Mohon tunggu...
Syani Maharani
Syani Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa

Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Learning Loss: Dampak Pandemi Covid-19 dan Cara Menanggulanginya

30 Juli 2021   17:07 Diperbarui: 31 Juli 2021   11:12 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh terganggunya proses pendidikan formal.
Dalam setahun ini, 75% sekolah di seluruh dunia, sempat bahkan masih belum membuka kembali pembelajaran tatap muka. Data dari berbagai penelitian, terdapat tiga masalah pokok akibat dari sekolah tidak melakukan tatap muka:

1. Hilangnya motivasi belajar siswa.

Masih berdasarkan data penelitian yang sama di SDN 063 Bandung, motivasi belajar siswa kelas 3D menurun karena mereka tidak mengalami interaksi dengan teman-temannya secara langsung. Dengan tidak pergi sekolah, kebanyakan peserta didik merasa seperti tidak memiliki alasan dan motivasi yang cukup kuat untuk belajar. Ketika biasanya guru memperhatikan mereka secara langsung di kelas, tingkat keinginan belajar mereka relatif lebih terjaga. Tetapi saat tidak ada guru, biasanya kesadaran belajar ini pun menurun. Tinggalah orang tua di rumah berjuang lebih keras agar mereka tetap semangat belajar disamping meyakinkan mereka ada dalam kondisi aman dan sehat.

2. Adanya disparitas / kesenjangan belajar. 

Kondisi ekonomi keluarga tentu berbeda, belum lagi berkurangnya pendapatan orang tua untuk menyokong kebutuhan belajar tentu menjadi masalah utama. Pembelajaran melalui moda daring membuka peluang adanya disparitas atau kesenjangan belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki fasilitas belajar yang baik, dukungan keluarga yang utuh, hampir pasti memiliki tingkat keberhasilan dan keterlibatan yang baik dalam belajar. Tidak dipungkiri, banyak peserta didik yang minim fasilitas dan dukungan keluarga yang kurang, tapi tetap bersemangat dalam belajar, namun tentu ini situasi yang anomali. Kurang efektifnya tes formatif, ditiadakannya berbagai evaluasi, cukup membuat peserta didik dan guru kehilangan acuan seberapa jauh pembelajaran dikatakan berhasil.

3. Kemungkinan putus sekolah.

Siswa di sekolah non-perkotaan atau daerah 3T mulai menunjukkan sinyal adanya keinginan untuk putus sekolah (drop out). Beban yang harus dipikul oleh keluarga melalui pembelajaran daring dianggap cukup memberatkan.

Ketidakpastian akan kapan sekolah kembali normal berakibat pada munculnya kebosanan yang mendorong beberapa peserta didik ingin berhenti sekolah. Alasan ketiadaan fasilitas, kebingungan menghadapi tugas yang dianggap terus menerus dan memberatkan, membuka jalan untuk para siswa yang hidup ditengah keterbatasan untuk memilih bekerja sehingga dapat meringkankan beban keluarga dan bisa menghidupi dirinya sendiri. Tentu ini harus kita hadapi dengan penuh empati, terutama mereka yang sudah duduk di kelas/tingkat akhir masa pendidikannya. Waktu dan tenaga yang sudah mereka berikan akan terbuang percuma.

Lalu bagaimana learning loss ini bisa kita minimalkan? Banyak ahli menyarankan beberapa strategi yang bisa ditempuh walaupun tentu saja semua perlu penyesuaian dengan kondisi sekolah masing-masing. Adapun strategi tersebut antara lain:

1. Optimizing Teaching and Learning Supports during School Closures.

Strategi ini menjelaskan bahwa sekolah perlu mengoptimalkan segala upaya untuk mendukung berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan juga dukungan dalam bentuk keberagaman sumber belajar selama sekolah tidak melakukan tatap muka. Intinya, ketiadaan pembelajaran tatap muka seyogyanya tidak begitu mengurangi esensi pembelajaran termasuk di dalamnya bagaimana guru dan sekolah tetap dapat memantau sikap dan juga karakter siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan merancang pembelajaran yang variatif, sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat siswa. Lakukan pendekatan yang baik sehingga siswa termotivasi untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Koordinasi dan komunikasi antara sekolah dan orang tua juga sangat penting untuk meyakinkan bahwa siswa terlibat dalam pembelajaran, penyelesaian tugas termasuk kontrol orang tua dalam penggunaan gawai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun