Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Zakat Online Jangan Sampai Kuman di Seberang Lautan Kelihatan, Gajah di Pelupuk Mata Tak Kelihatan

6 Mei 2021   22:34 Diperbarui: 6 Mei 2021   22:59 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berangkat dari pemahaman hadits Rasulullah diatas,  jumhur ulama menyebut bahwa untuk membayar zakat fitrah afdhal-nya pakai bahan pokok, bukan uang. Lantas bagaimana bagaimana kalau membayar zakat secara online via aplikasi yang notabene bayar pakai uang? 

Belum lagi fakta beras yang menjadi bahan pangan pokok masyarakat nusantara kita yang jenisnya berbeda-beda dan berkelas-kelas dengan harga yang  berbeda pula. Apakah aplikasi online sudah sedetail itu mengakomodir kebutuhan para muzaki atau pembayar zakat?

Untuk zakat online, seharusnya proses tidak berhenti pada membayar atau transfer uang kepada penitia baik transfer manual maupun via aplikasi yang sedang ngetren saja, tapi sampai uang yang ditransfer dirupakan menjadi beras atau makanan pokok yang biasa dikonsumsi oleh muzaki atau pembayar zakat.

Baca Juga :  Kisah "Rumus Bagi Tiga" Jalan Sederhana Menuju Keberkahan Harta

Kalau kebetulan, beras yang sama dengan yang biasa dimakan oleh muzaki tidak ada atau tidak didapatkan dengan berbagai alasan yang patut, ini yang agak repot! Meskipun jumhur ulama berpendapat boleh menggantinya dengan yang setara kualitas dan atau harganya, jadi disitu bisa berlaku hukum darurat.

Situasi inilah sebenarnya yang mendasari jumhur ulama berpendapat, membayar zakat harus lebih mendahulukan di lingkungan sekitar dan jika lingkungan sekitar sudah tidak lagi memerlukan dengan berbagai sebab, maka para muzaki  baru boleh membayarkan zakatnya dimana saja. 

Selain karena pertimbagan etika atau kepantasan dan juga logika, masak iya cari duitnya disini, tapi giliran bayar zakat atau sedekah lainnya dikirim ke tempat yang jauh, juga pertimbangan ekologi, maksudnya kalau kita menyalurkan zakat untuk warga sekitar, logikanya akan jauh lebih mudah dan memudahkan. Selain relatif dekat, jenis makanan pokoknya-pun juga sama.

Baca Juga :  Kisah Kecerdikan Utsman bin Affan "Mengakuisisi" Sumur Yahudi

Kesimpulannya, secara prinsip menurut jumhur ulama, membayar zakat secara online tetap sah, hanya saja jangan sampai kemudahan-kemudahan membayar zakat via online ini justeru menjadikan kuman di Seberang Lautan Kelihatan, sedang gajah di pelupuk Mata Tak Kelihatan. 

Maknanya, karena umumnya lembaga penerima zakat wilayah kerjanya nasional, jangan sampai zakat yang kita bayarkan justeru bisa memakmurkan masyarakat luar daerah yang jauh, sedangkan masyarakat di lingkungan sendiri malah terabaikan.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun