Bagi generasi Urang Banjar yang setidaknya mengalami masa kanak-kanak dan remaja di era 70-an sampai awal 90-an, pasti masih mengenal kemagisan aransemen, lirik maupun tematik dari lagu Sanja Kuning karya Abah Anang Ardiansyah diatas. Banyak diantaranya yang kini telah terdiaspora karena sekolah, pekerjaan atau juga karena perkawinan dengan suku bangsa lain baik di dalam negeri maupun luar negeri, merasa dandaman atau  karindangan  (rindu, kangen ; bhs Banjar) dengan lagu ini.
Lagu Sanja Kuning karya Abah Anang Ardiansyah merupakan salah satu potret kecerdasan budaya khas masyarakat Banjar dalam merekam sekaligus meramu fakta fenomena alam yang begitu romantis dengan tuntunan Islam yang telah berurat berakar dalam tradisi budaya masyarakat sehingga menghasilkan sebuah narasi yang kelak dikenal sebagai keyakinan adaptif komunal Urang Banjar yang mengakar begitu kuat sebagai tuntunan untuk dipatuhi oleh segenap masyarakat Banjar.
Ada Apa dengan Sanja Kuning?
Bagi masyarakat Banjar, ketika sore tiba dan langit senja membiaskan warna kuning yang dominan, umumnya dianggap sebagai peringatan atau pertanda tidak baik, banyak diantaranya yang beranggapan sanja kuning adalah waktu muncul/keluarnya setan dan jin yang jahat lainnya yang diyakini bisa membawa malapetaka, berupa sakit karena sangga (penyakit kuning) atau kejadian gaib lainnya, seperti angin pidara (kapidaraan) bahkan juga keluarnya kemungkinan ilmu hitam seperti parang maya atau santet dsb.
BACA JUGA : Â Niat Urang Banjar untuk Naik Haji Tetap Kuat Meski Harus Menunggu 31 Tahun
Makanya, pada sebagian besar urang Banjar muncul ungkapan "Sanja Kuning Bahantu" atau senja kuning itu ada hantunya! Karena dasar keyakinan inilah jika senja kuning luruh atau nampak, maka para orang tua biasanya akan melarang anak-anaknya bermain-main di luar rumah dan akan mencari anak-anaknya yang masih bermain diluar rumah untuk diajak segera naik atau masuk ke dalam rumah untuk bersiap-siap melaksanakan ibadah sholat Maghrib, seperti terekam dalam lirik lagu Sanja Kuning berikut!
    Galuh. . . .lakas naik
    Sanja kuning sanja luruh di muara
    Bakayuh jukung tiung hancap bulik
    Sudah dikiau abahnya. . .
Dari sini muncul larangan dan juga anjuran-anjuran yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh sebagian besar Urang Banjar, seperti: