Keberadaan tuan rumah sebagai seorang akademisi berpengaruh membuat Apa tergiur untuk menjalin hubungan yang sarat manipulasi. Berkat sumbangan itu, Apa berharap sang tuan rumah bersedia dijadikannya sebagai sekutu untuk meraih kepentingannya sebagai politisi kampung.
Di luar dugaan, tokoh si Apa memberikan amplop yang keliru. Niat hatinya bisa memberikan amplop berisi uang dalam jumlah banyak. Realitasnya, Apa memberikan amplop kosong. Dengan demikian, tindakan Apa bukan peh tem sesuai rencana, melainkan peh tem soh karena kaleng yang dipukul tersebut ternyata soh (kosong).
Setelah esai Peh Tem berakhir, menyusul pula esai-esai bernas lainnya. Meskipun masing-masing esai menghadirkan ide-ide yang berbeda, perspektif 'tidak terlalu serius' tetap mewarnai keseluruhan esai. Kendati 'tidak terlalu serius', Peh Tem tetap berhasil menjentik zona nyaman atau membimbing kita untuk berpikir.
Melalui Peh Tem, Sulaiman Tripa menggurui kita tanpa terkesan menggurui dan kita pun tidak akan terkesan digurui. Bila dibaca berulang kali, Peh Tem menuntun kita untuk 'pulang ke dalam diri' dan meneguhkan kembali kesadaran eksistensial. Kita jadi sadar bahwa perubahan besar bisa dimulai dengan sebuah langkah sederhana, yaitu'tidak terlalu serius' dalam menyikapi kehiupan.
Dari Peh Tem kita menyadari bahwa sikap 'terlalu serius' bisa merugikan karena kehidupan penuh dengan peristiwa yang 'tidak masuk akal'. Sikap 'terlalu serius'---sebagaimana yang dimiliki tokoh Apa dalam Peh Tem---akan menjelma obsesi dan ambisi yang tidak sehat, sehingga membuat kita cenderung menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat egoistik dan rentan menimbulkan kerugian di kemudian hari.
Sementara itu, di balik perspektif 'tidak terlalu serius' tersimpan keajaiban berupa sikap 'tidak terlalu serius'. Sikap ini membantu kita untuk tidak reaktif dan lebih tenang dalam menjalani hidup. Berkat 'sikap tidak terlalu serius', kita bisa memaksimalkan energi kehidupan dan tidak kehilangan akal sehat dalam meraih tujuan hidup.
Sikap 'tidak terlalu serius' sangat kita butuhkan dalam proses pesta demokrasi Pemilu 2024. Agar pemilu berjalan dengan lebih damai dan potensi konflik bisa lebih mudah untuk diredam. Apalagi, siapa pun presiden dan manteri yang terpilih pada Pemilu 2024; tetap hanya diri kita sendiri yang bisa mengubah nasib kita, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H