Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Simalakama Tambang Intan Tradisional Pumpung yang Terus Meminta Korban Jiwa

28 Juli 2019   21:50 Diperbarui: 29 Juli 2019   09:02 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Evakuasi Korban Longsor (KoranBanjar.net)

Masyarakat lebih sering melihat dan mendengar ratapan dan tangisan duka dari keluarga penambang yang pulang tanpa nyawa dan tangisan alam lingkungan bumi cempaka yang terlanjur rusak parah akibat proses penambangan yang sama sekali tidak menerapkan prinsip  Good mining.

Eksploitasi alam Cempaka dalam beberapa dekade telah "menghasilkan" lubang-lubang raksasa berisi air dengan kandungan asam sangat tinggi yang sepertinya tidak mungkin untuk ditutup kembali, apalagi untuk direklamasi. Hasil dari proses pencucian yang banyak mengandung logam berat dan sudah pasti mencemari air serta tanah, telah  mematikan berbagai jenis flora dan fauna yang sebelumnya hidup dan tumbuh sebagai bagian dari ekosistem alam setempat.

Suasana Pendulangan Intan Pumpung (republika.co.id)
Suasana Pendulangan Intan Pumpung (republika.co.id)

Meskipun air melimpah, tapi tidak bisa dimanfaatkan sama sekali. Akses air bersih untuk masyarakat susah didapat, apalagi di bulan kemarau. Sementara untuk mengakses sungai (DAS) juga tidak kalah berisiko! Rembesan air dari kolam pendulangan yang terkontaminasi limbah dan posisinya lebih tinggi, ditengarai telah ikut mencemari aliran air sungai (DAS) di beberapa lokasi.

Indikasi pencemaran terlihat saat masuk musim kemarau. Biasanya pada musim kemarau air sungai di beberapa lokasi DAS di Kalimantan Selatan terlihat bening, tapi sekarang tidak lagi! Musim hujan dan kemarau sama saja, air sungai keruh dan sedikit berbau. Selain itu, tangkapan nelayan sungai dari waktu-ke waktu juga menurun drastis. 

Fakta paling menyedihkan sekaligus yang paling memprihatinkan adalah meskipun sudah bertaruh nyawa berikut degradasi alam lingkungannya, nasib pendulang intan di Pumpung dan sekitarnya tetap saja tidak beranjak dari kemiskinan.

Lubang-lubang menganga di Pumpung dan sekitarnya yang ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja bisa menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak dan menghancurkan tata kehidupan masyarakat sekitar jika tata kelola pertambangan tradisional di sini tidak segera dikelola secara bijaksana dengan menerapkan prinsip-prinsip good mining serta secara serius mulai melakukan rehabilitasi alam dan lingkungan secara bertahap, baik dan benar, karena masalah-masalah besar di bidang lingkungan, kesehatan, sosial, ekonomi, budaya bahkan keamanan yang pelik sudah menghadang di depan.


Solusi Drama Pertambangan Intan radisonal Pumpung-Cempaka 

Rentetan "drama" pertambangan Intan tradisonal Pumpung-Cempaka yang terus meminta korban jiwa harus segera mendapatkan jalan keluarnya. Pemerintah dan masyarakat pendulang intan di Pumpung dan sekitarnya harus duduk bersama untuk mendapatkan solusi yang bersifat win-win solution.

Memang harus diakui, kesan lambat Pemko Banjarbaru dalam "memikirkan" jalan keluar alias solusi terbaik bagi "drama" tambang intan di Pumpung tidak lepas dari posisinya yang dilematis, bak buah simalakama!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun