Menurut informasi grafis dari akun Instagram Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang bersumber dari SISKOHAT per tanggal 18 Juni 2019, daftar antrean atau daftar tunggu jamaah haji untuk Kalimantan selatan menjadi yang terlama di Indonesia, yaitu 31 tahun.
Artinya, kalau sekarang tahun 2019 ini, saya mendaftar haji maka di atas kertas kemungkinan berangkat ke tanah suci paling cepat adalah tahun 2050.
Kalau usia saya sekarang 40 tahun, berarti 31 tahun lagi saat berangkat haji usia saya sudah mencapai 71 tahun, usia yang relatif rentan dan tidak masuk rekomendasi untuk aktivitas ritual haji yang secara fisik cukup berat. Tapi itulah uniknya ibadah haji. Walaupun berat, tetap saja menjadi magnet yang kuat bagi umat Islam di seluruh dunia untuk melaksanakannya.
Baca Juga: Mohon... Jangan Naik Haji Lagi!
Panjangnya daftar tunggu haji di Kalimantan Selatan, sebenarnya bukan berita baru baik secara nasional maupun bagi urang Banjar sendiri, karena sejak tahun 1800-an seperti dalam catatan Lesley Potter di atas, keadaannya juga sudah seperti itu. Lantas bagaimana urang Banjar menyikapi situasi yang relatif “tidak biasa” ini?
Menurut budayawan Banjar Zulfaisal Putera, urang Banjar itu sederhana (baca: tidak mau repot) alias kada mau bangalih-ngalih (Bahasa Banjar: tidak mau repot) baik dalam berpikir maupun bertindak,
Karena konteks berhaji adalah dalam rangka ibadah kepada Allah SWT maka sebagian besar urang Banjar juga memahami masalah lamanya daftar tunggu haji ini juga dari konteks ibadah, yaitu sebagai ujian! Ujian kesabaran menunggu panggilan atau undangan dari Allah SWT. Jadi ya dijalani saja! Sederhana bukan!?
Kenapa Urang Banjar "Hobi" Naik Haji?
Inilah pertanyaan yang sering saya dapatkan dari teman-teman dan kerabat saya dari luar kekerabatan suku Banjar yang sebagian besar tinggal di luar Pulau Kalimantan. Tingginya minat urang Banjar untuk naik haji, apakah ini menunjukkan naik haji merupakan hobi dari urang Banjar? Wallahu A'lam Bishawab!
Secara umum, baik ditinjau dari sisi spiritual maupun sosiologi, masyarakat Banjar tidak jauh berbeda dengan umat Islam dari daerah lain di Indonesia dalam memposisikan ibadah haji sebagai salah satu bukti ketaatan tertinggi kepada Sang Maha Kuasa Allah SWT, begitu juga posisinya dalam eksistensi status sosial di masyarakat.
Di lingkungan masyarakat Banjar, selain mendapat "tempat khusus" dari lingkungan sekitar, biasanya Pak Haji atau Ma Haji akan selalu diberikan tempat terdekat dengan tuan Guru bila ada acara keagamaan. Mantap kan...he...he...he...!?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!