Meskipun Urang Banjar meyakini semua hari adalah baik, seperti keyakinan dalam agama Islam yang juga menjadi salah satu identitas komunal-nya, hari Kamis, bersama-sama dengan hari Senin, termasuk hari istimewa dalam budaya reliji masyarakat Banjar, karena keberadaan Sunnah Rasulullah SAW untuk melaksanakan puasa sunnah di dua hari tersebut.
6. Jumahat Â
Jumahat merupakan sebutan hari Jumat dalam Bahasa Banjar, sedikit berbeda jika dibandingkan dengan penulisan maupun pelafalannya dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, meskipun sama-sama menyerap dari sumber yang sama, bahasa Arab, Jumu'ati. Â
Jika dalam bahasa Indonesia ada beberapa versi penyebutan untuk hari keenam dalam sepekan ini, kosakata Jumat tetap menjadi kata baku yang diakui dalam Bahasa Indonesia, begitu juga dalam bahasa Jawa, seperti di kampung ibu saya, di bagian Timur Laut kaki Gunung Lawu, ada beberapa sebutan untuk hari Jumahat, walaupun kosa kata Jemah menjadi yang paling banyak digunakan masyarakat setempat.
Hari Jumahat yang berarti hari keenam atau hari berkumpul (berjamaah) dalam tradisi budaya religi masyarakat Banjar merupakan hari paling istimewa diantara yang lainnya.Â
Sebagai Sayyidul Ayyam atau rajanya/penghulu hari, hari Jumahat layaknya "hari raya" mingguan bagi Urang Banjar. Karenanya, sampai saat ini masih banyak masyarakat Banjar , khususnya pedagang dan pengusaha yang menetapkan hari Jumahat sebagai hari libur bagawi (bekerja) dan lebih memilih untuk fokus beribadah, terlebih Urang Banjar di kawasan Banua Anam atau kawasan Banjar Hulu.
Semua tidak lepas dari tradisi dan budaya masyarakat Banjar yang berkelindan begitu erat dengan budaya Islam. Kedekatan diantara keduanya menjadikan keduanya saling identik dan relatif sulit untuk memilah-milah dan memisah-misahkan keduanya. Hingga kemudian muncul semacam adagium Islam itu Banjar dan Banjar itu Islam.
7. Saptu
Hampir mirip dengan penyebutan hari Salasa dan Kamis dalam bahasa Banjar, penyebutan nama hari ketujuh dalam sepekan ini juga relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia, Sabtu maupun bahasa Arab yang menjadi induknya, Sabti.Â
Kecuali, keberadaan huruf p yang berada tepat di tengah-tengah kata, menggantikan huruf b layaknya penyebutan hari Sabtu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Ini jelas berbeda dengan penyebutan hari Saptu dalam bahasa Jawa yang lebih simpel, Setu.
Adakah penyebutan nama-nama hari dalam bahasa daerah lain di nusantara yang berbeda? Jika ada, silakan tulis di kolom komentar, agar masyarakat nusantara juga mengetahui salah satu bukti kekayaan budaya kita yang secara faktual memang ber-Bhinneka Tunggal Ika!Â
Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!