Sedangkan kajian dari sisi yang lain, seperti batasan usia minimal/maksimal pandaftaran dan saat pelunasan BPIH serta alasan kesehatan karena kondisi atau penyakit tertentu yang secara medis dianggap membahayakan ketika harus menjalani ritual haji, juga masih belum bisa diputuskan atau difatwakan sampai sekarang. Begitu juga, kajian terkait usulan dan wacana pendaftaran haji dengan sistem buka tutup dengan teknis satu tahun dibuka dan lima tahun ditutup masih terus ditampung guna dikaji lebih mendalam.
Hanya saja, permasalahannya akan berbeda jika kelak dikemudian hari muncul tindakan-tindakan pragmatis tidak bertanggung jawab, demi memanfaatkan situasi ini yang dilakukan oleh oknum-oknum calon jamaah haji bekerjasama dengan pemangku kebijakan yang tidak bertanggung jawab, misal : indikasi adanya penyerobotan nomor urutan yang ditengarai sudah mulai sering muncul di daerah-daerah dengan berbagai modus. Masih ingat kan, menurut teori kriminologi munculnya tindakan kejahatan karena adanya peluang, kesempatan dan niat pelaku. Inti kendalinya ada pada peluang,sementara kesempatan dan niat bisa mengekor dibelakang. Semoga tengarai ini hanya rumor semata, sebagai salah satu bagian upaya mengingatkan semua pihak yang terkait dan berkepentingan dengan cara yang berbeda!
Lantas, apakah situasi ini dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya ikhtiar dari pemerintah dan pihak-pihak terkait? Menidaklanjuti PERMENAG No.29 Tahun 2015, Pasal 8 ayat 1, yang mengatur pengendalian haji berulang, diperlukan konsistensi dan pengawasan yang melekat mengingat kemungkinan lost controlmasih ada. Sebisa mungkin pemerintah juga harus menjalin komunikasi efektif secara intensif dengan berbagai Ormas Islam dan haji, seperti Muhamadiyah, NU, Persis termasuk IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) untuk lebih aktif mensosialisasikan PERMENAG No.29 Tahun 2015, Pasal 8 ayat 1 sekaligus membumikan Sunnah Rasul tentang kewajiban berhaji yang hanya satu kali seumur hidup kepada semua anggota, simpatisan dan seluruh umat Islam di Indonesia.
Sementara yang lainnya harus bersabar menunggu undangan Allah SWT, karena ibadah haji tidak hanya domaindari dimensi lahiriyah,kemampuanuangdan kesehatan semata, tapi juga urusan hati. Tautan hati akan kerinduan kepada-Nya berikut nikmat luar biasa yang bisa dirasakan ketika melaksanakan ibadah hajilah yang membuat militansi jamaah calon haji akan muncul sehingga akan melakukan apapun untuk mengapainya,termasuk menunggu puluhan tahun lamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H