Sandika Wandara: Pemuda Inspiratif dari Batang Hari
Desa Rantau Kapas Mudo, di Kabupaten Batang Hari, Jambi, adalah tempat di mana kehidupan berjalan perlahan namun penuh kedamaian. Di desa ini, pagi hari dimulai dengan suara azan subuh yang menggema dari masjid kecil, memanggil penduduk untuk menunaikan salat. Kabut tipis sering menyelimuti sawah-sawah hijau yang terbentang luas, sementara anak-anak berlarian di pematang, membawa tas sekolah lusuh namun penuh harapan. Dari desa sederhana inilah Sandika Wandara memulai perjalanan hidupnya.
Sandika lahir pada tanggal 6 Agustus 2002, di tengah keluarga yang memegang teguh nilai-nilai agama dan budaya. Ayahnya adalah seorang buruh tani, sementara ibunya mengelola rumah tangga dengan penuh cinta dan kesabaran. Mereka bukan keluarga yang kaya, tetapi mereka kaya akan semangat dan keyakinan bahwa pendidikan adalah jalan keluar dari keterbatasan.
Sejak kecil, Sandika dikenal sebagai anak yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Ia sering duduk di dekat ayahnya yang sedang membaca buku atau mengajar mengaji anak-anak di desa. Dari sana, ia belajar tentang pentingnya ilmu pengetahuan dan berbagi dengan orang lain. Ibunya, di sisi lain, selalu menanamkan nilai-nilai kerja keras. Ia sering berkata, "Sandika, hidup ini seperti sawah. Kalau kau tidak menanam dengan sungguh-sungguh, jangan harap bisa panen yang baik." Kata-kata itu terus terngiang di benaknya hingga dewasa.
Masa Kecil dan Pendidikan Dasar
Di usia enam tahun, Sandika mulai bersekolah di SD Negeri 01/1 Pasar Muara Tembesi. Ia adalah murid yang rajin dan sering kali menjadi pusat perhatian di kelas. Namun, bukan karena ia paling pintar, melainkan karena ia suka membantu teman-temannya yang kesulitan. Guru-gurunya sering memuji kebaikan hatinya. Bahkan, ada cerita di mana Sandika rela berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk membantu seorang teman yang lupa membawa buku pelajaran.
Di sela-sela kesibukannya belajar, Sandika juga sering membantu ibunya di rumah. Keseimbangan antara tanggung jawab di rumah dan sekolah membuatnya tumbuh menjadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab.
Ketika ia lulus SD, Sandika melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Batang Hari. Di sinilah ia mulai mengenal dunia organisasi, khususnya melalui Gerakan Pramuka. Awalnya, ia bergabung karena diajak oleh teman-temannya. Namun, semakin lama, ia menyadari bahwa Pramuka bukan sekadar kegiatan ekstrakurikuler biasa. Di sana, ia belajar tentang kepemimpinan, kerja sama, dan pentingnya melayani masyarakat.
Perjalanan di SMP dan SMA: Titik Awal Kepemimpinan
Saat duduk di bangku SMP, Sandika mengikuti pelatihan Pramuka pertamanya. Ia ingat betul saat itu ia harus berkemah di tengah hujan deras. Malam itu, tenda yang ia dirikan bersama timnya hampir roboh. Namun, alih-alih menyerah, Sandika mengajak teman-temannya bekerja sama untuk memperbaikinya. Semangatnya menginspirasi orang lain, dan sejak saat itu, ia mulai dikenal sebagai pemimpin yang tangguh.