Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 6018, 6019, 6136, 6475 dan Muslim, no. 47]
Mungkin kisah hikmah dari Ma’ruf Al-Karkhi yang dikenal dunia karena kezuhudannya, saat lebih memilih memakan hidangan dari pada memberitahu pengundangnya jika beliau berpuasa apalagi jika memang ada maslahat disitu, karena hanya ingin pahala puasanya terjaga (dari riya, ujub dsb) bisa lebih membuka pemahaman kita terkait hikmah kapuhunan ini.
Identik juga dengan penyebab kapuhunan? Wallahu A’lamu bis Shawab!
Hikmahnya! Dimana saja berada, alangkah lebih bijaksana jika niat baik untuk menghormati juga memuliakan tamu atau apapun dan siapapun status orangnya, dengan memberikan hidangan sebagai pelayanan terbaik juga dibalas dengan cara yang terbaik juga, berempati kepada penghormatan tuan rumah, yaitu dengan menyantap suguhan yang dihidangkan.
Kalaupun memang benar-benar sudah kenyang atau sebab-sebab lain yang memang benar-benar menjadi udzur, dalam tradisi Urang Banjar biasa disarankan, boleh sekadar menyentuh atau mencicipi untuk makanan dan boleh juga sekedar menyeruput untuk minuman, asal ada bagian dari makanan/minuman yang "disentuh", syukur-syukur berkurang banyak karena dimakan. Wallahu A’lamu bis Shawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H