Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menunggu JAGADIRI, Mau "Menjaga Diri" Penyandang Buta Warna di Indonesia

12 Desember 2016   12:40 Diperbarui: 12 Desember 2016   12:56 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang Buta Warna 

"Maaf, Anda buta warna?" Ketika pertanyaan ini diberikan kepada sebagian besar masyarakat Indonesia, saya yakin sebagian besar di antaranya  pasti akan tergagap-gagap untuk menjawabnya. Tergagapnya bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama. Karena sama sekali tidak mengenal atau tidak mempunyai pengetahuan tentang buta warna, bahkan mendengar pun bisa jadi belum pernah. Kedua. Tahu tentang buta warna atau paling tidak pernah mendengar, tapi tidak tahu apakah dirinya buta warna atau tidak. Ketiga. Bisa jadi tahu tentang masalah buta warna, bahkan mungkin pula tahu dirinya buta warna atau tidak. Tapi seandainya penyandang buta warna biasanya mereka tidak tahu buta warnanya masuk kategori apa? Buta warna total atau parsial, kalaupun tahu masuk kategori buta warna parsial, parsialnya untuk warna apa?  

Apasih buta warna itu? Buta warna adalah kelainan genetika yang terpaut sex (sex linked) pada organ mata yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap spektrum warna tertentu yang disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan. (wikipedia). Intinya, pada penyandang kelainan buta warna, organ mata tidak bisa membedakan jenis warna-warna tertentu. Secara umum buta warna dibagi menjadi 2 macam, yaitu buta warna total dan buta warna parsial. Untuk buta warna parsial sendiri terbagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu protanomali (lemah mengenali warna merah  dan perpaduan/turunannya), deuteromali (lemah pada warna hijau dan tritanomali (lemah pada warna biru).

Keunikan Buta Warna dan Problematika Sosial yang Ditimbulkan.

Kelainan atau cacat bawaan yang satu ini tergolong unik! Sangat berbeda dengan bentuk-bentuk kelainan organ fisik manusia lainnya yang obyek kelainannya maupun efeknya biasanya bisa dirasakan oleh penyandangnya, begitu juga dari sisi visualitasnya,umumnya kelainan fisik bisa terlihat atau teridentifikasi oleh orang-orang di sekitarnya. 

Hal ini tidak berlaku bagi kelainan buta warna! Jangankan orang lain, penyandangnya atau penderitanya sendiri banyak yang tidak menyadarinya sebelum akhirnya berbenturan dengan moment-moment penting dan menentukan, seperti saat ingin melanjutkan pendidikan atau mendaftar kerja. 

Situasi ini jamak terjadi, karena kelainan buta warna haram hukumnya bagi jalur pendidikan berbasis eksakta, seperti pendidikan kedokteran, teknik, pertanian, dsb. Otomatis, aturan ini juga berlanjut alias berlaku juga untuk bidang pekerjaan yang berbasis pada dunia eksakta tersebut, tidak tekecuali untuk mendaftar menjadi anggota TNI dan Polri. Celakanya, tidak ada informasi sejak dini mengenai ketentuan-ketentuan penting ini oleh Pemerintah melalui pihak-pihak yang berwenang.

Berangkat dari fakta di atas, kelainan buta warna tidak bisa dianggap sepele atau bahkan dipandang hanya sebelah mata saja, selain secara faktual tidak bisa di sembuhkan, bagi penyandang yang tidak siap mental, tentu kelainan buta warna bisa memberi permasalahan multi dimensi (psikologi, sosial dan ekonomi) yang tidak mudah untuk mengatasinya.  

Grafi Buta Warna (Gambar : Klikdokter.com)
Grafi Buta Warna (Gambar : Klikdokter.com)
Fakta Problematika Buta Warna di Indonesia

 Permasalahan seputar kelainan buta warna berikut pemberdayaan bagi penyandangnya, sepertinya memang belum masuk dalam skala prioritas perhatian pemerintah melalui lembaga terkait seperti Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan, Departemen Sosial dan atau departemen lainnya yang membidangi pemberdayaan SDM masyarakat. 

Buktinya, sampai sekarang masih belum ada instrumen yang secara resmi disediakan oleh Pemerintah untuk memetakan penyandang buta warna di Indonesia berikut potensi sumber daya yang dimiliki. Padahal, seharusnya sejak dini masyarakat harus tahu bahkan harus memahami pentingnya mengetahui menyandang buta warna atau tidak!

Kenapa harus sejak dini? Begini diskripsi logikanya, sebut saja si Bintang yang sejak kecil bercita-cita menjadi seorang dokter.  Demi meraih cita-cita besarnya, si Bintang sejak dini sudah mempersiapkan diri sepenuh hati dengan belajar sungguh-sungguh dan selalu berusaha menjaga semangatnya. Tapi sayang, ketika mimpi sudah semakin dekat Bintang harus rela menerima takdirnya gagal menjadi dokter, karena buta warna dan yang paling menyakitkan adalah ketika Bintang baru mengetahui dan menyadari kalau dirinya menyandang kelainan buta warna.

Coba bayangkan! Bagaimana perasaan Bintang dan keluarganya! Bukan hanya masalah perasaan dan materi yang telah terbuang sia-sia, tapi juga waktu! Waktu tidak mungkin untuk diputar kembali untuk "merevisi" passion dan cita-cita sesuai dengan kondisinya sebagai penyandang buta warna! Sementara untuk berpindah  passion dan cita-cita tentu bukan perkara mudah dan juga bukan tanpa risiko.

Instrumen pemetaan yang saya maksudkan, salah satu fungsinya adalah untuk mengantisipasi munculnya fenomena salah memilih cita-cita karena terlambat mengetahui sebagai penyandang buta warna! Saya yakin fenomena ini di masyarakat layaknya "gunung es" alias hanya nampak bagian puncaknya saja, sedang bagian tengah dan kaki gunung yang lebih tambun tertutup oleh indahnya biru samudra! 

Tidak adanya instrumen pemetaan, tentu akan berbanding lurus dengan keberadaan aktivitas sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini tentu akan menyebabkan masyarakat Indonesia relatif tidak familiar, bahkan bisa jadi tidak mengenal sama sekali seluk beluk kelainan buta warna berikut konsekuensi bagi penyandangnya. 

Padahal, seandainya pemerintah secara formal menjadikan aplikasi tes buta warna sejak dini kepada semua anak-anak Indonesia, maka hasil test bisa dijadikan sebagai dasar bagi pemetaan potensi (blueprint) anak-anak Indonesia di masa yang akan datang dan ini akan membantu orang tua dan pemerintah sendiri dalam upaya merencanakan sekaligus mengarahkan pilihan jalur pendidikan yang tepat dan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu anak-anak Indonesia, secara lebih spesifik.  

 Coba bayangkan, Seandainya tiap tahun di Indonesia ada 1.000 saja generasi emas bangsa ini dari seluruh penjuru tanah air yang bernasib sama seperti Bintang yang salah memilih cita-cita karena buta warna, tentu bangsa Indonesia telah rugi besar! Kehilangan banyak generasi emas yang semestinya potensi dan kemampuannya bisa diarahkan dari awal sehingga kedepan bisa diberdayakan untuk pembangunan sumber daya manusia Indonesia dengan akurasi maksimal, sesuai dengan potensi dan bidang kemampuannya masing-masing.

Terobosan Ide Untuk JAGADIRI

Karena Pemerintah sepertinya belum tertarik untuk menangani permasalahan bagi penyandang buta warna ini, menurut saya ini menjadi peluang bagi pihak lain (swasta) entah lembaga pendidikan, asuransi atau yang lainnya. 

Mungkin ide saya ini bisa menjadi inspirasi. JAGADIRI sebagai salah satu perusahaan  yang sarat inovasi bisa juga turut serta membangun negeri dengan kreasi digital dengan cara membangun  start up khusus untuk penyandang buta warna, untuk melengkapi fitur start up JAGADIRI yang sudah ada. 

Tujuannya jelas, selain membantu masyarakat untuk merencanakan sekaligus merancang masa depan tidak hanya dari sisi pengelolaan keuangannya saja, tapi juga kesesuaian dan ketepatan memilih jalur pendidikan, proyeksi terhadap peluang usaha/dunia kerja yang sesuai dengan potensi masing-masing-masing-masing individu, selain itu fenomena gunung es penyandang buta warna di Indonesia yang sampai sekarang belum teridentifikasi secara akurat bisa jadi merupakan potensi pasar yang menjanjikan, karena belum ada yang menggarap.

Konten start up, nantinya berisi mulai dari artikel, berita, informasi medis, konsultasi medis seputar mata dan buta warna, fitur tes buta warna (tes Ishihara) digital yang bisa digunakan secara individu maupun masal yang bisa menjadi dokter pribadi untuk menganalisa kondisi kelainan mata pengakses, buta warna atau tidak. Bahkan bagi yang divonis menyandang buta warna kalau perlu bisa di-breakdown lagi jenis buta warnanya, total atau parsial secara akurat.

Untuk aplikasi tes buta warna, menurut saya bisa dimulai sejak kelas 2 atau 3 SD atau paling lambat kelas 6 SD, dengan asumsi dan pertimbangan siswa kelas 3 atau 4 SD sudah bisa mengenali angka dan huruf secara baik, hal ini berkaitan dengan aplikasi tes buta warna yang dikenal dengan test Ichihara yang memakai metode mengenali angka/huruf dan di usia-usia itu bagi orang tua atau guru yang sudah mempunyai peta potensi anak didik bisa memulai menanamkan sebanyak-banyaknya wawasan cita-cita/profesi yang relevan di alam bawah sadar anak-anak dengan menyesuaikan tingkatan usia atau kelasnya. 

Tes buta warna, seharusnya memang menjadi domain dari praktisi kedokteran khususnya spesialis mata. Untuk itu, agar kredibilitasnya bisa dipertanggung jawabkan, untuk membangun start up ini, Jagadiri bisa bekerja sama dengan rumah sakit mata atau dokter spesialis mata. Hal ini terkait dengan data-data medis yang mungkin diperlukan. Misalkan, jika seseorang dinyatakan buta warna parsial, dokter mata bisa merincikan lebih detail masuk parsialnya di warna apa? 

Bagaimana Jagadiri? Mau membangun negeri dengan kreasi digital khusus untuk penyandang buta warna?

URL Posting FB : https://www.facebook.com/kaekaha.rockerz/posts/711591299009975?pnref=story

URL Posting twitter : https://twitter.com/Kaekaha/status/807665677238607876

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun