Suara buak...buak...buak...dari burung ini, dianalogikan sebagai suara yang tidak ada maknanya dan juga tidak enak di dengar. Jadi paribasa ini ditujukan kepada orang yang banyak omong tapi tidak ada manfaatnya, bahkan bisa juga dianalogikan kepada orang yang omongannya cenderung tidak enak untuk didengarkan.
Mungkin, berlaku pada karakter yang lebih suka menonjolkan kehebatan diri dan keluarganya atau dalam konteks kekinian yang lebih luas bisa juga  disematkan kepada orang-orang yang bernafsu ingin jadi pemimpin di masyarakat sehingga menggunakan setiap kesempatan untuk mempromosikan diri dan atau keluarganya.
Banyak Muntung Bagawi Kada Manuntung dan Lancar Pandir, Bahira Maucir
Secara harfiah, peribahasa banyak muntung bagawi kada manuntung diartikan sebagai banyak bicara, kerja tak selesai. Peribahasa dengan pola kausalitas alias sebab akibat ini mempunyai beberapa makna tersirat.
Selain menjadi metafora dari OMDO alias ngomong doang tapi nggak pernah ada buktinya, paribasa ini juga dimaknai sebagai metafora agar selalu fokus pada pekerjaan, karena frasa "banyak bicara" disini juga bisa dipahami sebagai adanya aktifitas lain yang juga menyita perhatian konsentrasi.Â
Untuk paribasa "Lancar Pandir, Bahira Maucir" artinya adalah lancar bicara, berak berceceran. Kalimat paribasa ini merupakan metafora dari orang yang suka bicara mengada-ada yang tujuannya hanya untuk menutupi kekurangan dirinya sendiri. Jika ada terucap paribasa ini, artinya yang bersangkutan mengetahui orang berbicara dihadapannya terindikasi tidak jujur alias tukang karamput atau orang yang suka berbohong.Â
Lain nang disurung lain nang dikalangÂ
Paribasa yang satu ini merupakan metafora kiasan dari istilah kalang (penyangga/pembatas) dan surung (dorong) yang aslinya merupakan bagian dari salah tradisi Urang Banjar dalam membangun rumah.Â
Paribasa ini dipakai untuk menggambarkan pembicaraan antar pihak yang tidak nyambung sehingga menyebabkan terjadinya kesalahpahaman.Â
Paribasa ini menuntun kita untuk  fokus dalam pembicaraan agar kualitas komunikasi terjaga dan tidak menimbulakn kesalahpahaman.
Kaya Cina KakaramanÂ
Menurut Sainul Hermawan, pemerhati sastra dan budaya Banjar yang juga pengajar di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, paribasa bergaya simile ini menunjukkan adanya interaksi antara Urang Banjar dan orang Cina sejak lama.
Kakaraman artinya tenggelam untuk kapal/perahu. Jadi arti  secara leksikal frasa paribasa diatas adalah Seperti Cina yang (kapalnya) tenggelam.