Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Format Inovatif dan Edukatif Penuntasan Masalah Sampah di Indonesia

24 Desember 2015   17:17 Diperbarui: 25 Desember 2015   07:22 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk menyelesaikan masalah sampah secara tuntas dan komprehensif, point pertama yang wajib dan harus disiapkan adalah sebuah otoritas pemerintahan yang legal, kredibel dan bermental kuat, baik dari segi manajemen maupun politik. Dengan bergaining power yang kuat, maka konsistentensi dan akselerasi semua program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah relatif bisa dikontrol dan dijaga stabilitasnya sampai tuntas. Sejauh ini, program pemerintah dalam pengentasan masalah sampah (dan program lain yang menyasar masyarakat) selalu mentok di level jalur distribusi. Kita kuat dalam konsep tapi lemah dalam penerapan dan pengawasan. Sehingga banyak program, termasuk pengentasan sampah yang manfaatnya tidak sampai pada masyarakat hanya berhenti pada kertas laporan yang ujung-ujungnya adalah ABS alias Asal Bapak Senang.

Sekarang, kita memerlukan sebuah gagasan program nasional pengelolaan sampah dari pemerintah yang bersifat menggebrak masyarakat! Power daya gebraknya kalau perlu yang bisa memberikan efek shock Therapy kepada masyarakat dengan tujuan untuk mengembalikan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya sendiri, khususnya terhadap sampah. Program gebrakan dari pemerintah ini tetap harus dilengkapi dengan visi dan misi yang jelas dan terukur, aturan main yang aplicable dan kelengkapan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan. Disini, kita juga memerlukan sebuah tim pemerintahan yang kreatif, inovatif, mau bekerja keras dan bekerja cerdas.

Memang secara teori, idealnya sebuah program yang menyasar kepada masyarakat akan berjalan lebih efektif dan efisien jika pola strategi yang dipakai pemerintah adalah pola bottom up bukan top down dimana masyarakat dilibatkan secara langsung untuk ikut menentukan skala prioritas dan teknis operasional yang sesuai dengan karakter sosioculture-nya masing-masing. Tapi akan lebih ideal jika memakai pola berimbang, dimana masyarakat tetap dilibatkan secara langsung untuk ikut menentukan skala prioritas dan teknis operasional yang sesuai dengan karakter sosioculture-nya masing-masing, sedangkan pemerintah berperan sebagai steering comite, advisor dan supervisi yang wajib menjamin keberlangsungan dan keberjasilan program yang telah dicanangkan pemerintah.

Sebagai contoh :

Saat ini sebagian masyarakat kita sedang demam bank sampah. Bank sampah dinilai oleh (masih) sebagian masyarakat kita sebagai salah satu solusi inovatif untuk mengentaskan masalah sampah di daerah/wilayah masing-masing (level RT, RW dan Desa). Seharusnya pemerintah mengkaji fenomena bank sampah yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat ini dan kalau memang metode bank sampah ini dinilai efektif, efisien, cocok dan tepatguna untuk menyelesaikan permasalahan sampah di seluruh Indonesia, segera ambil langkah strategis menjadikan bank sampah sebagai program nasional untuk mengentaskan masalah sampah di seluruh Indonesia.

Pemerintah melalui perangkatnya sampai level paling bawah bisa "memaksa" masyarakat untuk membangun bank sampah dengan cakupan luas wilayah sesuai kebutuhan. Bisa per-RT, RW, atau desa/kelurahan dengan penanggung jawab pengelolaan program dipegang pemimpin atau ketua wilayah setempat, kalau lingkungan RT ya ketua RT, kalau lingkungan RW ketua RW dan kalau cakupannya wilayah desa otomatis kepala desanya. Atau kalau mau formal sekaligus profesional pengelolaan bisa diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) atau dengan mendirikan koperasi. Ini hanya sebuah contoh dari rancangan kasar, untuk bentuk detail dan idealnya pemerintah melalui kemeterian atau kedinasan terkait bisa mengkaji lebih dalam. 

I.2 Masyarakat

Inti dari permasalahan sampah di Indonesia lebih kepada orang/manusia-nya daripada faktor yang lain. Untuk itu, faktor manusia harus menjadi perhatian pertama dan utama pemerintah sebelum mebenahi faktor lainnya jika ingin permasalahan sampah bisa segera dituntaskan. Untuk kepentigan ini, memang harus ada kerja sama/sinergi lintas sektoral bisa lintas kementerian atau juga lintas kedinasan tidak bisa dibebankan pada satu titik domain saja. Seperti kita pahami bersama, masalah infrastruktur adalah domain dari kemeterian PUPR, untuk optimalisasi berbagai program yang berkaitan dengan infrastruktur tentunya kementerian pUPR tidak bisa bekerja sendiri tapi harus bersinergi dengan pemangku kepentingan lainnya sesuai situasi dan kebutuhannya.   Sebagai contoh, untuk mengembalikan kesadaran, pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungannya, masyarakat perlu treatment riil yang aplicable seperti keteladanan dan kurikulum pendidikan yang bisa mendukung sosialisasi program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah. 

I.2.a. Teladan

"Guru kencing berdiri, murid kencing berlari" peribahasa yang menggambarkan pentingnya sebuah keteladanan ini sangat cocok untuk mengambarkan keresahan masyarakat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Salah satu penyebab kegagalan kita mengatasi masalah sampah adalah minimnya keteladanan dalam lingkungan kita. Sebagai contoh, Kota Banjarmasin yang terkenal dengan "Kota Seribu Sungai", beberapa tahun silam pernah mendapatkan predikat sebagai kota terkotor di Indonesia. Parameternya jelas! Jika berkaitan dengan kata kotor urusannya pasti tidak jauh dari masalah sampah. Ironis memang, sungai yang selama ini menjadi icon Kota Banjarmasin dan telah menjadi urat nadi bagi kehidupan masyarakat Kota Banjarmasin selama berabad-abad lamanya, disaat bersamaan juga menjadi keranjang sampah bagi sebagian besar masyarakat kota yang tinggal di bantaran sungai.

Kenapa bisa begitu? Jawabannya adalah karena teladan atau contoh! Generasi sekarang kalau ditanya kenapa buang sampah ke sungai? jawabnya pasti karena melihat pendahulunya juga membuang sampah di sungai. Begitu terus tidak akan pernah sampai keujung. Jadi keteladanan merupakan salah satu kunci pembentuk karakter baik individu maupun komunal. Rumah, sebagai lingkungan terkecil sekaligus influence yang paling kuat dan intensif dalam pembentukan karakter anggotanya merupakan titik penting sumber keteladanan. Disini, peran tetua, orang yang dituakan dan orangtua merupakan titik sentral dalam membentuk generasi yang peduli sampah. Disini Kementerian PUPR bisa bersinergi dengan menteri yang terkait, bisa kementerian Sosial, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kemneterian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau yang lainnya sesuai kebutuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun