Mohon tunggu...
ARES REVA
ARES REVA Mohon Tunggu... Administrasi - Bookish

Hi, visit me ya di Ceritaaresreva.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Panduan Memahami Induk Kebutuhan Air ketika Hidup di Ban Berjalan

12 September 2019   23:30 Diperbarui: 14 September 2019   15:13 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar disadur oleh penulis sendiri

Perbaikan di masyarakat urban adalah segala hal harus serba mudah, tanpa terkecuali pun. Dan pada akhirnya, pemprov DKI menjatuhkan bom gagasan ideal berupa pertanian di lahan perkotaan. 

Petani yang tengah menunggang ban berjalan, pun akhirnya bisa menikmati bercocok tanam dengan gagasan kemajuan yang ideal. Balkot farm pun hadir sebagai contoh untuk masyarakat urban dengan sistem hidroponik.

Gambar Diambil Dari Sumber ceknricek.com
Gambar Diambil Dari Sumber ceknricek.com

Dogma Sandang Pangan, Papan, dan teknologi 

Pemikiran petani urban adalah Water-Grow-Eat dalam bidang pertanian di saat tengah hidup di ban berjalan. Mereka menganggap sebagai  petani urban semestinya juga memiliki karakteristik masyarakat urban, yang mana mempermudah mereka dalam melakukan segala hal.  

Pemikiran yang hanya mengairi, lantas tumbuh dan mampu dikosumsi seakan tidak mungkin bila pengetahuan tidak berkuasa. Maka, saat pemprov DKI menjalankan Balkot Farm, teknologi mutakhir dengan memanfaatkan kucuran air hujan pun dikelola tanpa harus menggunakan masyarakat urban terjun langsung. 

Hal inilah yang membuat IoT (internet of thing) dan intelegents artifical ikut menjadi rangkaian bom yang dijatuhkan oleh pemrov DKI dalam balkot farm.

Dan tiga hal singkat itu pun akhirnya bisa diwujudkan oleh petani urban.

Edukasi Petani Non Tunai

Setelah IoT menjadi rangkaian bom yang menghancurkan perangkap kemewahan, beberapa lembaga ikut andil lagi mempermudah masyarakat urban untuk tidak lagi terjebak dalam perangkap kemewahan. Sebagai contohnya, Bank DkI yang seluruhnya mendukung adanya petani urban dengan membantu balkot farm di balai kota Jakarta.

Pada hari Selasa Sekretaris Perusahaan Bank DKI, Herry Djufraini di Jakarta menyatakan, "Kami sangat mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta dalam mengembangkan hasil pertanian yang terintegrasi dengan IoT (Internet Of Things)."

Gambar diambil dari laman jakone.mobi
Gambar diambil dari laman jakone.mobi

Bila kita tidak memanfaatkan air hujan seperti balkot farm, atau menggunakan sistem IoT dan intelegent artificial, kita tidak perlu takut untuk pengairan pada pertanian urban. 

Bank DKI menyediakan JAKONE MOBILE untuk mempermudah keinginan kita sebagai petani urban. Bukan hanya pembayaran PDAM, listrik, internet, dan segala keperluan sehari-hari bisa kita gunakan dalam satu aplikasi ini. Inilah kenapa Bank DKI mengapresiasi pemprov DKI dalam mengembangkan pertanian basis teknologi, karena Bank DKI ikut andil dalam pelindung ban berjalan kita saat ini.

Dan nyatanya petani urban berhasil berjalan tanpa terperangkap lagi walaupun hidup di dalam ban berjalan

Ambisi Aku dan Air Sebagai Kredo Permanen

Menanggapi gagasan pemrov DKI, aku dan air pun berkontribusi dalam kesenangan Bapak di lantai atas yang terdapat lahan kosong. Walaupun saya kira tanaman Lombok, sawi, dan beberapa macam lain bukan dalam jenis hidroponik, tetapi saya menggunakan cara pemprov melakukan pengairan tanpa sistem teknologi.

Kami menggunakan air yang jatuh dari keran setelah melakukan wudhu. Air yang jatuh saat wudhu itu ditampung dalam ember hitam besar. Walaupun saya sempat berkomentar karena bisa menyebabkan bintik nyamuk, tetapi sebelum malam dan menambah hari, Bapak saya melakukan penghabisan dengan menyirami ke dalam tanah tanaman favoritnya.  

Dasar kebutuhan saya dan bapak saya memang mutlak dinamis bila ban semakin berjalan kencang. Pengetahuan mendadak semakin berambisi. Seperti yang saya tuliskan, saat kita menunggangi ban berjalan, tujuan awal yang mendapatkan berubah menjadi mengejar. 

Dan kali ini, saya dan air harus dihadapkan dengan ambisi tuntutan yang mutlak permanen.

Kita bisa menggunakan bekas air wudhu untuk kembali jatuh ke dalam tanah, dan membuat induk kebutuhan kita kembali dinamis dan luwes. Saya bisa melepas diri dari perangkap kemewahan yang mana saya begitu tidak suka dengan menimbun air kotor, dan ternyata air tersebut membawa bahan baku yang semakin bertambah.

Luapan Samudera Kesadaran

Bila petani urban menunggangi ban yang berjalan lebih cepat, maka di tahap ini, kita berhak untuk memahami sampai ke dasarnya bagaimana bahan baku energi itu tidak lagi habis. Sebab sumber daya berkaitan dengan penelitian, kesadaran dan kekuasaan. Kesadaran lah yang membawa kita benar-benar bisa mengendalikan induk kebutuhan yang hampir merenggut nyawa bahan baku air.

Bank DKI, kemeterian pertanian, dan beberapa pemprov di Indonesia telah melakukan berbagai cara untuk membuat kita menyadari bila ekonomi modern serupa dengan hewan bunglon yang selalu mengubah diri.

Gagasan IDEAL yang saya gunakan sebagai panduan ketika induk kebutuhan mampu menghancurkan sumber daya energi dan bahan baku lainnya. Kendati siapapun memang akan terjebak dalam perangkap kemewahan, pada akhirnya yang hidup di ban berjalan akan hidup bahagia. 

Kita hanya perlu memberi selamat kepada masyarakat urban yang telah berhasil menyingkir dari perangkap kemewahan dengan melindung alas ban mereka menggunakan pengetahuan, seperti gagasan yang saya judulkan sebagai IDEAL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun