Bagi kami masyarakat Kalimantan  (mungkin terkecuali Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara) bencana kabut asap yang selalu meneror dipuncak musim kemarau seperti sekarang ini, layaknya mentari yang selalu tenggelam di ufuk barat ataupun bulan sempurna di hari yang ke-15.Â
Yah, kurang lebih seperti itulah adanya! Kabut asap seperti sebuah keniscayaan bagi kami!Â
Tinggal menghitung hari, genap 20 (dua puluh) tahun saya bercengkerama dengan alam Kalimantan, khususnya di Bumi Antasari alias Kalimantan Selatan, artinya 20 (dua puluh) episode drama "kabut asap" juga telah saya lalui!
Sejak menginjakkan kaki di bumi Kalimantan di awal milenium yang lalu, sejak  saat itu pula saya merasakan serunya hidup di dunia lain!
Oiyaaa! Saya paling suka menyebut atau menggambarkan suasana dramatis saat "dikepung selimut kabut asap" dengan diskripsi layaknya dunia lain, Â ini bukan karena saya pernah tinggal di dunia lain lho ya!Â
Tapi justeru karena saya belum pernah melihat juga merasakan suasana hidup di bumi yang sedramatis saat berada ditengah-tengah pekatnya selimut kabut asap.
Saya berpikir hanya "dunia lain-lah" pilihan diksi yang paling pas untuk melukiskan dramatisnya suasana saat itu!
Pagi hari, udara yang seharusnya sedang bagus-bagusnya dan sedang sehat-sehatnya di sepertiga malam terakhir telah berubah menjadi racun mengerikan yang ditandai dengan baunya yang menyengat dan menusuk hidung.
Semakin siang seluruh permukaan bumi terselimuti oleh hamparan putih, saat itu matahari tampak seperti bulan purnama, bulat penuh dengan warna putih keemasan
Ketika memaksa untuk bernafas akan membuat dada semakin sesak, mata menjadi perih dan biasanya kepala akan menjadi semakin pening.