Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kang Nur: Dunia Tak Selebar Wadai Bakpao

11 November 2020   00:00 Diperbarui: 12 November 2020   09:32 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bakpao Khasanah Ikhtiar Kang Nur Menjemput Rizki dari-Nya | @kaekaha

"Dunia tak selebar wadai bakpao"

Ungkapan diatas jelas sedang "memelesetkan" ungkapan atau peribahasa lama yang begitu populer di masyarakat nusantara "dunia tak selebar daun kelor " yang umumnya selalu diungkapan ketika sesorang dipertemukan dengan berbagai hal (terutama orang) yang berkaitan dengan bagian masa lalunya. 

Sebagai contoh, tidak sengaja ketemu teman masa kecil di perantauan nun jauh di seberang lautan, atau juga mantan pacar tanpa disengaja menjadi besan dll. 

"Ketidak sengajaan" yang tentunya dengan probabilitas relatif sangat kecil (tidak disangka-sangka) untuk bisa bertemu dengan bagian masa lalu diatas, dikiaskan dengan dunia yang "tidak seluas" daun kelor (Moringa oleifera) yang senyatanya tak lebih lebar dari ruas jempol jari tangan kita, buktinya dimana saja kita berada masih saja bisa bertemu dengan bagian kepingan masa lalu. Betul?

Wadai Bakpao | @kaekaha
Wadai Bakpao | @kaekaha

Dunia tak selebar wadai bakpao?

Dunia tak selebar wadai bakpao merupakan sebaris kalimat sakti, perangkat sugestif yang dijadikan Ahmad Nurhadi, pengusaha kue bakpao sukses di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin sebagai pembangun mental sukses, sekaligus cambuk pelecut ketika semangat juangnya di tanah perantauan mulai mengendur.

Baca Juga: "Bebek Hungang" dan Uniknya Memahami Stratifikasi Level Kebodohan pada Bahasa Banjar

Menurut Kang Nur, begitu Ahmad Nurhadi biasa disapa oleh pelanggan bakpao-nya, perangkat sugestif dunia tak selebar bakpao ini sangat penting membantunya terus konsisten berjalan sesuai dengan rel kehidupan yang telah dipilihnya sejak 7 (tujuh) tahun silam ketika memulai hijrah usaha dari penjahit keliling menjadi pembuat sekaligus penjual wadai bakpao (kue bakpao) pertama kali di Kota 1000 Sungai. 


Transformasi Kang Nur

Sekitar setahun sebelum hijrah ke Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas! (2012), Kang Nur yang sejak umur 12 (dua belas) tahun sudah piawai menjahit pakaian, awalnya memang merantau ke Kotabaru menjadi penjahit keliling, karena informasi dari adik iparnya yang lebih dulu merantau ke Kalimantan, menyebutkan besarnya potensi hasil menjahit keliling di Kotabaru yang konon saat itu kondisi ekonominya termasuk yang terbaik di Kalimantan Selatan, hitungan hasilnya bisa 3 (tiga) kali lipat dari hasil menjahit di kampung halamannya, di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah.

Kotabaru merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang kaya hasil tambang batubara. Uniknya, pusat pemerintahannya yang terletak di Pulau Laut, sebuah pulau di Laut Jawa yang terletak disebelah timur wilayah daratan Kalimantan Selatan dan pernah menjadi salah satu kandidat calon Ibu Kota RI, menggantikan DKI Jakarta.

Sayangnya, setahun berprofesi menjadi penjahit keliling di Kotabaru , Kang Nur belum merasakan adanya perubahan yang signifikan pada kondisi ekonominya. 

Kang Nur masih tetap tidur beralaskan kardus bekas minuman di rumah bedakan yang disewanya. Menurutnya, informasi terkait ekonomi regional Kotabaru yang konon saat itu terbaik di Kalimantan Selatan dan juga potensi hasil usaha menjahit keliling di Kotabaru yang katanya bisa mencapai 3 (tiga) kali lipat tidak sepenuhnya benar.

Baca Juga: Diaspora "Gula Gending-Lombok", Melintas Negeri untuk Eksistensi

Ekonomi regional Kotabaru, saat itu mungkin memang bagus dan masuk akal jika tarif jahit menjahit bisa 3 (tiga) kali lipat dari tarif di Jawa, tapi dengan jumlah penduduk dan juga kepadatannnya yang relatif kecil, maka potensinya pelanggannya juga relatif kecil. 

Spesifiknya, meskipun nominal tarif ongkos jasa lebih mahal tapi kalau pelanggan yang menjadi faktor kalinya sedikit, maka hasil juga tidak akan merubah ekonomi domestiknya Kang Nur. 

img-20201029-071919-lg-1500-5faaa90a8ede483e6b75c7e2.jpg
img-20201029-071919-lg-1500-5faaa90a8ede483e6b75c7e2.jpg

Wadai Bakpao Produksi Kang Nur | @kaekaha

Pusingnya lagi, di saat kritis yang sangat menguji "mental perantauanya" itu, istrinya yang baru saja melahirkan di kampung halaman memaksa untuk ikut merantau mendampingi Kang Nur dalam suka dan duka, mbabat alas di Kalimantan.

Beruntungnya, logika kritis lelaki kelahiran 45 tahun silam tersebut tetap berjalan, ditengah ujian mental yang kelak sangat menentukan jalan hidupnya tersebut. 

Kang Nur baru menyadari, kenapa harus ke Kotabaru yang penduduknya relatif masih sedikit!? Kenapa tidak menuju ke pusat perekonomian Kalimantan Selatan? Kenapa tidak terpikirkan untuk merantau ke Banjarmasin, salah satu kota dengan kepadatan tertinggi di Indonesia yang sudah pasti memberikan probabilitas pelanggan lebih besar!?

Baca Juga: Berziarah ke Taman Kamboja, Eks-Komplek Pekuburan Belanda di Jantung Kota Banjarmasin

Setelah beberapa kali berdiskusi dengan adik ipar yang mengajaknya merantau ke Kalimantan, dengan modal nekat untuk meperbaiki nasib, demi anak istri yang ingin ikut merantau serta sebentuk tawakkal kepada Sang Pencipta, hanya dengan mengendarai sepeda motor, lengkap dengan seperangkat mesin jahit di jok bagian belakang, Kang Nur dan adik iparnya nekat mengukur aspal sejauh hampir 320 km atau sekitar 8 (delapan) jam perjalanan darat dari Kotabaru menuju Banjarmasin, kota yang sebelumnya sama sekali tidak terbayang dalam benaknya.

Prinsip Kang Nur saat itu, kalau tidak segera memulai momentum berhijrah, maka nasibnya bersama keluarga bisa jadi tidak akan pernah bisa segera berubah juga.

Sesampai di Banjarmasin, feeling Kang Nur terkait potensi Kota 1000 Sungai yang merupakan pusat perekonomian Kalimantan Selatan sekaligus kota terpadat di Indonesia benar-benar tepat.

Didukung kecakapan Kang Nur menjahit yang telah ditekuninya sejak usia 12 tahun, serta pelayanan prima yang secara getok tular menyebar ke masyarakat pelanggan, memudahkan Kang Nur mendapatkan pelanggan-pelanggan loyal dari berbagai kalangan. 

img-20201029-072331-lg-1500-5faaa9e1d541df227736f702.jpg
img-20201029-072331-lg-1500-5faaa9e1d541df227736f702.jpg

Kang Nur Melayani Pelanggannya | @kaekaha

Bahkan di Banjarmasin, beberapa pejabat ada yang mejadi langganan tetapnya dan dalam beberapa kesempatan ada juga yang pernah mengajak untuk join membuka usaha konveksi lelaki yang tidak tamat sekolah menengah ini, tapi karena lebih sering merasa tidak sreg dengan konsep kerjasama yang ditawarkan, serta jiwa entrepreneur-nya yang terus bergejolak memintanya untuk terus berkreasi secara mandiri, jueteru mengasap mental pengusaha Kang Nur.

Baca Juga: Serunya Menyusuri "Guiding Block-A Yani" Jalur Pedestrian Ramah Difabel Terpanjang di Banjarmasin                        

Pelanggan yang semakin banyak dengan orderan yang terus membludak, menyebabkan hampir seluruh waktunya tersita pekerjaan. Sebagian besar jahitan lambat laun justeru lebih banyak dikerjakan dirumah, sedangkan fungsi "kelilingannya" mulai berubah, lebih banyak hanya untuk mengambil orderan. 

Kang Nur, sebagaimana orang Jawa pada umumnya, termasuk pribadi yang halus budi, paling "nggak bisaan dan nggak tegaan" sama orang. Tidak heran jika kemudian Kang Nur juga paling tidak bisa mengecewakan pelanggannya. Sayangnya justeru situasi ini yang akhirnya menjadi bumerang. Membanjirnya pelanggan, justeru membawa konsekuensi semakin sempitnya waktu Kang Nur untuk sekedar beristirahat, apalagi waktu eksklusif untuk bercengkerama dengan keluarganya yang baru saja tiba di Kota 1000 Sungai yang nyaris tidak ada. 

Berkat doa-doanya disepertiga malam yang tidak pernah putus, ditengah kegalauannya, Allah SWT memberi jalan Kang Nur berupa inspirasi untuk berhijrah. Bukan hijrah tempat usaha seperti sebelumnya, tapi hijrah bidang usaha, dari menjahit keliling menjadi pembuat sekaligus penjual wadai bakpao.

Bakpao Khasanah Ikhtiar Kang Nur Menjemput Rizki dari-Nya | @kaekaha
Bakpao Khasanah Ikhtiar Kang Nur Menjemput Rizki dari-Nya | @kaekaha

Bakpao Khasanah Pengantar Berkah-Nya

Uniknya, berhijrah bidang usaha ini, menurut Kang Nur termasuk salah satu pilihan tersulit dalam hidupnya. Bagaimana tidak, menjadi penjahit merupakan sebuah passion yang puluhan tehun telah digeluti dengan kebanggaan dan kebahagiaan, tapi harus ditinggalkan! Sedangkan, usaha wadai bakpao, secara teoritis hitungan angkanya sangat menguntungkan, sedangkan dari segi waktunya juga relatif lebih leluasa, karena semua kita yang mengatur. Hanya saja, semua masih memerlukan waktu untuk berproses (belajar). 

Baca Juga: Mengenal Teknik "Babanam", Barbeque Tradisional ala Urang Banjar                        

Alhamdulillah, dengan tekadnya yang kuat dan bulat, Kang Nur tidak perlu waktu terlalu lama untuk bisa menguasai seluk beluk per-bakpao-an, mulai dari takaran adonan yang menggunakan ukuran gayung, teknik mengadon yang menurut Kang Nur memerlukan sentuhan perasaan, ukuran kelembutan adonan, durasi pengukusan, kreasi dan komposisi isian bahkan juga beragam variasi dan diversifikasi produk sebagai bagian untuk mempertahankan eksistensi, karena di Banjarmasin juga banyak wadai bakpao kelas pabrik yang lebih dulu eksis.

Kang Nur Bersiap Mengukus Bakpao | @kaekaha
Kang Nur Bersiap Mengukus Bakpao | @kaekaha

Sambil terus meng-update kemampuannya mengolah bakpao, Kang Nur akhirnya memberikan branding produk bakpao-nya dengan nama Bakpao Khasanah. Untuk urusan nama ini, Kang Nur tergolong cerdas! Urang Banjar yang dikenal sangat relijius termasuk minded dan sensitif pada nama atau istilah yang bersumber dari bahasa Arab, yang biasanya juga dianggap sebagai jaminan kehalalan.

Baca Juga: Nasida Ria dan Pesan "Perdamaian" yang Akan Terus Aktual dan Melegenda

Selain itu, strategi Kang Nur yang lebih memilih berjualan melingkar seperti obat nyamuk bakar, terbukti mujarab untuk menggenjot omzet. Menyisir sekaligus merapatkan pasar dari pinggiran kota yang lepas dari pengamatan pesaing yang semuanya para pemain lama saja, sudah mengaharuskan Kang Nur merekrut 3 (tiga) karyawan baru untuk berjualan bakpao.

Hasilnya, rata-rata produksi perhari mencapai sekitar 400 biji bakpao beraneka isian seperti strawberry, ayam, kacang tanah, keju-susu, cokelat keju susu, pizza , kacang ijo, dan cokelat yang menghabiskan tepung terigu hampir 20 kg.

Bakpao Siap Dijual | @kaekaha
Bakpao Siap Dijual | @kaekaha

Menariknya, usaha bakpao Kang Nur relatif stabil, termasuk saat kawasan regional Kalimantan, termasuk Kalimantan Selatan mengalami krisis ekonomi akibat kegagalan bisnis tambang batubara yang rata-rata menjadi penopang utama perekonomian sebagian besar wilayah di Kalimantan. Begitu juga ketika pandemi covid-19 memaksa pemarintah Kota Banjarmasin memberlakukan PSBB beberapa jilid.

Bersyukurnya, dari usaha bakpao ini, selain bisa meciptakan lapangan kerja bagi orang lain, Alhamdulillah Kang Nur juga tidak perlu lagi jadi kontraktor alias kontrak rumah lagi, karena sejak beberapa tahun terakhir Kang Nur sudah tinggal dirumah pribadi yang juga telah disulapnya menjadi home industri bakpao, sekaligus mess buat anak buah yang bisa menampung sampai 5 (lima) orang. 

Semuanya hasil jerih payah berjualan bakpao!

Memang benar sugesti Kang Nur, dunia memang tidak selebar wadai bakpao!

Semoga bermanfaat

Salam dari Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun