Kemunculan warung sakadup di Kota 1000 Sungai dan Kalimantan Selatan setiap bulan Ramadan, sejatinya sudah ada sejak lama,  meskipun tetap saja hadir sebagai sebuah anomali dari konstruksi budaya Urang Banjar yang menjunjung tinggi ajaran Islam.Â
Luar biasanya, meskipun tetap saja dianggap pamali, bukan berarti membuat Urang Banjar tutup mata apalagi gelap mata menyikapinya.
Secara faktual, secara komunal masyarakat tetap mengedepankan adab dan kearifan untuk mencari jalan keluar terbaik, agar kemunculan waraung sakadup tidak mengganggu ketentraman, ketertiban dan kekusyukan bulan Ramadan. Tetapi justeru bisa tepat guna dan tepat manfaat.
Di era modern seperti sekarang, semua aturan dan peraturan terkait tramtib di bulan Ramadan di terbitkan secara formal dalam bentuk peraturan daerah yang bersifat lebih mengikat dan tentunya mempunyai kepastian hukum yang lebih kuat, termasuk terkait keberadaan warung sakadup.
Baca Juga :Â Masjid Sultan Suriansyah, Monumen Berdirinya Kota Banjarmasin
Peraturan yang tetap mengedepankan adab dan kearifan, serta berusaha memberikan win-win solustion yang adil ini bisa dikategorikan sebagai kearifan lokal khas Urang Banjar.
Secara sederhana, teknis pengelolaannya antara lain, dengan menentukan semacam zonasi kawasan, mengatur jam buka warung, sampai mengatur teknis jual beli makanan dan minumannya.Â
Sebagai contoh untuk zonasi, biasanya untuk kawasan-kawasan tertentu, seperti pelabuhan khusus bongkar muat barang biasanya warung tetap boleh buka, tapi tetap memberlakukan syarat dan ketentuan yang telah diatur secara ketat.
Untuk jam buka warung, jelas mengatur jam buka warung untuk melayani pembeli. Biasanya, jam buka ini juga berdasarkan zona-nya masing-masing dan pada zona-zona tertentu juga dipadukan dengan teknis pembelian, seperti tidak boleh makan di tempat atau hanya melayani bungkus saja.Â
Biasanya, sanksi baru diberikan apabila  warung-warung tersebut secara sengaja melanggar peraturan yang telah disepakati. Biasanya, secara tradisional masyarakat dengan sendirinya akan memberikan sansi sosial lebih dulu sebelum sangsi hukum dari pemerintah yang biasanya digolongkan dalam kategori tipiring benar-benar ditetapkan.