Mohon tunggu...
Kabati
Kabati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ruang Kerja Budaya

Penulis dan aktivis sosial budaya berdomisili di Padang Sumatera Barat

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Kekerasan Berbasis Gender di Sumbar: Haruskah Gubernur Minta Maaf?

10 Mei 2024   17:38 Diperbarui: 10 Mei 2024   17:39 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekerasan Berbasis Gender

Haruskah Gubernur Minta Maaf??

Padang-- Baru saja Sumbar dihebohkan dengan berita perdagangan anak. Korban trafficking itu puluhan orang dan semuanya perempuan di bawah umur. Beberapa orang ditemukan terlantar di Jakarta. Beritanya memenuhi media ibukota, koran lokal terdiam. Ada yang diam-diam membantah, mana pula mungkin, di bumi matrilineal minangkabau yang jaya raya ini ada perempuan diperdagangkan? Bukankah setiap jengkal tanah dan kekayaan yang ada di atasnya adalah milik perempuan?

Berita-berita miris kekerasan berbasis gender memang menjadi terus, juga di Sumbar. Gubernur bilang masyarakat harus hati-hati, jangan gampang diiming-imingi gaji besar. Keluarga dan lingkungan juga diminta oleh gubernur untuk saling  mengawasi. Tentu saja selaku pemerintah, harus mengatakan itu. Masak gubernur akan minta maaf pula kepada warga,

 "Maafkan saya, sudah lalai membiarkan perempuan dan anak-anak kita yang seharusnya hidup senang dan bahagia di bumi yang makmur gemah ripah ini harus terjual, jadi komoditi dan terlunta-lunta dengan harga diri yang lebih buruk dari zaman perbudakan. Maafkan saya selaku gubernur belum bisa membuat kalian sejahtera..."  

Tidak ada, gubernur tidak akan minta maaf pada rakyat di muka media. Mudah-mudahan di dalam sujudnya, dalam munajatnya pada tuhan, permintaan ampun itu terucap.

Data dari dinas tenaga kerja menyebutkan, secara nasional kasus perdagangan orang di Indonesia tinggi. Semenjak tahun 2019 sampai tahun lalu tercatat sebanyak 1331 orang, 97 persen korban adalah perempuan dan anak. Akar masalahnya kompleks, kemiskinan, pendidikan rendah, lapangan kerja minim. 

Apakah semua itu kesalahan pemerintah? Tidak mampu mengentaskan kemiskinan, tidak bisa memberikan pendidikan yang berkualitas, tidak mampu menyediakan lapangan kerja? Oh, tidak? Jadi salah rakyatkah? Rakyat dihimbau berhati-hati, jangan gampang teriming-iming gaji besar dan jangan tergoda sesuatu yang tidak pasti, begitukah?

Kisah kemiskinan, pemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi. Bahkan karena terus berulang itu, jurnalispun sampai bosan bahkan menjadi biasa saja dengan berita serupa. Setiap menulis kasus anglenya itu itu saja.

Gelisah dengan keadaan ini, kawan-kawan jurnalis perempuan yang tegabung dalam Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumatera Barat kemudian memutar akal, mencari jalan. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan kunjungan kerja ke Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M). Ini dilakukan guna mempelajari lebih dalam mengenai isu-isu perempuan, kekerasan berbasis gender dan bagaimana mengkampanyekan kesadaran anti kekerasan seksual di Sumatera Barat.

Isu kekerasan seksual berbasis gender di Sumatera Barat masih menjadi persoalan pembangunan yang sensitif untuk dibahas. Kendala agama dan budaya seringkali membuat pererintah sangat berhati-hati terhadaap isu ini, padahal hal ini merupakan masalah konkrit dan terjadi sehari-hari, demikian dikatakan ketua FJPI Sumbar, Nita Indrawati Arifin.

"Kita memerlukan alat analisis yang tajam untuk membaca berbagai fenomena sosial terkait kasus kekerasan seksual berbasis gender ini agar tidak terjadi kesalahan dalam menulis berita," ujar Nita yang dibenarkan oleh anggota FJPI lainnya.

Nova Anggraini dari www. haluan.com bahkan mengatakan bahwa selama ini dia mengira yang dimaksud kekerasan itu hanyalah yang bersifat fisik sehingga dia merasa tidak begitu penting untuk menulis isu-isu kekerasan yang sifatnya verbal. Hal ini juga dibenarkan oleh Yuke dari Singgalang.

"Padahal kami tidak sekali dua kali mengikuti pelatihan dan liputan dengan tema kesetaraan dan keadilan gender. Namun streotipe di masyarakat cukup kuat sehingga kita jurnalispun kadang kala menjadi bias dalam menulis berita," aku Atviarni, jurnalis senior surat kabar Harian Haluan.

Kedatangan rombongan FJPI ini disambut oleh tim kerja  LP2M, Ramdhaniati (direktur LP2M Periode 2018-2024), Tanty Herida (Menejer Program) dan Vebyan Syafitra Staf Information Communication Technology (ICT). Selain memperdalam pengetahuan tentang akar-akar persoalan kekerasan seksual, pada kesempatan kunjungan kerja tersebut rombongan FJPI juga mendapat pembekalan materi tentang pemanfaatan ruang digital untuk kampanye-kampanye anti kekerasan.    

"Kami menganggap kunjungan ini penting karena wartawan sebagai ujung tombak penyebar informasi. Kawan-kawan wartawanlah seharusnya paham dulu tentang akar persoalan kekerasan ini, sehingga tidak melakukan kesalahan dalam menulis berita," ujar Tanti.

Lebih lanjut dikatakan Tanti bahwa isu terbaru berkenaan dengan kekerasan seksusal ini adalah  perdagangan anak serta pernikahan usia dibawah 19 tahun.

 "Kalau akar persoalannya tidak terpecahkan maka kekerasan ini akan terus berulang," ujar Tanti dalam bincang yang diadakan di kantor LP2M Jalan Semeru Raya No 12 Gunung Pangilun Padang Utara Padang tersebut.

dokpri
dokpri

Menurut Nita, selain menimba ilmu, kunjungan FJPI ini juga sebagai bentuk kepedulian atas tingginya tingkat kekerasan berbasis gender di Indonesia. FJPI bekerjasama dengan kedutaan besar Australia untuk Indonesia menggalang kampanye memalui lomba vidio Kampanye Anti Kekerasan Seksual terhadap perempuan. Lomba ini diadakan khusus anggota FJPI di seluruh Indonesia.

"Kedatangan kami ke LP2M juga untuk belajar bagaimana membuat konten-konten media yang berbasis kesadaran gender ini. Untuk itu kami berterimakasi banyak kepada kawan-kawan di LP2M yang bersedia berbagi pengetahuan dengan kami. Mudah-mudahan bisa terjalin kerjasama berkelanjutan," ujar Nita.

Semoga apa yang dilakukan kawan-kawan jurnalis perempuan ini bisa sedikit mengurai benang kusut persoalan kemiskinan kita.*** Ka'bati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun