Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

"Terapi Jitu" Move On dari Daging dan Telur dengan Mengonsumsi Ragam Kuliner Banjar

30 Januari 2021   14:54 Diperbarui: 31 Januari 2021   22:59 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gangan Katuyung Khas Banua Banjar | @kaekaha

Tradisi Pangan Urang Banjar

Sudah menjadi rahasia umum, jika Kota Banjarmasin dan sebagian besar wilayah daratan Kalimantan Selatan secara umum didominasi oleh lahan basah berupa daerah aliran sungai (DAS) dan rawa-rawa.

Topografi alam spesifik khas bumi Banua ini dalam perjalanannnya berperan besar dalam terbentuknya pola tradisi, sosial dan budaya masyarakatnya yang kelak dikenal luas sebagai budaya perairan darat atau lebih populer disebut sebagai budaya sungai.                     

Salah satu kekhasan budaya sungai Urang Banjar, bisa kita temukan dari keunikan ragam kulinernya! Jika anda pernah menikmatinya, atau paling tidak pernah memperhatikan ragam jenisnya, tentu anda akan menemukan keunikan spesifik yang sifatnya lokal dan sepertinya tidak akan ditemukan didaerah lain itu, meskipun sama-sama mempunyai topografi alam yang sejenis. Apa itu? 

Semua, bahan pangan utama pembentuk ragam kuliner khas Urang Banjar yang berasal dari hasil sungai atau rawa.

Fakta unik ini, tentunya tidak bisa lepas dari perjalanan panjang proses interaksi antara Urang Banjar dengan alam lingkungannya selama berabad-abad yang akhirnya menghasilkan bentuk-bentuk adaptasi, sebagai kearifan lokal yang salah satunya berwujud sebagai tradisi pangan atau kuliner khas Urang Banjar, bagian tak terpisahkan dari budaya sungai.

Babanaman Iwak Papuyu | @kaekaha
Babanaman Iwak Papuyu | @kaekaha

Merujuk dari pemaparan diatas, jelas tersurat jika ragam kuliner Urang Banjar tidak lepas dari produk pangan hasil dari Sungai dan rawa. Jika konteks saat ini secara umum masyarakat nusantara sedang dipusingkan dengan tingginya harga daging sapi, kedelai untuk bahan tempe dan tahu serta kemungkinan kelangkaan telur ayam, khususnya ayam ras, sepertinya situasi ini tidak akan berpengaruh signifikan bagi Urang Banjar. Kok bisa? 

Secara tradisi, daging sapi, biji kedelai dan juga termasuk tempe dan tahu, juga telur ayam ras bukanlah kebutuhan pangan utama Urang Banjar. Ketiga bahan pangan ini bukanlah produk hasil pangan dari sungai dan rawa. Mana ada sapi, ayam petelur apalagi tanaman kedelai bisa hidup di ekosisten rawa/sungai.

Baca Juga :  Sarapan Pundut Nasi, Olahan Nasi Santan Khas Kota 1000 Sungai

Jadi, jika anda kebetulan berkesempatan jalan-jalan ke Kota 1000 Sungai dan tertarik untuk icip-icip  kuliner khas asli Banjar, jangan pernah mencoba untuk mencari ketiga bahan pangan tersebut dalam sajian kuliner yang dihidangkan, karena pasti tidak akan pernah ketemu!

Katupat Batumis Lauk Hintalu Itik (telur itik), Kuliner khas Martapura, Kalimantan Selatan | @kaekaha
Katupat Batumis Lauk Hintalu Itik (telur itik), Kuliner khas Martapura, Kalimantan Selatan | @kaekaha

Makanan Asli Urang Banjar?

Pada dasarnya, secara tradisi Urang Banjar memang mencukupi kebutuhan pangannya "hanya" dari hasil sungai dan rawa. Mulai dari bahan makanan pokoknya yang biasa disebut sebagai beras banjar, beragam sayur-sayuran rawa dan aneka jenis ikan rawa-sungai. Jika untuk lauk, termasuk macam-macam unggas yang juga berhabitat di rawa.

Baca Juga :  Kisah Demam Harga, Anomali Sayur "Carter" Pesawat dan Ikan Haruan Seharga Daging Sapi

Jadi dari sononya, Urang Banjar pada dasarnya memang tidak mengenal bahan pangan selain dari hasil sungai dan rawa, termasuk daging, kedelai, tempe-tahu dan juga telur ayam.

Utuk makanan pokok, Urang Banjar terbiasa mengonsumsi beras banjar, beras hasil produksi padi rawa yang umumnya mempunyai karakter yang spesifik, berupa bulir yang jauh lebih kecil dari bulir padi/beras lainnya dan karakter pera alami pada hasil tanakan nasinya.

Ragam Beras Lokal Banjar | @kaekaha 
Ragam Beras Lokal Banjar | @kaekaha 

Umumnya, sebagian besar masyarakat tradisional Urang Banjar sampai saat ini masih kesulitan untuk pindah kelain hati...eh maksudnya pindah ke jenis beras lain, apalagi yang karakter dan teksturnya ala beras Jawa yang terkenal pulen dan cenderung lembek.

Selain beras, sungai dan rawa juga menyuplai beragam jenis sayuran khas perairan seperti sayur sulur batang  talipuk atau batang bunga teratai (Nymphae  pubescens Willd), Genjer (Limnocharis  flava), Kangkung (Ipomoea aquatica ), Kalakai atau pakis (Stechnolaena palustris), pucuk daun supan-supan  (Neptunia oleracea)  dan banyak lagi yang lainnya.

Baca Juga :   Fantastis! Harga Dua Jenis Ikan Ini Sama dengan Harga Daging Sapi

Selebihnya, budaya kuliner khas Banjar juga diwarnai oleh beragam jenis ikan dan unggas berhabitat rawa berikut produk turunannya. Pada dasarnya, Urang Banjar memakan semua jenis ikan sungai/rawa, walaupun mempunyai ketergantungan sangat tinggi terhadap dua jenis ikan yang paling banyak terlibat dalam kuliner tradisional khas Banjar, yaitu jenis ikan haruan atau ikan gabus (Channa Striata) dan ikan papuyu  atau ikan betok/betik (Anabas Testudneu).

Ikan Haruan/ikan Gabus (Channa Striata) | @kaekaha 
Ikan Haruan/ikan Gabus (Channa Striata) | @kaekaha 

Khusus untuk kedua jenis ikan "spesial" ini, pemerintah daerah biasa memberi perhatian ekstra, khususnya ketika keduanya langka dipasaran yang biasa terjadi saat  puncak musim hujan, ketika rawa-rawa dan sungai mengalami titik pasang tertinggi atau Urang Banjar menyebutnya sebagai banyu dalam, maka saat itu ikan-ikan tersebut sangat sulit untuk didapat.

Tidak heran, di waktu-waktu tersebut  dua jenis ikan yang paling dicari Urang Banjar ini harganya bisa melambung melebihi harga daging sapi, sehingga berpotensi "menggoyang" perekonomian regional.

Sedangkan untuk jenis unggas dengan habitat rawa yang paling banyak terlibat dalam beragam jenis kuliner tradisional Urang Banjar adalah Itik Alabio, jenis itik lokal dari Kalimantan Selatan berkualitas dunia yang produktif menghasilkan daging dan juga telur untuk dikonsumsi, selain jenis belibis dan itik serati, unggas hasil kawin silang antara itik dengan menthok/enthok yang biasa disebut sebagai itik jepun oleh Urang Banjar.

Baca Juga :  "Hintalu Tambak", Penguasa Hajat Hidup Urang Banjar yang Semakin Langka 

Untuk unggas itik ini, masyarakat Banjar tidak hanya menggunakan dagingnya saja, tapi juga hasil telurnya. Bahkan bagi masyarakat Banjar secara umum, jika menyebut hintalu atau telur dalam bahas Banjar dalam sebuah masakan, yang dimaksud pasti telur itik, bukan telur ayam atau yang lainnya.

Sekadar informasi! 

Untuk urusan telur konsumsi, secara umum telur ayam merupakan pilihan kedua alias produk substitusi atau alternatif saja bagi Urang Banjar yang rerata sangat minded dengan telur itik, terutama jenis telur itik yang dihasilkan dari itik yang budidaya pemeliharaannya dilepas liarkan atau tidak dikandangkan secara penuh yang biasa disebut Urang Banjar sebagai hintalu tambak. 

Gangan Sulur Bunga Teratai | @kaekaha 
Gangan Sulur Bunga Teratai | @kaekaha 

Move On dari Daging dan Telur

Jika memang ingin move on dari daging sapi yang harganya terus meroket dan tren-nya kemungkinan akan terus tidak stabil, begitu juga dengan produk telur ayam yang fluktuasi harganya cenderung melemah, sehingga berpotensi merugikan peternak akan memicu kelangkaan yang berimbas pada pemenuhan kebutuhan masyarakat pada keduanya yang terlanjur menjadi produk andalan pemenuhan gizi.

Ada baiknya mulai sekarang kita semua mulai "mencoba" mengonsumsi ragam kuliner nusantara, khususnya khas Urang Banjar yang hampir semuanya bebas daging sapi dan telur ayam, apalagi tampe dan tahu yang relatif "baru dikenal" sebagai bahan pangan oleh Urang Banjar.

Sebut saja, kuliner-kuliner legendaris seperti nasi kuning banjar, katupat batumis, lontong tampusing, soto banjar, Itik Gambut Masak Habang, laksa Banjar, gangan asam kepala patin, gangan katuyung, gangan umbut, aneka paisan (pepes), aneka babanaman (bakaran) dan banyak lagi yang lainnya, semuanya bebas daging dan telur ayam. 

Baca Juga :  Daging Masak Habang, Kuliner Khas Banjar di Hari Raya Idul Adha

Kalaupun ada daging pada bahan bakunya, pasti posisinya lebih sebagai "pilihan atau tambahan" dari bahan ayam yang biasanya juga menggunakan daging ayam kampung.

Seperti pada menu kuliner Selada Banjar (ini kebetulan juga bukan kuliner asli Banjar) dan juga olahan kuliner Karih Daging dan atau Daging Masak Habang yang biasa dihidangkan dalam perayaan-perayaan tertentu atau sifatnya insidental bukan kuliner regular , termasuk saat Hari Kurban.  

Begitu juga untuk kebutuhan telur, Urang Banjar lebih cenderung familiar dengan hintalu itik atau telur itik daripada telur ayam, baik untuk ragam kuliner tradisionalnya, beragam kue atau wadai khas Banjar yang terkenal legitnya, sampai untuk konsumsi sehari-hari semisal untuk didadar atau di buat telur mata sapi, termasuk untuk dibuat telur asin yang biasa disebut sebagai hintalu jaruk di Kota 1000 Sungai.

Yuk dicoba

Semoga Bermanfaat!
Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun