Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belajar dari Jalan Berliku "Es Kelapa Muda NTB" Menjaga (Stabilitas Sistem) Keuangan Korban Bencana Lombok

25 Juni 2019   23:50 Diperbarui: 26 Juni 2019   00:21 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerobak Es Kelapa dan Pondok Darurat milik Bang Umar (dokpri)

Ada yang menarik di sepanjang jalan Ahmad Yani yang menghubungkan Kota Banjarmasin dengan Banjarbaru serta kota-kota lain di banua anam (enam kabupaten di bagian utara Kalimantan Selatan) ketika sinar sang mentari mulai memancarkan karhangatannya.

Di kiri-kanan jalan lintas propinsi ini, banyak sekali gerobak dorong dengan cirikhas warna hijau daun yang secara seragam menjajakan es kelapa khas NTB (Nusa Tenggara Barat) yaitu es kelapa yang memadukan lumernya kelapa muda pilihan dengan manis-gurihnya gula merah plus segarnya jeruk nipis.

Kemunculan puluhan (seluruh Kota Banjarmasin bisa ratusan) pedagang es kelapa khas NTB ini terlihat semakin banyak pasca bencana alam berupa gempa bumi dan tsunami mengguncang Pulau Lombok, NTB sekitar setahun yang lalu.

Es Kelapa Khas NTB (dokpri)
Es Kelapa Khas NTB (dokpri)

Seperti dikisahkan oleh Lalu Umar Jayadi atau biasa disapa dengan Bang Umar, pedagang es kelapa khas NTB langganan saya. Setelah Gempa berkekuatan 7,0 skala Richter mengguncang Lombok dan memporak-porandakan berbagai fasilitas ekonomi, sosial, pendidikan dan juga peribadatan baik milik pribadi maupun publik, stabilitas perekonomian sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya yang terdampak bencana secara langsung seperti Bang Umar, juga ikut terdampak secara serius.

Setelah beberapa bulan tidak ada penghasilan, sedangkan kebutuhan untuk makan dan minum keluarga besarnya tidak bisa seterusnya mengandalkan bantuan, selain itu kebutuhan untuk biaya sekolah anak-anaknya serta beberapa tagihan kredit barang yang terlanjur menjadi tanggungannya secara normatif tetap harus di bayar, (walaupun saat itu ada kebijakan khusus untuk korban bencana)

Bang Umar beranggapan sistem keuangan keluarganya yang terganggu dan tidak stabil pasti akan mengganggu kelangsungan perjalanan bahtera rumah tangganya, karena tidak ada aktivitas ekonomi yang produktif sekreatif apapun ide mengelola keuangan semuanya akan sia-sia dan kalau dibiarkan rumah tangganya akan hancur.

115928f7-0612-4445-8028-af0baec4d550-5d1206bd0d82307bc779e816.jpeg
115928f7-0612-4445-8028-af0baec4d550-5d1206bd0d82307bc779e816.jpeg

Bang Umar Sedang Melayani Pembeli (dokpri)

Sedangkan alokasi dana tersisa baik dari bantuan yang masuk maupun pinjaman teman yang seharusnya untuk kebutuhan darurat, jadi tidak sesuai peruntukannya karena dipakai membayar angsuran kredit dan ini jelas-jelas salah, karena kebutuhan darurat tidak semuanya terpenuhi, sedangkan dari segi perbaikan ekonomi juga tidak akan memberi pengaruh yang signifikan.

Akibatnya, pemberi bantuan bencana dan teman yang meminjami uang jadi tidak percaya lagi dengan Bang Umar dan parahnya lagi teman yang meminjamkan uangnya berniat untuk meminta kembali uangnya!

Setelah berhitung dengan realitas situasi dan kondisi keluarga dan kampung halamannya yang saat itu memang cukup parah mengalami kerusakan, demi melihat masa depan (forward looking) dan latar belakang Bang Umar yang lahir dan besar dari keluarga muslim yang taat menganggap tanggungan hutang itu tanggung jawab dunia akhirat, jadi secepatnya tetap harus diusahakan untuk  dibayar atau dilunasi.

Gerobak Es Kelapa dan Pondok Darurat milik Bang Umar (dokpri)
Gerobak Es Kelapa dan Pondok Darurat milik Bang Umar (dokpri)
Bang Umar berpikir sepertinya tidak ada jalan lain selain harus segera bertindak untuk melakukan sesuatu! Karena kalau tidak segera bergerak, khawatir terlambat dan semakin sulit untuk menyelamatkan "perekonomian" dalam bahtera rumah tangganya.

Akhirnya, berangkat dari situasi stabilitas sistem keuangan dalam keluarga yang semakin terjepit, Bang Umar dan putra pertamanya yang sudah lulus SMA, memutuskan untuk merantau ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengikuti jejak beberapa tetangga yang beberapa bulan sebelumnya lebih dulu berangkat dan ternyata lumayan sukses ditanah rantau, Kalimantan Selatan.

"Alhamdulillah, setelah hijrah ke Banjarmasin sekitar enam bulan yang lalu, Allah kasih jalan bagi saya dan keluarga untuk memperbaiki kondisi keuangan. Sekarang, meskipun keadaan belum kembali normal seperti sediakala, tapi setidaknya keluarga saya di Lombok sudah bisa hidup dengan layak.  Alokasi keuangan relatif sudah normal, kredit barang dan pinjaman dari teman sudah mulai bisa dibayar seperti yang semestinya", kata Bang Umar beberapa hari yang lalu 

Sejak saat itu, berbondong-bondonglah sanak keluarga dan tetangga Bang Umar ikut menyusul merantau ke Banjarmasin dan sekitarnya. Mereka berusaha menata kembali "sistem keuangan" keluarga mereka yang juga sempat morat-marit dengan cara merintis usaha berjualan es kelapa khas NTB yang suegeeeer!

Pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan

Kalau mencermati kisah Bang Umar dan perjuangannya diatas, dalam skala yang lebih luas kita seperti di suguhi kilas balik fragmentasi krisis keuangan yang pernah meluluhlantakkan negeri kita dua dekade silam.

Saat itu, negara sebesar dan sekaya Indonesia yang digadang-gadang menjadi macan Asia bisa mengalami kebangkrutan yang nyata. Jatuhnya nilai Rupiah yang kemudian merambat ke berbagai lini dalam sistem keuangan terutama dunia perbankan, menunjukkan betapa "sakitnya" sistem keuangan kita saat itu.

Celakanya, virus penyakit ini akhirnya menyebar ke berbagai sektor, tidak hanya perekonomian, tapi lompat pagar menyerang berbagai sektor non-ekonomi dan klimaksnya ketika rezim Orde Baru tumbang yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto setelah 32 tahun berkuasa.

Pengalaman ini menjadi cermin bagi Bang Umar, betapa besar biaya untuk menyelamatkan krisis ekonomi yang terlanjur bersifat sistemik, selain itu untuk kembali pulih seperti sediakala juga memerlukan waktu yang tidak sebentar!

Seperti siklus dasawarsa, kejadian krisis ekonomi nyaris serupa hampir kembali terulang pada tahun 2008, untungnya pemerintah dan "pasukan" pemangku kebijakan di Indonesia saat itu relatif lebih siap. Berbagai instrumen pengaman dan perlindungan sudah disiapkan untuk disebar dan diterapkan. Sehingga ketidakstabilan sistem keuangan yang berubah menjadi resesi di beberapa negara tidak serta merta menular dengan mudah ke Indonesia.

Definisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

Secara teori, menurut BI memang belum ada teori baku yang menjelaskan definisi
stabilitas sistem keuangan, tapi jika mencermati beragam definisi yang bermunculan di berbagai media, setidaknya secara sederhana kita bisa mengambil benang merah definitifnya, yaitu satu kondisi dimana mekanisme ekonomi berjalan secara efisien  kuat dan tahan dari berbagai gangguan sehingga  mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sebagai salah satu garda terdepan sekaligus kunci penyelamat bangsa dari ancaman krisis ekonomi. Kestabilan sistem keuangan menjadikan ekosistem ekonomi makro menjadi lebih kondusif, artinya menjadi barier to entry otomatis bagi masuknya krisis ekonomi yang bisa saja menghancurkan kedaulatan sebuah bangsa dan negara.

Mirip seperti apa yang dialami Bang Umar, dampak negatif ketidakstabilan sistem keuangan dalam skala yang lebih besar juga akan mengakibatkan munculnya situasi  yang tidak menguntungkan, seperti :

  1. Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal
  2. Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya
  3. Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan
  4. Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat sistemik

Pendekar-pendekar Penjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

Berbeda dengan ruang lingkup "krisis ekonomi" Bang Umar yang pola atraktifnya relatif sederhana, karena Bang Umar bisa berposisi sebagai apa saja dan dimana saja sesuai kebutuhan, maka kondisi berbeda bisa kita dapati pada ruang lingkup krisis ekonomi yang lebih luas, kompleks dan sistemik pada level negara seperti yang dialami Indonesia, tahun 1998.

Untuk level ini, stabilitas sistem ekonomi merupakan tanggung jawab kolegial antara empat institusi yang masing-masing mempunyai kewenangan pada dua aspek yang berbeda. Untuk menjaga aspek makroprudensial menjadi kewenangan  pemerintah (fiskal dan sektor riil) dan Bank Indonesia (moneter dan sistem keuangan). Sedangkan untuk aspek mikroprudenaial, menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Mengenal Kebijakan Makroprudensial

Secara sederhana, kebijakan makroprudensial bisa dimaknai sebagai upaya penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi.

Menurut Bank Indonesia,  ada tiga  kunci dalam definisi kebijakan makroprudensial, yaitu: diterapkan dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan, berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan (system-wide perspectives), dan diterapkan melalui upaya membatasi terbangunnya (build-up) risiko sistemik. 

Cara Kerja Kebijakan Makroprudensial

Secara garis besar, ada dua proses dalam operasional kebijakan makroprudensial, yaitu 

  1. Pengawasan makroprudensial off-site, dengan aktifitas utama  memonitor & mengalisa risiko, serta memberi sinyal risiko. 
  2. Pengawasan makroprudensial on-site adalah menganalisa data, informasi dan riset terkait potensi resiko sistemik.

Keempat pendekar penjaga stabilitas sistem ekonomi diatas, secara intensif harus terus menjalin komunikasi  efektif,  melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) agar kebijakan makro dan mikro prudensial tetap sinkron dan terkoordinasi dengan baik, sehingga stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dan mekanisme ekonomi bisa berjalan secara efisien, kuat dan tahan dari berbagai gangguan sehingga  mendukung pertumbuhan ekonomi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun