Tapi, tanpa menjawab Mbak Mida langsung membungkuskan setidaknya 3 (tiga) wadai untuk dengan isian berbeda untuk diserahkan kepada si-kai. Menerima bungkusan wadai itu, si-kai langsung berlalu pergi tanpa membayar, sambil mengucap "terima kasih cuk laaaah!"
"Lho, sidin nggak bayar mbak ?", tanya saya, penasaran.
"Nggak papa Om, kasihan! Tiap hari sidin ke sini kok dan selalu minta wadai untuk semalam!" , jawab Mbak Mida sambil terus melayani pembeli yang lain.
"Setiap hari? Memangnya nggak rugi mbak, kan ujungan (keuntungan; bahasa Banjar) wadai ini hanya 200-300 rupiah, saja?", tanya saya dengan polos.
"Insha Allah enggak om, Allah nanti yang ganti! Berlipat-lipat malah... Apalagi kalau wadai buatan sendiri ujungannya tebanyak sedikit", jawab Mbak Mida sambil tersenyum.
Masha Allah, di dalam kesempitan dan himpitan ekonomi yang mendera, dengan penghasilan yang tidak seberapa Mbak Mida masih tetap menyempatkan diri bersedekah. Bahkan tanpa sepengetahuan Mbak mida, kami juga sering mengamati dari jauh, beliau memberi nasi bungkus kepada peminta-minta lain dan juga memberikan wadai atau nasi yang dijualnya kepada pembeli, terutama anak-anak yang uangnya kurang.
Semoga Bermanfaat!
Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Baca juga:  Unik, Ternyata di Banjarmasin Tidak Ada Arah Mata Angin!  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H