Apa yang ada dalam benak anda, ketika melihat foto di atas? Ngeri? Heran? Geram? atau jangan-jangan malah tertawa?.
Melihat "fragmentasi" dari tampilan foto di atas, reaksi spontan dari sebagian besar teman dan sahabat saya dari berbagai daerah di Indonesia yang kebetulan pernah kopi darat dengan saya, paling banyak adalah memelototkan mata sambil berkata "Kejam! Diapain itu anak?! Emang Gak Sakit!? dan bla... bla... bla!".
Ini wajar! Karena, fokus perhatian teman-teman ketika pertama kali melihat foto diatas umumnya dan biasanya adalah wajah polos bayi dengan sepasang mata terpejam yang badannya terikat kain dan digantung oleh sepasang tali!
Siapapun orangnya yang baru pertama kali melihat foto di atas, saya yakin pasti berimajinasi seperti sedang melihat seorang anak kecil yang diikat dan digantung! Iya kan!?.
Menurut saya, fragmentasi foto di atas masih belum seberapa! Mungkin, kalau melihat proses "mengikat-nya" secara langsung kepada bayi yang tengah menangis sambil meronta-ronta, saya yakin anda semua tidak akan pernah tega untuk melihatnya untuk kali kedua! Dijamin! Hi...hi...
Eiiit, tunggu dulu! Foto dan diskripsi saya untuk foto di atas bukanlah sebuah eksekusi, persekusi atau jenis kusi-kusi yang lain lho!.
Foto di atas adalah gambar dari salah satu cara unik dan ampuh masyarakat Banjar dan Dayak di Kalimantan Selatan, untuk membuai dan meninabobokkan atau menidurkan anak-anak balita agar tidurnya nyenyak, pules dan dijamin lebih tahan lama.
Kearifan lokal khas yang hanya ada di lingkungan Suku Banjar dan Suku Dayak ini biasa disebut dengan istilah Bapukung.
Menurut Kamus Bahasa Banjar-Indonesia, karya Abdul Djebar Hapip, Guru besar FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, terbitan PT. Grafika Wangi Kalimantan, tahun 2006 kata Bapukung; mamukung.
Kata ini berasal dari kata dasar pukung yang berarti membuai/mengayun (bayi) di posisi duduk dan kaki terlonjor (dengan melipat kain ayunan sedemikian rupa sehingga menyelimuti seluruh tubuh bayi dan dibelit lagi dengan kain sehingga badan bayi hangat dan aman) seperti posisi bayi saat berada dalam kandungan.
Bapukung merupakan sebuah tradisi "bahari" (tua) di Kalimantan Selatan yang diturunkan secara turun temurun dari nenek moyang yang usianya bisa jadi juga setua peradaban suku Banjar dan Dayak yang dikenal sebagai penghuni asli Pulau Kalimantan.
Kata dasar pukung apabila di tambah awalan ba, komposisinya menjadi Bapukung. Dalam tata bahasa Banjar fungsinya akan berubah menjadi kata keterangan, yaitu keterangan yang menyatakan menjadi seperti yang tersebut dalam bentuk kata dasarnya.
Sedangkan, bila ditambah dengan awalan ma, maka kata pukung akan menjadi mamukung. Dalam tata bahasa Banjar fungsi katanya akan berubah menjadi kata kerja.
Tradisi Bapukung ini merupakan varian atau jenis lain dari cara menidurkan anak balita khas masyarakat Banjar dan Dayak lainnya yang juga tidak kalah uniknya, yaitu dengan cara di ayun.
Antara diayun dengan dipukung (Bapukung), Keduanya sama-sama menggunakan peralatan yang kurang lebih sama dan metode buaiannya juga sama-sama diayun-ayun.
Sedang bedanya, pada Bapukung posisi bayi adalah duduk dan diikat dengan posisi kaki berselonjor, sedang cara di ayun biasa posisi bayi berebah atau telentang tidur-tiduran biasa tanpa diikat.
Sebagai tradisi bahari (lama) yang telah menjadi kearifan lokal yang mampu bertahan selama berabad-abad, secara otomatis menjadikan Bapukung sebagai salah satu produk budaya lokal Banjar yang telah teruji "kredibilitas-nya" baik dari segi keamanan maupun kemanfatannya. Karena perjalanan waktu yang semakin pragmatis dan kritis telah membuktikannya.
Bagaimana Bapukung bisa memberi manfaat kepada bayi!? Bayi bapukung posisinya duduk dengan kaki berselonjor yang konon mirip dengan posisnya saat berada dalam kandungan. Dengan begitu, bayi akan merasa lebih hangat dan nyaman, bagaikan berada dalam rahim ibu lagi.
Selain itu, bayi Bapukung juga tidak akan mudah terbangun baik karena terkejut mendengar suara keras maupun akibat gangguan serangga seperti nyamuk, karena seluruh bagian tubuh bayi rapat tertutup kain yang menyelimuti.Â
Apabila bayi menyusu pakai botol, posisi bayi Bapukung yang seperti duduk tentu akan menghindarkannya dari kemungkinan tersedak.
Dengan posisi yang aman dan nyaman plus terbebas dari gangguan suara serta serangga ditambah dengan buaian ayunan yang secara ritmik mengayun-ayun tubuh mungil si bayi, tentu akan membuat si-bayi bisa tidur pulas.
Dengan tertidur pulas secara stabil, tentu si-bayi akan memiliki perkembangan otak dan emosional yang lebih baik seiring dengan bertambahnya usia.Â
Sambil mengayun bayi yang dipukung (Bapukung), biasanya para ibu juga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga layaknya ibu-ibu lainnya.
Selain itu, sambil melantunkan senandung pengantar tidur, syair bahari baik berupa lagu atau pantun yang biasanya berisi doa, dzikir atau pujian shalawat Nabi bahkan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran dengan harapan si bayi mempunyai hubungan emosional dan komunikasi verbal dengan ibunya sejak dini, sekaligus mengenal risalah dan puji-pujian kepada Allah dan RasulNya sehingga harapannya kelak bisa menjadi anak yang soleh, salihah, berbudi, patuh pada orangtua dan bersikap baik terhadap sesama.
Selain itu, masyarakat Banjar juga meyakini, jika proses mamukung ini, jika dilakukan dengan cara yang benar oleh ahlinya, maka si-bayi yang biasa tidur dalam posisi dipukung juga akan menguatkan punggung dan pinggang-nya.
Bapukung ini juga bisa dijadikan terapi bagi bayi yang tidurnya tidak tenang (tidak pulas), sebentar-sebentar bangun, bahkan pada bayi yang rewel, berontak dan susah tidurnya mungkin karena sakit, memang harus lebih hati-hati dalam proses mamukung-nya dan akan lebih baik lagi jika prosesnya langsung dilakukan oleh para ahlinya.
Ini yang terjadi dan pernah saya alami sendiri! Ketika kami sekeluarga sedang terserang flu termasuk si kecil yang terus rewel, menangis dan meronta-ronta. Kami yang dewasa mudah saja, tinggal mengkonsumsi obat flu Insha Allah semua beres!
Si Kecil!? Ternyata obatnya adalah Bapukung. Sebagai "pendatang" yang baru pertama kali melihat proses mamukung, awalnya saya sempat protes ketika melihat sendiri proses mamukung yang menurut saya agak sadis!
Tapi demi melihat anak saya yang setelah "dipukung" oleh nininya, berangsur-angsur terdiam dan mulai tertidur dalam pukungan yang diayun-ayun oleh nini-nya membuat saya berhenti protes.
Apalagi setelah melihat sendiri "keampuham" tradisi Bapukung yang mampu menjaga kualitas tidur anak saya sampai beberapa jam selanjutnya sambil ngiler! Perlahan-lahan saya dibikin takjub dengan tradisi unik yang sangat bermanfaat ini.
Alat-alat untuk mamukung bayi relatif sederhana dan kurang lebih sama dengan alat yang dibutuhkan untuk membuat ayunan untuk bayi khas masyarakat Banjar dan Dayak, Kalimantan Selatan. Antara lain, tapih bahalai (jarik; Jawa), tali berbahan kapas yang tidak licin,
Pertama, siapkan ayunan mirip hammock dengan posisi rentang ikatan antar kedua sisinya tidak terlalu jauh, sekitar 50-60 cm, dengan cara mengikatkan tali ke langit-langit rumah yang kuat.
Dua ujung tali yang sudah diikatkan ke langit-langit rumah tadi, bagian bawahnya yang menggantung masing-masing kita ikatkan ke  kain bahalai (jarik) dengan mengatur ukurannya agar pas untuk posisi bayi .
Kedua, setelah ayunan siap. Masukkan bayi dalam ayunan dengan posisi berbaring. Sambil menahan bayi dengan kedua lututnya, ibu mendudukkan bayi dalam ayunan, kedua tangan bayi didekapkan di dadanya dan kedua kakinya diluruskan.
Lalu ibu mengikat bayi dengan sebuah selendang atau tapih bahalai lain, mulai dari punggung hingga lehernya sambil membetulkan posisi telinga bayi yang terlipat.
Ikatan ini harus terukur dengan baik! Tidak terlalu kuat agar bayi tetap bisa bernafas seperti biasa dan tidak terlalu longgar agar bayi tidak jatuh dari ayunan. Mungkin ukuran kekuatannya seperti saat memasang bedong bayi yang fungsinya kurang lebih juga sama untuk membatasi gerak bayi.
Setelah itu, ayun bayi dalam pukungan secara perlahan-lahan secara kontinyu dan stabil. Dijamin lambat laun, bayi yang rewel sekalipun perlahan-lahan juga akan tertidur pulas.
Bagaimana, berminat mencobanya?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H