Tidak menunggu lama, tantaran buluh sepanjang lebih dari tujuh meter dengan panjang tali unjunan sepadan yang semula dipegang sidin dengan tangan kiri, sekarang pangkalnya sudah menempel di perut dan laras panjangnya sudah mulai dipegang kedua tangan sidin. Artinya, pertunjukan akan segera dimulai!
Tantaran panjang itu langsung dimainkan sidin dengan cara ditarik pelan-pelan dan sesekali diimbuhi dengan hentakan-hentakan kecil yang menyebabkan cirat benar-benar seperti layaknya anak kodok hidup yang berenang-renang di permukaan air dan sesekali melompat-lompat diantara batang dan daun tumbuhan rawa yang pagi itu terlihat hijau segar ditimpa cahaya mentari pagi yang baru saja merekah.
Cara memainkan tantaran inilah kunci utama sekaligus parameter paling aktual untuk melihat level kualitas seorang pamairan! Dimulai dari melempar umpan yang tidak boleh terlalu gancang karena bisa membuat koloni ikan haruan justeru kabur dan juga tidak boleh terlalu pelan, karena lemparan umpan cirat bisa tidak sampai ke sarang koloni iwak haruan. Pada prinsipnya, iwak haruan yang termasuk binatang teritorial, umumnya akan merespon dengan cepat semua obyek yang berpotensi mengganggu area kekuasaannya.
Begitu juga ketepatan mengatur ritme dalam menarik dan menghentak tantaran yang menjadikan cirat senatural mungkin berenang dan melompat dipermukaan air dan batang atau dedaunan tumbuhan rawa seperti lazimnya, sehingga mampu menggoda juga mengganggu emosi induk sang predator yang biasanya pada awal musim hujan seperti sekarang sedang galak-galaknya karena insting keibuannya menjaga anak-anaknya yang baru saja menetas
Inilah pertunjukan seni mamair iwak haruan, salah satu dari sekian banyak cara tradisional Urang Banjar menangkap iwak haruan, salah satu spesies ikan terpenting dalam tradisi kuliner Suku Banjar di Kalimantan.
Uniknya lagi, selain mantera tuha yang disebut sebut hanya bisa dikuasai dan diturunkan kepada keturunan sah para pemburu iwak haruan terlatih yang dimasa lalu konon mendapatkan pengakuan khusus atau semacam sertifikat keahlian dari kesultanan, keahlian seni mamair iwak haruan ini juga tergolong istimewa. Meskipun tidak berlaku bersyarat seperti layaknya mantera tuha, sehingga siapapun seharusnya bisa melakukan atau setidaknya berlatih untuk melakukannya, tapi fakta uniknya memang tidak semua Urang Banjar bisa lulus ujian untuk menguasai secara sempurna seni, keahlian atau teknik menangkap ikan khas Urang Banjar yang luar biasa uniknya ini.
Mungkin ini ada hubungannya dengan kebiasaan turun menurun yang telah menjadi tradisi dan keyakinan Urang Banjar sejak bahari yang menurut abah memang tidak sembarangan. Menurut sidin,untuk bisa menjadi seorang pamairan iwak Haruan atau pemburu haruan yang harat, selain memang harus ada trah atau garis keturunan sah pamairan pewaris mantera tuha, memang memerlukah keahlian khusus yang dimasa lalu syarat atau kriterianya, konon ditentukan langsung oleh kesultanan.
Beberapa syarat yang sampai sekarang masih diingat para tetuha dan telah menjadi rahasia umum pamairan di kampung kami antara lain harus mempunyai kemampuan atau keahlian memilih sekaligus memainkan “peralatan tempur” wajib terbaik untuk mamair , seperti tantaran buluh panjang dan tali unjunan yang liat dan kuat, umpan cirat hidup yang sesuai dengan target, pemilihan spot atau tempat mamair yang potensial dan yang tidak kalah pentingnya adalah fisik yang sehat dan kuat. Setidaknya dimanifestasikan pada otot lengan yang kuat.
Selain itu, sorang pamairan yang harat juga harus mempunyai kemampuan mengelola dan mengendalikan suasana hati serta fikiran dengan baik dan pastinya juga harus sabar.
Oya, pamairan di kampung kami, Mandarsari dan sebagian besar Urang Banjar, umumnya mempunyai keyakinan kalau tantaran buluh panjang mempunyai hoki alias membawa keberuntungan yang lebih baik, terlebih jika mempunyai ruas-ruas dengan jumlah angka tertentu. Tidak heran, jika sampai saat ini di kampung kami tidak ada satupun pamair yang menggunakan tantaran modern yang biasa kami sebut dengan antena yang konon jauh lebih ringan dan canggih untuk mamair ataupun maunjun.