Banyak kisah yang sampai sekarang masih terekam dengan jelas dalam ingatan saya terkait dengan kampung kami yang sempat menjadi jalur lalintas kereta api. Mau tahu kisahnya? Jangan kemana-mana dulu ya, bolehlah....siapkan teh manis hangat plus camilan dan lanjutkan membaca kisah menariknya!Â
keempat, sawah dengan hamparan tanaman padi berwarna hijau segar atau ijo royo-royo yang biasanya di bagian pinggirnya atau di pojok galengan selalu dibuatkan huma atau pondok kecil sederhana yang dibangun dari olahan batang bambu dengan atap dari momol atau daun tebu kering yang dirangkai.
Kami biasa menyebutnya dengan gubuk, "destinasi" favorit untuk beristirahat para petani setelah lelah bekerja.
Tahukah anda, duduk di gubuk ini sambil menikmati makan siang dengan orang-orang terkasih di tengah-tengah hijaunya hamparan tanaman padi yang menyegarkan mata, hati dan pikiran plus ditingkahi oleh sejuknya semilir angin yang turun dari gunung Lawu benar-benar akan membawa kita  terbang melayang ke alam mimpi yang indah?Â
Bagi masyarakat di desa saya, kereta api berikut pernak-pernik ubarampe yang menyertai dan melengkapinya tentu sudah menjadi bagian dari kehidupan yang tidak terpisahkan.
Bagaimana tidak!? Rutinitas keseharian kami berinteraksi dengan kereta api dengan sendirinya telah membentuk entitas budaya unik yang menjadi ciri khas masyarakat sekitar rel, khususnya di desa kami.
Salah satunya yang mungkin unik dan sedikit konyol adalah kebiasaan kami terbiasa berbicara relatif agak kencang jika dibandingkan dengan masyarakat diluar desa kami.
Tradisi budaya bicara kencang ini lahir karena kebiasaan kami tetap menjaga komunikasi efektif meskipun ditengah-tengah deru mesin kereta api yang suaranya memekakkan telinga, otomatis tanpa sengaja volume suara menyesuaikan kebutuhan sehingga akhirnya kami terbiasa berbicara dengan suara yang relatif keras.
Hal ini tentu akan membuat kaget dan bingung orang-orang diluar kampung kami yang sebelumnya belum pernah berinteraksi dengan kami. Terkadang mereka jadi terbengong-bengong ketika mendengar cara kami berkomunikasi satu sama lain.
Selain itu, kedekatan kami dengan kereta api juga membentuk "tradisi" kami dalam memilih transportasi. Bepergian kemanapun, mau jarak dekat apalagi jarak jauh, umumnya kami pasti lebih dulu memilih menggunakan kereta api, meskipun daerah tujuan ternyata tidak dilalui jalur rel kereta api sekalipun.