Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kang Nur: Dunia Tak Selebar Wadai Bakpao

11 November 2020   00:00 Diperbarui: 12 November 2020   09:32 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, setahun berprofesi menjadi penjahit keliling di Kotabaru , Kang Nur belum merasakan adanya perubahan yang signifikan pada kondisi ekonominya. 

Kang Nur masih tetap tidur beralaskan kardus bekas minuman di rumah bedakan yang disewanya. Menurutnya, informasi terkait ekonomi regional Kotabaru yang konon saat itu terbaik di Kalimantan Selatan dan juga potensi hasil usaha menjahit keliling di Kotabaru yang katanya bisa mencapai 3 (tiga) kali lipat tidak sepenuhnya benar.

Baca Juga: Diaspora "Gula Gending-Lombok", Melintas Negeri untuk Eksistensi

Ekonomi regional Kotabaru, saat itu mungkin memang bagus dan masuk akal jika tarif jahit menjahit bisa 3 (tiga) kali lipat dari tarif di Jawa, tapi dengan jumlah penduduk dan juga kepadatannnya yang relatif kecil, maka potensinya pelanggannya juga relatif kecil. 

Spesifiknya, meskipun nominal tarif ongkos jasa lebih mahal tapi kalau pelanggan yang menjadi faktor kalinya sedikit, maka hasil juga tidak akan merubah ekonomi domestiknya Kang Nur. 

img-20201029-071919-lg-1500-5faaa90a8ede483e6b75c7e2.jpg
img-20201029-071919-lg-1500-5faaa90a8ede483e6b75c7e2.jpg

Wadai Bakpao Produksi Kang Nur | @kaekaha

Pusingnya lagi, di saat kritis yang sangat menguji "mental perantauanya" itu, istrinya yang baru saja melahirkan di kampung halaman memaksa untuk ikut merantau mendampingi Kang Nur dalam suka dan duka, mbabat alas di Kalimantan.

Beruntungnya, logika kritis lelaki kelahiran 45 tahun silam tersebut tetap berjalan, ditengah ujian mental yang kelak sangat menentukan jalan hidupnya tersebut. 

Kang Nur baru menyadari, kenapa harus ke Kotabaru yang penduduknya relatif masih sedikit!? Kenapa tidak menuju ke pusat perekonomian Kalimantan Selatan? Kenapa tidak terpikirkan untuk merantau ke Banjarmasin, salah satu kota dengan kepadatan tertinggi di Indonesia yang sudah pasti memberikan probabilitas pelanggan lebih besar!?

Baca Juga: Berziarah ke Taman Kamboja, Eks-Komplek Pekuburan Belanda di Jantung Kota Banjarmasin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun