Orang-orang kota yang tidak berpendidikan (dalam hal perikemanusiaan) atas hewan ini sangat berkontribusi dalam menyedot sumberdaya kelinci Indonesia. Para peternak desa yang sebenarnya lebih suka beternak kelinci pedaging pun akhirnya tergiur untuk pindah ke kelinci hias, terlebih kelinci hias memeliharanya hanya sebentar, yakni hanya sampai maksimal 30 hari sementara kelinci pedaging harus menunggu 3 bulan. Kasus di Lembang dan Cipanas dalam beberapa tahun terakhir adalah fakta yang tak perlu dibantah. Para petani yang memang juga butuh duit itu akhirnya menuruti kehendak pasar.
Sesungguhnya kematian kelinci yang paling banyak bukan disembelih, melainkan karena diperdagangkan di bawah umur di kota-kota dan kemudian pada mati. Kita harus mengubah paradigma ini sesegera mungkin. Amerika Serikat, Haiti, Zimbabwe, Kanada, Cina dan beberapa negara lain sudah bertobat praktik biadab pembelian kelinci hias anakan di bawah umur 2 bulan seperti ini. Jika hal ini masih diteruskan, niscaya kelinci tidak akan berkembang. Orang-orang kota, hanya padamulah praktik ini bisa dihentikan, sebab pasar akan terus bergerak jika kalian terus membeli. Beli dan peliharalah kelinci sesuai kaidah pemeliharaan. Kalian lebih berpendidikan dan lebih bisa mencari ilmu pengetahuan serta kemampuan lebih dibanding orang-orang desa. Gunakan akal, pemikiran dan pengalaman hidupmu untuk kebaikan dan ajari orang desa untuk maju berekonomi secara baik. Jangan memelihara sekiranya memang tidak mampu melayani kebutuhan kelinci.
Alasan malas, sulit atau tidak bisa mencari rumput tidak bisa menjadi alasan. Kalian bisa membeli pelet lewat sistem paket dengan harga mahal, tetapi mengapa kalian tidak bisa membayar orang untuk mencari rumput? Renungkanlah.
Jangan teruskan kebiadaban ini! (drh suswandi. pecinta kelinci)
Link http://kelinci.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H