Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Hablumminannas dan Tali-temali Tradisi Kesalehan Sosial Khas Pasar Terapung, Lok Baintan

20 April 2022   02:01 Diperbarui: 20 April 2022   12:00 2492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjaga Hubungan Baik dengan Sesama Pedagang Pasar Terapung | @kaekaha

Hablumminannas dalam Konsep Muamallah

Hadir layaknya guidance book bagi peradaban manusia sejak ribuan tahun silam, Islam telah memberikan panduan hidup kepada seluruh umat. 

Tidak hanya terkait dengan tata hubungan vertikal dengan Tuhan, Allah SWT saja yang kelak juga kita kenal sebagai hablumminallah, tapi juga tata hubungan horizontal dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, hamba-Nya, sesama manusia yang kita kenal sebagai hablumminannas.

Jika konsep hablumminallah menjadikan "ketakwaan" sebagai kunci operasionalnya, maka hablumminannas yang menjadikan "akhlaqul karimah" atau akhlak yang baik sebagai kuncinya, dalam konsep sosiologi Islam atau yang lebih kita kenal sebagai konsep muamallah, merupakan panduan dasar bagi umat dalam upaya membangun kesalehan sosial di lingkungannya. 

Di Indonesia, di negeri yang sarat kearifan lokal berbasis budaya ketimuran yang dikenal beradab, bermartabat dan berkeadilan ini, Islam hadir layaknya spora jamur yang terjatuh di sekam basah, hingga secara alami mudah tumbuh dan cepat berkembang biak. 

Keselarasan visi diantara keduanya yang secara konsisten terus berelaborasi, menjadi layaknya oase bagi semakin bertumbuhnya budaya adiluhung bangsa indonesia.

Ketika yang Besar dan Kuat Membantu yang Kecil dan Lemah | @kaekaha
Ketika yang Besar dan Kuat Membantu yang Kecil dan Lemah | @kaekaha

Akulturasi berbagai tradisi dan budaya Islam sebagai bagian dari ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Alhadits dengan budaya timur nusantara telah terbukti tidak hanya sekadar memperkaya budaya nusantara dari sisi kuantitas semata, tapi dengan adanya sentuhan spiritualitas khas Islam yang egaliter, secara faktual juga ikut berperan membangun sekaligus memperkuat kualitas spirit bertradisi dan berbudaya masyarakat di seluruh pelosok nusantara. 

Baca Juga: Balai Hakey, Jejak Tua Tradisi Toleransi Suku Dayak Ma'anyan-Suku Banjar yang Tetap Aktual

Salah satunya dibuktikan dengan semakin kuatnya tradisi ber-kesalehan sosial di lingkungan masyarakat nusantara, bahkan di beberapa wilayah justeru telah menjadikan kesalehan sosial yang pada dasarnya merupakan praktik langsung atau pengejawantahan dari konsep hablumminannas sebagai sebuah kebutuhan, sebagai sebuah keniscayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sehingga kedepannya, tradisi ber-kesalehan sosial yang berbasis dari konsep hablumminannas ini bisa menjadi bekal penting bagi cita-cita besar bangsa ini, yaitu sebuah keniscayaan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. 

Menjaga Hubungan Baik dengan Sesama Pedagang Pasar Terapung | @kaekaha
Menjaga Hubungan Baik dengan Sesama Pedagang Pasar Terapung | @kaekaha

Inspirasi Kesalehan Sosial di Pasar Terapung

Pasar terapung yang menjadi salah satu ikon pariwisata di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin, sebenarnya bukan hanya sebuah ekosistem pasar yang tidak umum atau tidak biasa seperti pasar pada umumnya, karena semua aktivitas pasarnya dilakukan diatas sungai, sehingga dianggap unik oleh sebagaian besar khalayak.

Sejatinya, pasar terapung yang menjadi salah satu warisan budaya Kesultanan Banjar yang telah berusia berabad-abad lamanya, merupakan miniatur landsape kehidupan sehari-hari masyarakat Suku Banjar yang secara turun-temurun telah menjadikan Agama Islam sebagai identitas spiritualnya, bersanding dengan beragam pernaik-pernik budaya sungainya yang unik dan spesifik.

Baca Juga: "Basambang Mambangkit Tampirai" Ngabuburit Asyik ala Urang Banjar

Tidak heran jika kemudian, pasar terapung menjadi salah satu titik pengejawantahan atau pengaplikasian konsep hablumminannas yang paling intens di lingkungan masyarakat Banjar, dalam bentuk berbagai tradisi kesalehan sosial yang tentunya sangat menginspirasi siapa saja yang pernah menengoknya di sepanjang Sungai Barito atau Sungai Martapura, Kalimantan Selatan.

Ulun Himung Pian Datang artinya Saya Senang Anda Datang | @kaekaha
Ulun Himung Pian Datang artinya Saya Senang Anda Datang | @kaekaha

Pertama, Berbahasa Banjar Halus

Pedagang di pasar terapung yang sebagian besar adalah babinian atau perempuan, hampir semuanya pula telah berumur, bahkan banyak diantaranya adalah para paninian alias nenek-nenek.

Biasanya, sidin atau beliau memakai bahasa Banjar halus yang setara dengan bahasa Jawa Kromo Inggil dalam bahasa Jawa untuk menyapa semua pembelinya, termasuk kepada anak-anak sekalipun.

Baca Juga: "Kronik 24 Jam", Lifehack Menuju Maksimalnya Keberkahan Ramadan

Kebiasaan para pedagang memakai bahasa halus ini, pada dasarnya merupakan cara paling sederhana untuk memberi penghormatan kepada semua calon pembeli dagangannya, bahkan jika beruntung ada juga acil-acil (bibi-bibi), sebutan bagi pedagang di pasar terapung yang menawarkan dagangannya dengan cara berpantun. 

Tradisi Bapanduk atau Barter | @kaekaha
Tradisi Bapanduk atau Barter | @kaekaha

Kedua, Tradisi Dukuh dan Penyambangan

Secara tradisional, pedagang di pasar terapung bisa dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu dukuh dan panyambangan. 

Kategori dukuh disematkan kepada pedagang yang menjual barang-barangnya sendiri atau setidaknya barang yang berstatus milik keluarganya sendiri, sedangkan kategori panyambangan disematkan kepada para pedagang reseller atau yang menjualkan barang milik orang lain.

Pemberian kategori ini bermanfaat untuk menjaga legalitas, kepastian, kejelasan, sekaligus keabsahan jalur dan kepemilikan barang yang dijual. Sehingga tidak hanya menjaga keamanan dan kenyamanan pembeli saja, tapi juga penjual dan juga pemasok barang kepada penjual. Hingga hubungan baik antar elemen dalam rantai jual beli ini, diharapkan membawa keberkahan tidak hanya didunia (terkait aspek hablumminannas), tapi juga di akhirat (terkait aspek hablumminallah).

Baca Juga: Inspirasi Berbagi dari Siklus Alami Tubuh Kita

Ketiga, Tradisi Bapanduk

Aslinya, warisan tradisi sistem jual beli di pasar terapung adalah dengan tradisi bapanduk atau barter alias baurupan atau bertukar barang dengan barang dan sistem ini sampai sekarang masih sering ditemui di pasar terapung, tapi biasanya sebatas antar penjual dengan penjual saja (itupun sebatas antar pedagang berketegori dukuh saja), bukan antara penjual dengan pembeli.

Tradisi bapanduk ini masih tetap eksis di lingkungan pasar terapung, walaupun sifatnya hanya parsial atau berlaku pada sebagian kecil pedagang saja, pada dasarnya bukan sekadar melestarikan tradisi nenek moyang semata, tapi juga menujukkan wajah asli Urang Banjar yang masih meyakini praktik bapanduk sebagai model transaksi yang paling jujur dan adil, sejalan dengan konsep tradisi ber-muamallah dalam Islam yang selalu mengedepankan prinsip kejujuran dan berkeadilan.

Inilah Ucapan Para Penjual kepeda Pembeli Setelah Berijab Kabul | @kaekaha
Inilah Ucapan Para Penjual kepeda Pembeli Setelah Berijab Kabul | @kaekaha

Keempat, Tradisi Ber-ijab Kabul

Ketika penjual menyerahkan barang, maka penjual akan mengucapkan "jual atau dijual atau jualah!”. Disaat hampir bersamaan, saat pembeli menerima barang sambil menyerahkan uang, maka pihak pembeli wajib mengucapkan "beli/belilah atau tukar/tukarlah (beli; bahasa Banjar)”. Begitulah ilustrasi proses ber-ijab kabul antara penjual dan pembeli di Pasar Terapung. 

Tapi sebenarnya, tradisi akad jual beli yang bersumber dari hukum Islam ini tidak hanya ada dan berlaku di lingkungan pasar terapung saja, tradisi ini juga masih tetap eksis di berbagai tempat dimana Urang Banjar bertransaksi, baik di warung-warung kecil, pasar, minimarket, bahkan di supermarket sekalipun.

Baca Juga: "Guru dan Tuan Guru", Gelar Kehormatan untuk Alim Ulama Panutan ala Urang Banjar

Tradisi ijab kabul ini, bagi Urang Banjar merupakan tanda keabsahan jual beli yang tentunya juga akan membawa ketenangan dan kenyamanan kedua belah pihak yang juga termasuk upaya menjaga hubungan baik diantara keduanya, sedangkan dilihat dari aspek vertikal-nya atau aspek hablumminallah, jelas berharap adanya keberkahan dari Allah SWT atas transaksi yang dilakukan.

Uniknya, bagi Urang Banjar, ternyata tradisi ber-ijab kabul saja masih belum cukup, untuk memantapkan proses jual beli ataupun bapanduk, agar kedua belah pihak sama-sama ikhlas dalam bertransaksi.

Biasanya, setelah ber-ijab kabul, diantara kedua belah pihak masih saling mengucapkan kata pemantap transaksi agar sama-sama rela dan ikhlas dengan proses jual beli atau bapanduk yang telah dilakukan. 

Umumnya dari pihak penjual mengucapkan "Jual Seadanya, minta rela, minta ikhlas, minta ridho!" dan di balas oleh pihak pembeli dengan "Beli Seadanya, minta rela, minta ikhlas, minta ridho!" biasanya dilakukan sambil bersalaman.

Formasi Unik Jukung Barenteng, Ketika yang Besar Menolong yang Kecil/Lemah. | @kaekaha
Formasi Unik Jukung Barenteng, Ketika yang Besar Menolong yang Kecil/Lemah. | @kaekaha

Kelima, Jukung Barenteng

Sebagian besar pedagang pasar terapung berasal dari desa-desa ke arah hulu pedalaman Sungai Martapura atau Sungai Barito yang relatif jauh dari lokasi pasar terapung. 

Untuk berjualan di pasar terapung, berangkatnya mereka biasa menghanyutkan jukung atau perahu kecil khas Banjar yang dinaiki bersama barang dagangannya tersebut mengikuti arus air menuju hilir, lokasi pasar terapung. Syukur-syukur bertemu kelotok atau perahu agak besar bermesin tempel yang sedang jalan searah dan bersedia menarik mereka.

Tapi ada juga yang berangkat secara berombongan dan sengaja membayar pemilik kelotok untuk menarik jukung para pedagang dari kampung atau desa masing-masing sampai ke lokasi Pasar Terapung. Biasanya, cara ini pula yang dipakai para pedagang untuk pulang ke arah hulu. 

Formasi unik yang dibentuk oleh rombongan jukung para pedagang pasar terapung saat berangkat dan atau pulang berjualan dengan cara mengikatkan seutas tali pada bagian ujung masing-masing jukung dalam satu rombongan yang ditarik oleh kelotok inilah yang biasa disebut dengan jukung barenteng.

Formasi ini jelas menunjukkan indahnya kebersamaan, indahnya tolong menolong dalam kebaikan. Inspiratif bukan, ketika yang besar dan kuat ikhlas menolong yang kecil dan atau yang lemah?


Semoga bermanfaat!

"Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan 1443 H"

Salam matan Kota 1000 Sungai,

Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun