Meskipun kental dengan kehidupan sosial masyarakat Aceh---dilengkapi dengan istilah dari bahasa lokal Aceh, peristiwa yang menjadi sorotan Sulaiman Tripa dalam Peh Tem bisa terjadi di mana-mana. Tidak menutup kemungkinan, tokoh-tokoh dalam Peh Tem, memiliki karakter seperti orang yang Anda kenali. Bahkan, tidak menutup kemungkinan pula, Anda pernah mengalami pengalaman identik dengan tokoh-tokoh dalam kumpulan esai Sulaiman Tripa ini. Tidak heran, ketika membacanya, kita bisa tersenyum geli atau 'tertampar' dalam waktu yang sama.
Bila kita cermati lebih dalam, daya humor merupakan keunggulan yang paling berkilau dalam Peh Tem. Sentuhan humor tampaknya dimaksudkan Sulaiman Tripa untuk membentuk perspektif 'tidak terlalu serius'. Hal ini bertujuan agar kita sebagai pembaca lebih menikmati karyanya dan menyikapi kehidupan dengan cara yang identik. Tidak heran bila seluruh esai dalam Peh Tem diwarnai dengan kisah-kisah jenaka sekaligus ironi yang memancing kita untuk tertawa.
Melalui sentuhan perspektif 'tidak terlalu serius', Sulaiman Tripa mengeksplorasi dunia ide dengan bebas, tanpa dibatasi pakem genre tulisan tertentu, sehingga lebih imajinatif dan kaya dengan kebaruan. Ide-ide besar bertebaran dalam Peh Tem. Mulai dari kebudayaan, politik, sosial, keberagaman, budaya, hingga religiositas. Semuanya diramu dengan bahasa yang segar dan kalimat yang cerkas. Dengan demikian, ide-ide tersebut bisa kita serap tanpa membuat dahi berlipat
Pengaruh perspektif 'tidak terlalu serius' yang digunakan Sulaiman Tripa menggiring pembaca untuk memiliki perspektif yang identik. Tidak heran, ketika proses membaca Peh Tem sedang berjalan, kita menjadi lebih santai dan tenang dalam menyikapi kehidupan. Bisa disebut, buku ini dapat dijadikan sebagai medium terapi.
Peh Tem diawali sebuah esai yang dipilih sebagai judul kumpulan esai ini. Pada esai berjudul Peh Tem, Sulaiman Tripa mengajak kita menyelami pengalaman orang yang mencari perhatian ketika menghadiri undangan seperti khanduri. Upaya golongan orang yang mencari perhatian tersebut bagaikan peh tem.
Istilah peh tem merupakan gabungan kosakata lokal Aceh, antara lain peh (pukul) dan tem (kaleng) atau peh tem (pukul kaleng). Pada praktiknya, 'peh tem' dikisahkan Sulaiman Tripa sebagai tindakan sosok Apa yang mencari perhatian tuan rumah khanduri. Sebagaimana tamu undangan khanduri pada umumnya, si Apa membawa amplop berisi dana yang dimaksudkan sebagai bentuk solidaritas terhadap pihak tuan rumah yang telah menggelar hajatan.
Realitasnya, tokoh si Apa tidak menyerahkan 'amplop' di meja yang sudah disediakan untuk sumbangan dari tamu undangan. Di luar kelaziman, tokoh si Apa menyerahkan amplop berisi uang dalam jumlah besar pada tuan rumah secara langsung. Tindakan tersebut tidak ubahnya orang yang 'memukul kaleng'. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian tuan rumah.