Istana Wadai Buah Kerja Kreatif Istri Tercinta
Setelah usaha toko kelontong benar-benar tidak bisa diselamatkan lagi, kami menjual semua perabotan dan perlengkapan toko mulai dari etalase sampai ribuan galon air berbagai merek dan juga ratusan tabung gas ukuran 12 kg dan 3kg.
Karena terbiasa “beraktifitas”, isteri saya merasa tidak nyaman berdiam diri saja setelah aktifitas menjaga toko yang biasanya tidak pernah sepi tiba-tiba harus tutup selamanya. Setelah berpikir dan melihat situasi di lingkungan sekitar, akhirnya isteri saya berniat untuk memulai usaha membuat wadai atau kue.
Selain karena hobi juga, salah satu karakteristik kebiasaan Urang Banjar yang suka makan aneka wadai merupakan peluang besar untuk digarap dan yang terpenting bisa mendapatkan tambahan penghasilan lebih.
Bermodalkan hobi, sedikit nekad dan nonton You Tube, akhirnya kami benar-benar memulai membuat aneka macam wadai, baik wadai tradisional khas Banjar maupun wadai umum atau nasional.
Pertama membuat wadai, hasil olahan kita titipkan ke berbagai warung, toko kue dan oleh-oleh, karena sebagian besar kuenya termasuk kue basah maka pagi hari sehabis Sholat subuh kita antar maka siang atau sore hari kita ambil.
Memulai usaha baru, memang tidak semudah yang kami bayangkan! Dari segi citarasa, mutu produk sampai tanggapan pasar sebenarnya lumayan untuk ukuran pawadaian (bahasa Banjar ; pembuat kue) pemula seperti kami, tapi tenaga kami yang relatif terbatas ternyata justeru tidak sanggup untuk memenuhi permintaan pasar. Sementara untuk menambah tenaga kerja, jelas kami belum sanggup.
Akhirnya untuk menyiasati keterbatasan, untuk pasar reguler kami memilih fokus untuk membuat 3 (tiga) jenis kue yang permintaannya relatif paling stabil dan banyak saja, sedang untuk jenis lainnya tetap bisa kita kerjakan bila ada pesanan saja dan untuk menambah omzet akhirnya kami juga membuka outlet sederhana dipinggir jalan untuk memajang aneka wadai buatan istri tercinta.