Mohon tunggu...
Dani Febri
Dani Febri Mohon Tunggu... Penulis - Terpercaya, Akurat, dan Kredibel

Yakinkan dengan iman Usahakan dengan ilmu Sampaikan dengan amal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2024: Pemilih Muda menjadi Sasaran Empuk Post Truth Era

14 Januari 2024   17:25 Diperbarui: 14 Januari 2024   17:33 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalahnya media informasi alternatif sejenis TikTok, Instagram atau media sosial lainnya tidak selalu informasi atau berita yang benar. Dalam era post truth ini, terutama memasuki tahun politik pemilu 2024, penyebaran berita atau penggiringan opini publik yang disengaja di media sosial menjadi isu yang berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di Indonesia.

Penulis berikan contoh kembali, barangkali pembaca masih ingat dengan Pemilu 2019. Pada saat itu terdapat Capres yang bergaya keras dan berasal dari militer. Saat itu, kita masih ingat betul betapa gagah dan beraninya Capres tersebut menentang dan mengkampayekan anti antek asing, di hadapan pendukungnya saat itu ia tidak segan-segan menggebrak-gebrak meja sembari berorasi bak seorang patriot. Pada saat itu pula, polarisasi yang terjadi di Indonesia begitu masif. Pertanyaanya, apakah itu post truth?

Kemudian pada pemilu 2024 yang sudah semakin dekat pelaksanannya. Capres yang sama tapi dengan gaya yang berbeda, bahkan citra Capres ini di desain oleh tim pemenangannya menjadi sosok yang imut (gemoy), jago berjoged, dan mudah mendapat empati. Akal sehat yang tidak sakit akan bertanya. Mengapa terjadi demikian? Lalu memunculkan pertanyaan kembali apakah ini juga post truth yang sengaja di desain? 

Pada dasarnya semua adalah bentuk kepalsuan belaka. Dalam era post truth ini kita sebagai pemilih sangat tidak dianjurkan untuk terlalu fanatik pada golongan tertentu. Karena kita belum mengetahui kondisi asali dari ketiga paslon Capres dan Cawapres tersebut. Tapi untuk memilih, kita di tuntun oleh Ilmu Pengetahuan kisi-kisinya seperti apa bukan lagi mendasarkan kebenaran subjektif belaka.

Tulisan ini didedikasikan agar logical fallacy publik tidak terjerembak pada kedunguan. Tidak ada unsur untuk merendahkan pihak manapun. Semata-mata bagian dari kampaye Pemilu damai dan berperan aktif dari proses mencerdaskan kehidupan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun