Mohon tunggu...
Kabar Kelinci
Kabar Kelinci Mohon Tunggu... -

Kabar Kelinci Indonesia adalah situs pengetahuan dan informasi Kelinci. Hadir untuk menjadi solusi wirausaha bagi orang-orang kreatif yang ingin meningkatkan pendapatan ekonomi, pemberdayaan, peningkatan gizi dan penciptaan lapangan kerja baru. Sebagai media yang sudah berjalan, rasanya Kompasiana adalah pilihan awak redaksi Kabar Kelinci Indonesia sebagai cara interaktif yang lain. http://kelinci.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Orang-orang Kota dan Pembantaian Kelinci

15 Desember 2009   05:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:56 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelinci akhir-akhir ini menjadi hiburan orang kota. Perkembangan pemelihara di kota lebih marak dibanding di desa. Tetapi tahukah anda ternyata orang-orang kota itu ternyata berperan aktif dalam pembantaian kelinci di Indonesia?

Terasa sumir dan terlalu tendensius memang. Tetapi kita bisa membuktikan dengan analisa berikut ini. Mayoritas perdagangan kelinci berada di pinggir jalan area wisata seperti Batu malang, Lembang Bandung, Cipanas Bogor dan sekarang berkembang pula di beberapa pinggir jalan di kawasan Jakarta. Para pembelinya bukan para petani desa, melainkan orang kota yang dalam sekejap melihat kelucuan kelinci langsung merogoh kocek. Beda dengan petani yang berpikir seratus kali untuk berbuat seperti itu.

Orang-orang kota yang tidak memiliki pengetahuan, bahkan untuk hal-hal kecil seperti jenis pakan, pola pakan, tempat yang layak buat kelinci, perkawinan dan kehamilan serta aneka ragam pantangan kelinci itu tiba-tiba merasa pinter dan nekad membawanya ke rumah. Dua alasan utama yang memicunya, yakni kemampuan membeli dan keinginan (nafsu) untuk mendapatkan hiburan. Orang-orang kota itu tidak pernah berpikir apa sesungguhnya yang menjadi kebutuhan kelinci. Mereka lebih suka mengedepankan egoisme untuk mendapatkan kesenangan dengan mengabaikan kebutuhan kelinci. Satu contoh soal rumput. Karena malas memperoleh rumput, mereka lantas memberi pakan semampu mereka.

Dikira memelihara kelinci seperti memelihara anjing atau kucing. Untuk memprovokasi orang kota para penjual kelinci yang tidak tahu-menahu kelinci itu cukup berkata, “kelinci tanpa rumput bisa, sudah ada pelet komplet, tambahkan saja kangkung, kubis atau sayuran apa saja yang bisa didapat. Mudah kan?

Bahkan orang-orang kota yang berpendidikan tinggi itu bisa dibodohi para bakul berpendidikan rendah dalam hal soal minum. Kelinci tidak boleh minum karena akan mati. Anehnya orang-orang kota itu percaya saja. Padahal pada bangku sekolah SD pun sudah diberi pelajaran bahwa setiap makhluk hidup butuh air.

Tanpa basa-basi lagi kelinci pun dibawa ke rumah. Mereka percaya kelincinya umur 2 bulan, padahal rata-rata kelincinya baru berumur 3-4 minggu yang sudah dibawa beberapa hari dari petani sampai ke kota. Mereka tidak tahu kalau sebentar lagi kelincinya mati karena pencernaannya sedang sakit parah akibat terlalu banyak makan pelet pada usia dini dan stress akibat program minum ASI serta perjalanan jauh. Beberapa hari di rumah biasanya kelinci mencret, murung, atau sakit yang lain. Kebingungan pun melanda, dan tidak lama kemudian mayoritas kelinci itu mati. Hanya sedikit yang bisa bertahan lama. Kalaupun bertahan lama biasanya perlakuan pakan tanpa rumput berlangsung berbulan-bulan. Orang-orang kota yang berlatarbekalang pendidikan dan pergaulan luas itu merawat kelinci seenaknya sendiri tanpa memakai paradigma yang tepat. Sungguh ironi.

Lalu muncul hairball, atau kelinci makan bulu. Oleh orang-orang kota itu dianggap kelainan atau problem biasa. Padahal? Kelinci makan bulu adalah bentuk protes kelinci yang sudah sangat stres karena tidak mendapatkan pasokan serat sesuai kebutuhan dari rumput.

Pelet merek kelinci tidak menjawab. Bahkan di Amerika Serikat sendiri sekarang sudah digalakkan agar pakan pelet komplet harus dihindari. Kelinci tetap butuh pasokan rumput asli untuk menghindari kematian yang lebih banyak.

Orang-orang kota, telah terlibat aktif dalam pembantaian kelinci. Mengapa?

Pasar kelinci di kota menjadi ramai karena orang-orang kota punya duit dan punya nafsu untuk berbahagia dengan kelinci. Beda dengan orang desa yang rata-rata berpikir realistis untuk memelihara hewan piaraan. Orang-orang kota yang nafsunya mudah digoda kesenangan itu membuat para penjual semakin agresif, petshop pun menggelar kelinci. Ini semua karena permintaan pasar. Dan para penjual pun agresif datang mencari kelinci ke desa-desa yang banyak peternak kelincinya. Karena para makelar di desa yang terus diminta permintaan pasokan kelinci merasa tidak efektif datang ke satu persatu petani, mereka memakai jembatan bakul/bandar/calo mencari kelinci anakan ke para petani. Karena tingginya permintaan, maka jenis kelinci tidak masalah, umur pun tidak masalah. Jika perlu memesan anak yang masih dalam kandungan dengan harga per ekor cukup Rp 5 ribu, lalu setengahnya diberikan saat kelinci sudah bisa diambil, yakni umur 20-25 hari.

Orang-orang kota yang tidak berpendidikan (dalam hal perikemanusiaan) atas hewan ini sangat berkontribusi dalam menyedot sumberdaya kelinci Indonesia. Para peternak desa yang sebenarnya lebih suka beternak kelinci pedaging pun akhirnya tergiur untuk pindah ke kelinci hias, terlebih kelinci hias memeliharanya hanya sebentar, yakni hanya sampai maksimal 30 hari sementara kelinci pedaging harus menunggu 3 bulan. Kasus di Lembang dan Cipanas dalam beberapa tahun terakhir adalah fakta yang tak perlu dibantah. Para petani yang memang juga butuh duit itu akhirnya menuruti kehendak pasar.

Sesungguhnya kematian kelinci yang paling banyak bukan disembelih, melainkan karena diperdagangkan di bawah umur di kota-kota dan kemudian pada mati. Kita harus mengubah paradigma ini sesegera mungkin. Amerika Serikat, Haiti, Zimbabwe, Kanada, Cina dan beberapa negara lain sudah bertobat praktik biadab pembelian kelinci hias anakan di bawah umur 2 bulan seperti ini. Jika hal ini masih diteruskan, niscaya kelinci tidak akan berkembang. Orang-orang kota, hanya padamulah praktik ini bisa dihentikan, sebab pasar akan terus bergerak jika kalian terus membeli. Beli dan peliharalah kelinci sesuai kaidah pemeliharaan. Kalian lebih berpendidikan dan lebih bisa mencari ilmu pengetahuan serta kemampuan lebih dibanding orang-orang desa. Gunakan akal, pemikiran dan pengalaman hidupmu untuk kebaikan dan ajari orang desa untuk maju berekonomi secara baik. Jangan memelihara sekiranya memang tidak mampu melayani kebutuhan kelinci.

Alasan malas, sulit atau tidak bisa mencari rumput tidak bisa menjadi alasan. Kalian bisa membeli pelet lewat sistem paket dengan harga mahal, tetapi mengapa kalian tidak bisa membayar orang untuk mencari rumput? Renungkanlah.

Jangan teruskan kebiadaban ini! (drh suswandi. pecinta kelinci)

Link http://kelinci.wordpress.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun