Dengan menggunakan struk ATM khususnya transfer, pelaku tindak kejahatan mendapatkan data berupa: nama nasabah, bank tempat penyimpanan dana (menabung), dan jumlah saldo pada rekening nasabah. Nasabah yang dinilai memiliki nominal saldo yang besar akan menjadi target kejahatan.
Selanjutnya, data yang tertera pada struk ATM tersebut dikompilasi dengan data nasabah yang terdapat di KPU. Berbekal data nasabah dari KPU, pelaku tindak kejahatan memperoleh data yang bisa dimanipulasi untuk pembuatan e-KTP dan berbagai dokumen palsu nasabah. Dengan dokumen palsu tersebut, pelaku tindak kejahatan dapat melakukan pembobolan rekening dengan jalan mengajukan pembuatan rekening baru dan pemindahan dana dari rekening korban, sehingga saldo pada rekening korban bisa terkuras habis.
Keempat, minimnya perubahan sistem pengaman data digital milik nasabah
Salah satu kelemahan teknologi digital adalah ketidaksempurnaan. Sebuah inovasi berbasis teknologi digital selalu menuntut inovasi baru. Hasil novasi teknologi digital harus terus diperbarui untuk meminimalisir potensi gangguan sistem digital.
Sayangnya, pengaruh administrasi (birokrasi) mengakibatkan sistem digital instansi seperti bank cenderung tidak mengalami perubahan dalam rentang waktu yang cukup lama.
Sementara itu, inovasi teknologi digital dan keahlian praktisi teknologi digital di luar ekosistem perbankan terus berkembang. Tidak heran bila kasus-kasus tindak kriminal yang memanipulasi data digital terus menimpa nasabah bank.
Kelima, ketiadaan Undang Undang Perlindungan Data
Sejauh ini, Undang Undang Perlindungan Data masih sebatas RUU. Implikasinya, belum tersedianya payung hukum yang melindungi data nasabah yang tersimpan dalam sistem digital perbankan.
Nasabah yang menjadi korban tindak kejahatan pembobolan bank melalui manipulasi data, kesulitan untuk mengajukan proses hukum ketika mengalami tindak kejahatan perbankan berbasis data. Tidak jarang, kerugian tersebut dinilai sebagai kelalaian nasbah. Mudahnya pelaku tindak kejahatan lolos dari jeratan hukum mengakibatkan tindak kejahatan serupa terus berkembang biak dan menggurita.
Langkah Bijak Menjadi Nasabah Bijak
Sebagaimana yang saya tuturkan awalnya, sekadar jengkel sebagaimana yang dilontarkan Najwa Shihab, tidak akan menghadirkan solusi bagi gangguan keamanan data. Kita perlu menjadi bagian dari solusi yang dikukuhkan dengan aksi nyata. Bagi Anda yang berstatus sebagai nasabah, terdapat beberapa langkah bijak untuk mengatasi gangguan keamanan data, antara lain:
Pertama, meningkatkan security awareness melalui literasi digital
Tindak kejahatan perbankan seringkali tidak terjadi karena kelalaian yang benar-benar disengaja, baik nasabah atau pihak bank, melainkan rendahnya wawasan nasabah pada perkembangan keamanan data digital. Di sisi lain, pihak bank masih kurang optimalnya dalam memberikan edukasi keamanan terhadap nasabah. Akibatnya, security awareness menjadi rendah, sehingga nasabah rentan mengalami gangguan keamanan data.
Pihak bank perlu memberikan edukasi keamanan data pada nasabah melalui literasi digital. Seiring bertambah luasnya wawasan nasabah terhadap keamanan data, security awareness dalam mindset nasabah akan meningkat. Dengan demikian, sikap yang rentan memicu pencurian data nasabah untuk tujuan tindak kejahatan, bisa dicegah.
Selain edukasi dari pihak bank, para nasabah bisa melakukan edukasi literasi digital secara mandiri. Ilmu pengetahuan yang menyangkut keamanan dan perlindungan data tersebar di mana-mana. Bahkan, terdapat pula praktisi teknologi digital yang membagikan ilmu pengetahuan secara gratis melalui berbagai kanal media sosial.
Kedua, pendirian dan pengembangan komunitas nasabah bijak