaca.
Bagi generasi layar lebar versi kelir alias layar lebarnya pertunjukan wayang kulit yang cenderung statis, kelahiran kembali Gatotkoco dalam kemasan tontonan layar lebar versi film yang konon menghabiskan dana sampai 24 milyar, seharusnya bisa menjadi tombo kangen yang menghibur. Â
Di tengah semakin minimnya ruang, waktu dan kesempatan untuk menikmati berbagai kearifan dalam fragmen pertunjukan wayang karena berbagai hal.
Terlebih wayang kulit yang secara tradisional memang mempunyai aturan dan peraturan alias pakem yang baku sehingga tidak bisa sembarangan untuk mempertontonkannya.Â
Belum lagi, banyaknya ubarampe yang perlu dipersiapkan dan juga biayanya yang terkenal cukup  mahal, apalagi kalau Ki dalang yang pentas adalah dalang kondang!Â
Situasi ini menjadikan pagelaran wayang kulit semakin sulit hadir ditengah-tengah masyarakat  yang terlanjur hidup dalam budaya pop yang cenderung memilih praktis, efektif dan efisien sebagai pattern kehidupan.
Karenanya, kehadiran film action  Satria Dewa : Gatotkaca yang mengusung semangat kisah superhero lokal nusantara, setidaknya bisa menjadi alternatif untuk mengisi "kekosongan" pentas kearifan wayang di lingkungan masyarakat tersebut, apalagi film sebagai bagian dari budaya pop jelas relatif lebih mudah di nikmati siapa saja dan kapan saja.Â
Dengan begitu, beragam pesan kearifan  dalam wayang yang diangkat dalam film Satria Dewa : Gatotkaca tetap bisa sampai kepada masyarakat dan tentunya tidak akan serta merta hilang terkubur waktu, meskipun pagelaran wayangnya sendiri semakin sulit ditemukan.
Dan yang tidak kalah penting, film yang rencananya menjadi "pembuka" alias pintu masuk menuju semesta Satria Dewa Universe yang garis ceritanya kurang lebih tetap sama dengan pakem kisah klasik nan monumental,  perselisihan Pandawa dan Kurawa yang ujungnya kelak adalah perang Barathayuddha tersebut, juga bisa menjadi  tombo kangen pada sosok superhero, pemilik julukan otot kawat balung wesi, Si-Gatotkaca yang sakti mandraguna tapi juga romantis tersebut.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!