Judul : PEH TEM
Penulis : Sulaiman Tripa
Penerbit: Lapena dan Bandar Publishing
Cetakan: Cetakan Pertama, Maret 2012
Tebal : 123 halaman
Tahukah Anda? Sulaiman Tripa merupakan salah seorang 'manusia langka'. Tidak hanya aktif menjalani profesi sebagai akademisi di bidang ilmu hukum, Sulaiman Tripa juga 'luar biasa' produktif dalam menghasilkan karya literasi. Tidak kurang dari 156 buku yang memuat karya Sulaiman Tripa. Tahun 2019, Sulaiman Tripa memukau jagad literasi dengan menerbitkan 44 buku sekaligus!
Cakrawala inovasi dan kreatifitas Sulaiman Tripa bagaikan langit tanpa batas. Ia tidak hanya 'melahirkan' karya bergenre non-fiksi, tetapi juga bisa 'melahirkan karya-karya bergenre fiksi. Bahkan, terdapat pula karya eksperimentalis berupa hibrida antara genre fiksi dan non-fiksi. Di antara berjejer karya ilmuwan kebanggan Aceh ini, 'Peh Tem' merupakan karya yang unik dan very highly recommended untuk dibaca menjelang pesta demokrasi Pemilu 2024.
Peh Tem memuat tiga puluh empat esai karya Sulaiman Tripa. Sebelum tergabung dalam kemasan buku yang terbit berkat kerjasama Lapena dan Bandar Publishing, sebagian besar dari esai-esai tersebut telah 'melanglang buana' di beberapa surat kabar Aceh. Mulai dari Serambi Indonesia, Harian Aceh, Raja Post, hingga Koran Acehkita.
Meskipun kental dengan kehidupan sosial masyarakat Aceh---dilengkapi dengan istilah dari bahasa lokal Aceh, peristiwa yang menjadi sorotan Sulaiman Tripa dalam Peh Tem bisa terjadi di mana-mana. Tidak menutup kemungkinan, tokoh-tokoh dalam Peh Tem, memiliki karakter seperti orang yang Anda kenali. Bahkan, tidak menutup kemungkinan pula, Anda pernah mengalami pengalaman identik dengan tokoh-tokoh dalam kumpulan esai Sulaiman Tripa ini. Tidak heran, ketika membacanya, kita bisa tersenyum geli atau 'tertampar' dalam waktu yang sama.
Bila kita cermati lebih dalam, daya humor merupakan keunggulan yang paling berkilau dalam Peh Tem. Sentuhan humor tampaknya dimaksudkan Sulaiman Tripa untuk membentuk perspektif 'tidak terlalu serius'. Hal ini bertujuan agar kita sebagai pembaca lebih menikmati karyanya dan menyikapi kehidupan dengan cara yang identik. Tidak heran bila seluruh esai dalam Peh Tem diwarnai dengan kisah-kisah jenaka sekaligus ironi yang memancing kita untuk tertawa.
Melalui sentuhan perspektif 'tidak terlalu serius', Sulaiman Tripa mengeksplorasi dunia ide dengan bebas, tanpa dibatasi pakem genre tulisan tertentu, sehingga lebih imajinatif dan kaya dengan kebaruan. Ide-ide besar bertebaran dalam Peh Tem. Mulai dari kebudayaan, politik, sosial, keberagaman, budaya, hingga religiositas. Semuanya diramu dengan bahasa yang segar dan kalimat yang cerkas. Dengan demikian, ide-ide tersebut bisa kita serap tanpa membuat dahi berlipat
Pengaruh perspektif 'tidak terlalu serius' yang digunakan Sulaiman Tripa menggiring pembaca untuk memiliki perspektif yang identik. Tidak heran, ketika proses membaca Peh Tem sedang berjalan, kita menjadi lebih santai dan tenang dalam menyikapi kehidupan. Bisa disebut, buku ini dapat dijadikan sebagai medium terapi.
Peh Tem diawali sebuah esai yang dipilih sebagai judul kumpulan esai ini. Pada esai berjudul Peh Tem, Sulaiman Tripa mengajak kita menyelami pengalaman orang yang mencari perhatian ketika menghadiri undangan seperti khanduri. Upaya golongan orang yang mencari perhatian tersebut bagaikan peh tem.
Istilah peh tem merupakan gabungan kosakata lokal Aceh, antara lain peh (pukul) dan tem (kaleng) atau peh tem (pukul kaleng). Pada praktiknya, 'peh tem' dikisahkan Sulaiman Tripa sebagai tindakan sosok Apa yang mencari perhatian tuan rumah khanduri. Sebagaimana tamu undangan khanduri pada umumnya, si Apa membawa amplop berisi dana yang dimaksudkan sebagai bentuk solidaritas terhadap pihak tuan rumah yang telah menggelar hajatan.
Realitasnya, tokoh si Apa tidak menyerahkan 'amplop' di meja yang sudah disediakan untuk sumbangan dari tamu undangan. Di luar kelaziman, tokoh si Apa menyerahkan amplop berisi uang dalam jumlah besar pada tuan rumah secara langsung. Tindakan tersebut tidak ubahnya orang yang 'memukul kaleng'. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian tuan rumah.
Keberadaan tuan rumah sebagai seorang akademisi berpengaruh membuat Apa tergiur untuk menjalin hubungan yang sarat manipulasi. Berkat sumbangan itu, Apa berharap sang tuan rumah bersedia dijadikannya sebagai sekutu untuk meraih kepentingannya sebagai politisi kampung.
Di luar dugaan, tokoh si Apa memberikan amplop yang keliru. Niat hatinya bisa memberikan amplop berisi uang dalam jumlah banyak. Realitasnya, Apa memberikan amplop kosong. Dengan demikian, tindakan Apa bukan peh tem sesuai rencana, melainkan peh tem soh karena kaleng yang dipukul tersebut ternyata soh (kosong).
Setelah esai Peh Tem berakhir, menyusul pula esai-esai bernas lainnya. Meskipun masing-masing esai menghadirkan ide-ide yang berbeda, perspektif 'tidak terlalu serius' tetap mewarnai keseluruhan esai. Kendati 'tidak terlalu serius', Peh Tem tetap berhasil menjentik zona nyaman atau membimbing kita untuk berpikir.
Melalui Peh Tem, Sulaiman Tripa menggurui kita tanpa terkesan menggurui dan kita pun tidak akan terkesan digurui. Bila dibaca berulang kali, Peh Tem menuntun kita untuk 'pulang ke dalam diri' dan meneguhkan kembali kesadaran eksistensial. Kita jadi sadar bahwa perubahan besar bisa dimulai dengan sebuah langkah sederhana, yaitu'tidak terlalu serius' dalam menyikapi kehiupan.
Dari Peh Tem kita menyadari bahwa sikap 'terlalu serius' bisa merugikan karena kehidupan penuh dengan peristiwa yang 'tidak masuk akal'. Sikap 'terlalu serius'---sebagaimana yang dimiliki tokoh Apa dalam Peh Tem---akan menjelma obsesi dan ambisi yang tidak sehat, sehingga membuat kita cenderung menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat egoistik dan rentan menimbulkan kerugian di kemudian hari.
Sementara itu, di balik perspektif 'tidak terlalu serius' tersimpan keajaiban berupa sikap 'tidak terlalu serius'. Sikap ini membantu kita untuk tidak reaktif dan lebih tenang dalam menjalani hidup. Berkat 'sikap tidak terlalu serius', kita bisa memaksimalkan energi kehidupan dan tidak kehilangan akal sehat dalam meraih tujuan hidup.
Sikap 'tidak terlalu serius' sangat kita butuhkan dalam proses pesta demokrasi Pemilu 2024. Agar pemilu berjalan dengan lebih damai dan potensi konflik bisa lebih mudah untuk diredam. Apalagi, siapa pun presiden dan manteri yang terpilih pada Pemilu 2024; tetap hanya diri kita sendiri yang bisa mengubah nasib kita, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H