Haji Isra sebagai pemegang mandat penguasaan galuh Putri Malu dari kelompoknya yang menemukannya, cenderung lebih berhati-hati dalam memperlakukan galuh Putri Malu, termasuk dalam hal publikasi dan juga tidak lanjut pengolahan batu mulia yang dikenal super keras tersebut.
Baca Juga : Â Membanding Tanzanite dan Intan Tri Sakti, Sama-sama Supermahal tapi Beda Misteriusnya!Â
Menurut Haji Lihan, Â alasan memboyong intan yang masih berwarna abu abu kehitaman ini ke Jerman, karena kalau diolah di Martapura, berat bersihnya hanya sekitar 110 karat. Tapi di Jerman, bisa didapatkan 120 - 130 karat dengan kualitas sangat bagus, jadi hasilnya bisa jauh lebih mahal.Â
Hanya tiga miliar?
Bagi para penemunya, Haji Isra dan kawan-kawan yang sedari awal memang cenderung akan melepas Si Galuh Putri Malu dalam keadaan mentah atau jual seadanya menurut istilah Urang Banjar, harga tiga miliar memang sudah pantas!Â
Selain dijual dalam keadaan masih mentah, alasan Haji Isra adalah kelompok mereka mengaku khawatir kalau dikupas atau diolah sembarangan nantinya warna Si Galuh hasilnya justeru tidak sebagus harapannya, hal ini didasari fakta Si Galuh yang menurutnya memang sangat keras dan teknologi lokal,  konon saat itu masih belum bisa mengolah dengan hasil lebih maksimal.
Bener juga ya! Meskipun sekarang keberadaan batu mulia yang sampai detik ini masih tercatat sebagai temuan terbesar di Indonesia, bahkan juga sampai di level Asia ini juga tidak diketahui rimbanya.
Entah sudah dijual kepada tangan kesekian atau justru sudah dipotong-potong sesuai keperluan untuk perhiasan super mahal dengan harga jual lebih mahal berkali lipat, tapi karena besaran tali asih yang didapat oleh para penemunya sudah clear dari awal.