Kuntau selalu menjadikan senjata lokal sebagai prioritas utama sebagai senjata andalan. Sedangkan dalam pertempuran atau pertarungan, seni bela diri Kuntau meskipun terlihat eksplosif dan agresif layaknya seni bela diri lainnya, sebenarnya mempunyai filosofis "menunggu" atau reaksi saja! Karena, bagi pesilat Kuntau bertarung itu hanya untuk membela diri serta menjaga keselatan diri semata.
Selain itu, Kuntau juga mempunyai sistem atau pola latih yang unik! Dari awal, pola serta teknik latih Kuntau cenderung tertutup dan terbatas hanya pada suatu, clan atau keluarga, kampung, maupun suatu kelompok tertentu saja secara turun temurun, agar rahasia jurus atau gaya yang dimiliki tetap terjaga dan steril dari pengamatan bahkan pencurian clan atau keluarga yang berbeda. Ciri khas menutup diri maupun menyembunyikan inti dari ilmunya kepada orang lain di luar lingkungan mereka ini masih tetap terjaga sampai saat ini.
Sementara itu, masyarakat melayu pada awalnya hanya sedikit yang mempunyai akses belajar Kuntau, biasanya hanya orang-orang dekat atau kepercayaan disekitar clan tionghoa penerus Kuntau saja yang bisa atau boleh ikut berlatih, tapi semenjak gelora perlawanan terhadap penjajah Belanda semakin membara pada akhir paruh pertama abad 20.
Kuntau mulai sedikit membuka diri bahkan akhirnya mempunyai peran besar dalam membekali para pejuang dengan seni bela diri mumpuni guna melawan penjajah Belanda.
Pertemuan antara seni bela diri Kuntau dengan masyarakat Melayu, khususnya di Indonesia secara tidak langsung juga mempertemukan Kuntau dengan Pencak Silat. Dalam perkembangannya di beberapa daerah, termasuk di Kalimantan Selatan gaya atau jurus Kuntau juga memasukkan teknik atau jurus dari silat.
Uniknya karena akulturasi ini, selain semakin sulit membedakan antara mana Kuntau dan mana pencak silat, secara perlahan akhirnya beberapa diantaranya memilih merubah identitas nama Kuntao menjadi "silat". Walaupun ada juga yang memilih nama demokratis dengan cara menggabungkan dua kata, yaitu Kuntao silat atau silat Kuntau.
Khusus di Kalimantan Selatan, akulturasi antara seni bela diri silat dengan Kuntau, akhirnya melahirkan beberapa jenis silat Kuntau baru, seperti Kuntau Bangkui dan Kuntau Jagau. Perbedaan di antara keduanya adalah jika Kuntau Bangkui menekankan kepada ilmu bela diri pertahanan, maka Kuntau Jagau lebih mengutamakan aspek seni.
Menurut para tetuha para pendekar diatas, kedua jenis silat Kuntau ini sama-sama berdiri di atas dasar-dasar ilmu bela diri dengan jurus-jurus kombinasi dari berbagai sumber permainan mulai dari Cimpedeh, jurus silat Madura hingga patikaman (ilmu-ilmu mematikan khas Kuntau Banjar) dengan landasan utama berupa ilmu tauhid alias Ketuhanan.
Tradisi masyarakat Banjar untuk belajar Kuntau, biasanya dilakukan pada malam hari. Sebelum memulai untuk latihan atau bertarung di gelanggang khusus yang dibuat relatif sederhana, biasanya didahului dengan menggelar upacara basalamatan dan uniknya lagi, setiap latihan selalu diiringi dengan tetabuhan beberapa macam alat musik khas Banjar seperti, babun (kendang), gong, serta serunai (seruling khas Banjar) untuk menambah semangat dan kesemarakan suasana latihan rutin yang akhirnya menjadi ciri khas dari pentas tradisi main Kuntau yang biasa disebut Bakuntau oleh masyarakat Banjar.
Seperti halnya seni bela diri lainnya, Kuntau juga memiliki gaya atau jurus. Dalam ilmu Kuntau yang berkembang di Kalimantan Selatan, istilah jurus disebut dengan “bunga” dan bila disambat (disebut) “mambawa bunga” artinya seseorang sedang memperagakan jurus Kuntau.