Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pecinta literasi

Blog ini merupakan kelanjutan dari blog pada akun kompasiana dengan link: https://www.kompasiana.com/sulfizasangjuara 🙏❤️

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Optimalisasi Keterbukaan Informasi Publik di Sumatera Barat

10 Oktober 2022   23:49 Diperbarui: 10 Oktober 2022   23:55 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KIP bisa menjalin kolaborasi dengan figur publik dalam sosialisasi urgensi KIP. Figur publik tersebut bisa menjadi duta atau sekaligus berperan sebagai influencer dalam sosialisasi KIP. Sosialisasi KIP akan lebih efektif karena daya tarik yang dipancarkan figur publik tersebut.

Di samping itu, KIP juga bisa menyelenggarakan pemilihan duta atau influencer KIP dari kalangan generasi muda. Sosok yang dipilih sebagai duta atau influencer perlu menjalani seleksi tertentu untuk menguji wawasan dan kemampuan komunikasi KIP, serta keahlian dalam menggunakan media digital. Dengan jalan ini, wawasan KIP bisa disebarkan secara masif dan mudah diadopsi masyarakat terutama kalangan generasi muda.            

Kelima, komunikasi lintas budaya

KIP merupakan sebuah produk budaya di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang multibudaya. Proses penerimaan KIP sebagai budaya kolektif tidak akan mudah. Perlu adanya komunikasi lintas budaya untuk mentransfer KIP ke dalam kesadaran kolektif masyarakat dan diterima sebagai budaya kolektif.

Salah satu mekanisme komunikasi lintas budaya terebut dapat ditempuh dengan pelibatan tokoh masyarakat khususnya pemangku adat (penghulu adat). Misalnya, di Sumatera Barat, KI Sumbar bisa menjalin kerjasama dengan tungku tigo sajarangan dalam upaya transfer KIP ke dalam kesadaran kolektif masyarakat Sumatera Barat khususnya masyarakat tradisional Minang.

Dalam masyarakat tradisional Minang 'tungku tigo sajarangan' merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan formasi pemangku adat utama dalam tradisi Minangkabau terdiri atas: ninik mamak (penghulu), alim ulama (Imam, Khatib, bilal, Khadi), dan cerdik pandai (filsuf). Representasi dari adat, agama, dan kebijaksanaan.

Sumber:radiotemansejati.com
Sumber:radiotemansejati.com
Selain tungku tigo sajarangan terdapat pula Bundo Kanduang atau Induk dalam sebuah kaum. Lalu, terdapat pula sosok 'mamak' (paman dari garis keturunan ibu) yang efektif dijadikan sebagai penyambung lidah KI Sumbar dalam transfer KIP ke dalam masyarakat tradisional Minang di Sumatera Barat.    


Pelibatan 'tungku tigo sajarangan' beserta 'mamak' dan Bundo Kanduang; akan menjadikan transfer KIP ke dalam budaya lokal Sumatera Barat menjadi semakin efektif. 

Demikian pula strategi komunikasi lintas budaya pada etnis lain, yaitu sebaiknya bekerja sama dengan pemangku adat atau tokoh masyarakat yang memiliki posisi strategis dalam sistem sosial budaya. Agar KIP bisa diterima sebagai bagian dari budaya kolektif masyarakat yang multibudaya.    

Keenam, pengembangan literasi KIP

Keberadaan literasi merupakan indikator dari kemajuan peradaban dan representasi kesadaran kolektif. Belum optimalnya KIP mengindikasikan bahwa literasi KIP belum berkembang dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun