Berkurangnya APBD kita ini, belum lagi ditambah dengan adanya kemungkinan kebijakan refocusing tahap III, pasca virus Omicron yang sudah terdeteksi masuk ke Indonesia.Â
Belum tuntasnya target pencapaian vaksinasi sebagai akibat dari minimnya sosialisasi ke masyarakat, yang tidak sebanding dengan penyediaan dana refocusing tahun 2021, yang hampir mencapai 30-an miliar jumlahnya, adalah catatan penting bagi tata kelola penanganan covid 19 di Kabupaten ini, hingga pengrusakan fasilitas kesehatan dan berakhir dengan ditahannya 3 orang di balik terali besi milik Polres Kaimana.Â
Dan juga berkurangnya kucuran dana dari Pemerintah Pusat sebagai akibat dan konsekiuensi dari banyaknya program dan kegiatan yang tidak diselesaikan pada tahun 2021. Pinalti berkurangnya DAU maupun DAK adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah penatakelolaan keuangan daerah kita. Semua itu pasti telah tercatat rapi, serapi-rapinya dalam benak semua orang yang mengerti dan paham tentang politik.
Kebijakan pengelolaan keuangan daerah untuk peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat, tentu memiliki tatanan prosedur yang diatur melalui regulasi aturan perundang-undangan serta tetek bengeknya, hingga akhirnya bermuara kepada sebuah kebijakan daerah.Â
Paling tidak, dia memiliki tahapan yang prosedural, penuh pertimbangan serta syarat akan 'logikalisme', untung ruginya bagi kepentingan daerah dan hak-hak dasar seluruh rakyat Kaimana.
Wakil Bupati Kaimana, Hasbulla Furuada, hingga saat ini pun belum banyak bicara di media berkaitan dengan persoalan ini.
Sebagai anak asli Kaimana, seharusnya, Sang Pemimpin Masa Depan ini, memiliki 'sense of crisis' terhadap ketidaktahuan ribuan warga di kampung-kampung dan di Kota Kaimana dari sejumlah kebijakan yang belum selayaknya berpihak untuk kepentingan masyarakat seluruhnya. Namun, demikianlah sebuah 'ritme' yang saat ini terjadi.
Hibah Batik Air yang didorong saat ini adalah sebuah loncatan kebijakan untuk mempercepat akselerasi dukungan terhadap pariwisata kita, namun setidaknya bukan harus dipaksakan saat ini.Â
Persiapkan dulu infrastruktur dasarnya, persiapkan dulu masyarakatnya untuk menyambut 'genderang perang' pariwisata yang kemungkinan besar akan semakin terbuka di kemudian hari. Jangan sampai, masyarakat yang akhirnya dikorbankan dari sejumlah kebijakan yang ada saat ini.
Jika akhirnya harus disetujui oleh para Wakil Rakyat kita di DPRD Kaimana, hanya satu harapan kami, bahwa atas nama demokrasi, yang menyebabkan kepentingan rakyat jadi tersandera atas kebijakan yang bukan prioritas ini, semoga pemahaman saya yang keliru bahkan salah ini, tidak memunculkan pemahaman yang sama bagi masyarakat Kaimana lainnya dari Ure sampai Pigo, dari Omba Nariki hingga ke Nusaulan atas kebijakan ini. Karena, nila setetes bisa merusak susu sebelanga.
Akhirnya, bagi mereka yang tidak sepakat dengan pikiran ini, silakan menulisnya dengan narasi yang diharapkan dapat mengedukasi public.