Bagi masyarakat Banjar dan Dayak, khususnya Sub Suku Dayak Bakumpai di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur, Kalimantan Utara serta Kalimantan Barat, tentu sangat familiar dengan salah satu tokoh besar banua yang dikenal sebagai pengusaha, politikus, pejabat publik serta filantropis yang akrab dipanggil dengan Haji Leman ini.
Pria yang mempunyai nama lengkap Haji Abdussamad Sulaiman ini adalah putra Dayak Bakumpai asli kelahiran “Ranah Bahalap” Kota Marabahan, Kabupaten Barito Kuala 21 April 1948, sekitar jam 05.00 WITA.
Konon nama Abdussamad di ambil oleh orang tuanya Haji Basirun dan Hj. Sa’diyah dari nama tokoh agama, datuk Abdussamad, cucu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang dikenal sebagai ulama termasyhur dari Kerajaan Banjar abad ke 18. Sedangkan nama Sulaiman diambil dari nama Nabi dan juga tokoh pengusaha di Bumi “Ranah Bahalap” Marabahan.
Lahir dan tumbuh berkembang di lingkungan pengusaha yang mandiri dan religius, kelak akan menempanya menjadi sosok pekerja keras, seorang pengusaha besar berjiwa filantropis yang religius dan tawaduk kepada kedua orangtua, para ulama dan habaib.
Berawal dari sebuah “prinsip” yang layak kita teladani “tidak ada yang tidak bisa dikerjakan” beliau mempunyai keyakinan bahwa dengan perjuangan sungguh-sungguh, doa dan bertawwakal kepada Allah SWT, maka apa yang beliau kehendaki Insha Allah akan terkabul dan terlaksana.
Sejak lulus SD, jiwa entrepeneur Leman muda telah di asah oleh sang ayah yang juga seorang pengusaha angkutan sungai. Dengan modal Rp 300,- pemberian ayahnya, Leman memulai usaha beternak ayam di kolong rumah ayahnya.
Sambil bersekolah di SMPN 1 Banjarmasin, usaha ternak ayamnya berhasil. Naik ke kelas 2 SMP, Leman merasa perlu melakukan diversifikasi usaha dengan menambah usaha ternak itik. Setahun kemudian, Leman sudah bisa membeli sepeda motor merek Sundap dari hasil usaha ternak ayam dan itik tadi.
“Saya kala itu bangga sekali, sebab bisa memiliki sepeda motor sebagaimana teman-teman sekolah saya yang kebanyakan anak orang kaya. Saya bangga, karena sepeda motor itu saya beli dengan uang hasil kerja saya sendiri,” ujarnya.
Disaat mulai bisa menyelaraskan antara dunia sekolah dan usaha diusia yang baru menginjak 14 tahun, masalah besar tiba-tiba datang, Haji Basirun sang ayah sakit keras dan harus mendapatkan perawatan intensif beberapa lama di Surabaya.