Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

"Terapi Jitu" Move On dari Daging dan Telur dengan Mengonsumsi Ragam Kuliner Banjar

30 Januari 2021   14:54 Diperbarui: 31 Januari 2021   22:59 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Khusus untuk kedua jenis ikan "spesial" ini, pemerintah daerah biasa memberi perhatian ekstra, khususnya ketika keduanya langka dipasaran yang biasa terjadi saat  puncak musim hujan, ketika rawa-rawa dan sungai mengalami titik pasang tertinggi atau Urang Banjar menyebutnya sebagai banyu dalam, maka saat itu ikan-ikan tersebut sangat sulit untuk didapat.

Tidak heran, di waktu-waktu tersebut  dua jenis ikan yang paling dicari Urang Banjar ini harganya bisa melambung melebihi harga daging sapi, sehingga berpotensi "menggoyang" perekonomian regional.

Sedangkan untuk jenis unggas dengan habitat rawa yang paling banyak terlibat dalam beragam jenis kuliner tradisional Urang Banjar adalah Itik Alabio, jenis itik lokal dari Kalimantan Selatan berkualitas dunia yang produktif menghasilkan daging dan juga telur untuk dikonsumsi, selain jenis belibis dan itik serati, unggas hasil kawin silang antara itik dengan menthok/enthok yang biasa disebut sebagai itik jepun oleh Urang Banjar.

Baca Juga :  "Hintalu Tambak", Penguasa Hajat Hidup Urang Banjar yang Semakin Langka 

Untuk unggas itik ini, masyarakat Banjar tidak hanya menggunakan dagingnya saja, tapi juga hasil telurnya. Bahkan bagi masyarakat Banjar secara umum, jika menyebut hintalu atau telur dalam bahas Banjar dalam sebuah masakan, yang dimaksud pasti telur itik, bukan telur ayam atau yang lainnya.

Sekadar informasi! 

Untuk urusan telur konsumsi, secara umum telur ayam merupakan pilihan kedua alias produk substitusi atau alternatif saja bagi Urang Banjar yang rerata sangat minded dengan telur itik, terutama jenis telur itik yang dihasilkan dari itik yang budidaya pemeliharaannya dilepas liarkan atau tidak dikandangkan secara penuh yang biasa disebut Urang Banjar sebagai hintalu tambak. 

Gangan Sulur Bunga Teratai | @kaekaha 
Gangan Sulur Bunga Teratai | @kaekaha 

Move On dari Daging dan Telur

Jika memang ingin move on dari daging sapi yang harganya terus meroket dan tren-nya kemungkinan akan terus tidak stabil, begitu juga dengan produk telur ayam yang fluktuasi harganya cenderung melemah, sehingga berpotensi merugikan peternak akan memicu kelangkaan yang berimbas pada pemenuhan kebutuhan masyarakat pada keduanya yang terlanjur menjadi produk andalan pemenuhan gizi.

Ada baiknya mulai sekarang kita semua mulai "mencoba" mengonsumsi ragam kuliner nusantara, khususnya khas Urang Banjar yang hampir semuanya bebas daging sapi dan telur ayam, apalagi tampe dan tahu yang relatif "baru dikenal" sebagai bahan pangan oleh Urang Banjar.

Sebut saja, kuliner-kuliner legendaris seperti nasi kuning banjar, katupat batumis, lontong tampusing, soto banjar, Itik Gambut Masak Habang, laksa Banjar, gangan asam kepala patin, gangan katuyung, gangan umbut, aneka paisan (pepes), aneka babanaman (bakaran) dan banyak lagi yang lainnya, semuanya bebas daging dan telur ayam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun