Identik dengan penyebab kapuhunan? Wallahu A’lamu bis Shawab!
Setahu saya, kedekatan Islam dengan masyarakat Banjar memang sudah saling bekelindan. Bahkan, antropolog Judith Nagata menarasikan kedekatan Islam dengan Urang Banjar ini begitu cantik dalam salah satu teorinya, "Suku Banjar merupakan salah satu suku di Indonesia yang identitas kesukuannya bertumpang tindih dengan identitas keagamaan, "Agama ya suku, suku ya agama".
Artinya, tidak menutup kemungkinan budaya pamali Kapuhunan, teknisnya berasal dari dua hadis Rasulullah diatas, tapi untuk peristilahan atau penamaannya menggunakan bahasa Banjar dengan kata puhun atau pohon sebagai asal muasal yang secara teoritis dipercayai sebagian besar masyarakat. Kenapa pohon? Jelas karena Pulau Kalimantan yang banyak ditumbuhi pohon (baca;hutan). Bahkan sampai sekarang kita juga sering mendengar jargon, Kalimantan sebagai paru-paru dunia!? Betul?
Seperti kita ketahui, diantara pohon-pohon yang tumbuh di sekitar kita, banyak diantaranya yang akhirnya menjadi rumah atau tempat tinggal dari jin atau makhluk halus yang atas ijin Allah SWT memang diberikan kesempatan untuk menggoda juga mengganggu manusia yang tidak waspada apalagi melupakan-Nya, termasuk mencelakakannya!
Caranya? Bisa jadi, salah satunya dengan cara meniupkan angin (sihir) untuk mencelakai manusia, khususnya yang sedang "lupa". Mungkin ini jawaban dari korelasi antara puhun, kapuhun dan kapuhunan. Wallahu A’lamu bis Shawab.
Selain teori diatas, secara logika kapuhunan juga bisa dijelaskan, ketika konsentrasi terpecah, antara makanan/minuman yang saat itu sangat diinginkan (apalagi dalam keadaan lapar atau kelaparan) dan fakta harus melakukan aktivitas lain yang sama-sama menyita daya konsentrasi, kemungkinan besar juga akan menurunkan kewaspadaan, refleksi, daya ingat dan lain-lainnya, termasuk kepada seorang perempuan sekalipun yang dikenal mempunyai kemampuan multitasking, sehingga bisa menyebabkan kecelakaan.
Kedua
Dalam situasi ditawari makanan atau minuman oleh siapapun, entah saat dirumah oleh orang tua atau saat bertamu oleh pemilik rumah, tapi karena berbagai sebab, bisa karena memang sudah kenyang, tidak suka makanan/minumannya, segan dengan yang menawari makanan/minuman, terburu-buru dan atau sebab-sebab lainnya akhirnya menolak tawaran.
Situasi ini tentu berbuntut pada ketidaknyamanan diantara yang menawari makanan dan yang ditawari makanan, berupa adanya semacam ganjalan di hati. Ganjalan di hati inilah yang dianggap biang dari kapuhunan atau kecelakaan pada "penolak" tawaran.
Kemungkinan hal ini berhubungan dengan budaya masyarakat Banjar dan juga masyarakat Kalimantan pada umumnya yang selalu berusaha menghormati dan memuliakan tamu setinggi-tingginya, salah satunya dengan cara memberi layanan terbaik dengan berusaha menyuguhkan hidangan terbaik yang dimiliki atau yang bisa dibuatkan untuk tamu.
Sekali lagi, entah ada hubungannya atau tidak, ada kisah dan Alquran dan hadis terkait memuliakan tamu, begitu juga dengan adab bertamu, khususnya terkait dengan memperlakukan hidangan.
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?'” (kandungan Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!