Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebersihan kok Nunggu Perintah, Bos

9 September 2015   06:29 Diperbarui: 9 September 2015   07:34 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika, saya dan kawan-kawan mengadakan siaran langsung (Off Air) lomba mewarnai gambar dan peragaan busana tingkat TK dan SD di Lapangan Segitiga Tanjung Enim.  Lapangan Segitiga ini, secara kebetulan berada di komplek perusahaan tambang batubara terbesar di Indonesia, yang berdekatan dengan ruang utama direksi perusahaan itu.

Sudah tentu, hampir setiap karyawan dan petinggi perusahaan tambang ini, akan melewati  jalan yang persis ada di sebelah kanannya.  Seperti biasa, setiap kali menggelar Off Air, puluhan pedagang kakilima dari berbagai jenisnya, muncul secara berangsur. Persis, seperti semut, yang kemudian mengerumuni gula, saat ada satu butir gula jatuh ke lantai.  Tidak berbeda pada acara ini.  Ratusan, anak dari berbagai penjuru di wilayah Kabupaten Muara Enim, beserta orang tuanya, tumplek bleg  di lapangan segitiga, ditambah lagi dengan pendukung lainnya.

Adalah sebuah konsekuensi, jika kemudian akibat kerumunan itu, selain membawa cerita masing-masing orang tua wali, juga meninggalkan onggokan sampah diluar batas kebiasaan. Tumpukan sampah, sudah pasti siapapun enggan melihatnya, apalagi sampah itu bertumpuk, tepat di kawasan kantor besar sebuah perusahan elit. Bagi perusahaan, ini adalah noda. Apalagi kalau tiba-tiba ada tamu dari luar kota dan melewati lapangan itu. Tapi karena kebetulan hari itu adalah hari libur,  saya dan panitia tidak terlalu dikejar oleh jam kerja.

Kami selesai membereskan barang-barang keras, sekitar pukul 14. 00 WIB. Semua peralatan  elektronik, panggung, tenda, kursi, sudah beres, diangkat ke kantor, tempat kami berkerja. Barang yang pinjaman juga sudah diangkut yang punya, seperti organ tunggal dan sound sistem-nya.

Sebelum kami bubar, saya dan kawan-kawan sempat makan bersama, diatas terpal yang didaulat sementara menjadi tikar darurat. Asyik memang, sekalipun agak gatal. Tapi, karena keadaan lelah dan lapar, rasa gatal dan kumuh tak membuat kami harus beranjak pergi. Semua berjalan sebagaimana biasa, sama seperti ketika kawan-kawan makan diatas meja makan.

Usai makan, muncul lagi persoalan. Apalagi kalau bukan sampah. Di hadapan kami, selain bekas bungkus nasi, masih terserak berbagai jenis sampah ringan. Koran bekas, bekas kemasan minuman mineral, plastik bekas bungkus  permen, kue kering atau hanya air minum energi yang tak sempat dihabiskan, karena keburu anaknya minta pulang.

Sampah. Ini yang kemudian kami tinggalkan satu malam, usai kegiatan. Kami berpikir, besok pukul 06. 00 WIB, seperti biasa ada petugas kebersihan yang sigap membersihkan segala sampah di Lapangan Segitiga. Tapi apa yang kami perkirakan salah.

Pukul. 07. 00 WIB, saya masuk kantor. Dan ternyata, saya masih melihat  sampah kemarin masih menghampar di Lapangan  Segitiga. “Waduh, gawat,” pikir saya spontan. Ini pasti akan mengundang reaksi keras dari direksi perusahaan tersebut, atau minimal bagian  kebersihan lingkugan. Belum, sempat pikiran saya mengendap, seorang petugas datang ke kantor saya. Mukanya sudah menunjukkan sikap yang kurang sedap. Tapi karena saya harus meng-handl berita pagi, saya tak sempat bicara dengan petugas itu. Hanya Heru, teman saya yang diajak bicara soal sampah. Sudah pasti, akan terjadi ketegangan Heru dengan petugas.

Saya baru tahu dari Heru, kalau untuk membersihkan Lapangan Segitiga, harus ada “uang rokok” sebagai tambahan insentif.

“Lho, itu kan tugas mereka?” tanya saya spontan.

“Iya, Mas, tapi kebersihan ini kan sudah ditekel  CV, diluar perusahaan ini”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun