Mohon tunggu...
Karina Putri Iskandar
Karina Putri Iskandar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Andalas

Seorang mahasiswa S1 Program Studi Psikologi Universitas Andalas yang tertarik pada bidang neuroscience

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Lansia Rentan Mempercayai Berita Palsu?: Peninjauan dari Aspek Kognitif dan Psikologis

19 Juni 2024   23:37 Diperbarui: 19 Juni 2024   23:56 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lansia yang menggunakan gawai dari https://benefitscheckup.org

Perkembangan teknologi yang semakin pesat menghadirkan adanya gawai sebagai teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan oleh semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia. Kehadiran teknologi dirancang untuk membantu kehidupan manusia, seperti menjadikan gawai sebagai sarana penyebaran informasi secara online, sarana komunikasi dalam jarak jauh, sarana transaksi jual beli secara online, dan masih banyak lagi. 

Sayangnya, beberapa orang menyalahgunakan teknologi internet sebagai media kejahatan, seperti penyebaran berita palsu melalui platform digital. Kementrian Komunikasi dan Informatika RI (2023) telah mengidentifikasi adanya 11.357 isu hoaks yang diantaranya adalah kasus penipuan dan penyebaran informasi palsu melalui website dan platform digital pada periode Agustus 2018 hingga Maret 2023.

Lebih lanjut, Kementrian Komunikasi dan Informatika (2022) menyatakan bahwa lansia merupakan kalangan yang menjadi korban berita hoaks paling banyak dan menyebarkannya saat masa pandemi COVID-19 di Indonesia. Sejalan dengan itu, Kementrian Keuangan RI (2021) turut memaparkan informasi bahwa kelompok lansia merupakan kalangan yang rentan menjadi sasaran utama sebagai penerima dan penyebar berita hoaks. 

Padahal, jika dibandingkan dengan kelompok perkembangan lainnya, lansia merupakan kelompok yang paling sedikit menggunakan teknologi digital (Nisa, dkk. 2023). Kementrian Komunikasi dan Informatika RI memaparkan data bahwa di antara 202,7 juta orang di Indonesia yang menggunakan internet, lansia yang mengakses internet hanya sekitar 8,83 persen (Antara, 2021). Berdasarkan ketimpangan antara data penggunaan internet oleh lansia dan jumlah lansia yang menjadi korban penyalahgunaan teknologi, lantas apa yang sebenarnya menyebabkan lansia rentan terpapar berita palsu?

Pertama, penyebaran informasi terkait teknologi kepada lansia masih sangat rendah, sehingga lansia mengalami gagap teknologi dan berdampak pada kesulitan lansia dalam menyaring informasi yang beredar di internet. Hal ini dikarenakan literasi digital untuk lansia masih sedikit (Nisa, dkk. 2023). 

Literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan memanfaatkan media digital. Moore & Hancock (2022) menyatakan bahwa literasi digital berkorelasi positif dengan kemampuan dalam memahami informasi di jaringan internet. Oleh karena itu, literasi digital untuk kelompok lansia perlu ditingkatkan agar lansia memiliki keterampilan yang baik dalam menggunakan teknologi.

Literasi digital mendorong pengguna teknologi untuk memahami informasi yang diterimanya. Dalam hal ini, kemampuan kognitif ikut berperan dalam pengelolaan informasi. Akan tetapi, fungsi kognitif akan mengalami penurunan seiring bertambahnya usia (Sauliyusta & Rekawati, 2016). Hal ini dapat menyebabkan mereka kesulitan dalam mengevaluasi berita. 

Ketika penilaian kognitif sulit dilakukan, individu biasanya menggunakan heuristik atau jalan pintas mental dalam menarik kesimpulan (Brashier & Marsh, 2020). Heuristik melibatkan pemanfaatan kemampuan kognitif memori untuk membuat penilaian secara cepat, tanpa memperhatikan hal-hal detail dari suatu informasi (Mayasari, 2016).

Salah satu cara kerja memori yang terlibat dalam heuristik yaitu menggunakan proses familiarity. Familiarity menyebabkan seseorang menarik kesimpulan secara otomatis karena adanya paparan yang terjadi secara berulang kali dari pengalaman sebelumnya (Schwikert & Kurran, 2014). Adanya efek pengulangan dari informasi-informasi terdahulu akan meningkatkan persepsi kebenaran suatu berita (Parks & Toth, 2006). 

Lebih lanjut, efek pengulangan menyebabkan adanya gangguan pada memori, yaitu fakta terkait suatu informasi akan memudar, sedangkan informasi yang salah akan terus berlanjut (Brashier & Schacter, 2021). Maka, jika lansia sering terpapar suatu informasi, sekalipun suatu peristiwa yang berkaitan dengan informasi tersebut tidak memiliki kebenaran yang valid, mereka akan sulit mempercayainya karena adanya efek pengulangan.

Kemudian, dual-process theory berkaitan dengan cara lansia mengevaluasi kebenaran suatu berita. Dual-process theory merupakan proses kognitif yang menyatakan bahwa manusia memproses informasi dengan dua jenis proses yang berbeda, yaitu pemrosesan sistem 1 dan pemrosesan tipe 2 (Pennycook & Rand, 2021). Pemrosesan tipe 1 menyatakan bahwa manusia memproses informasi secara otomatis dan intuitif berdasarkan respons yang terlintas dari suatu stimulus dan pemrosesan tipe 2 menyatakan bahwa manusia memproses informasi berdasarkan pertimbangan dari sistem kognisi yang teratur. 

Berdasarkan pemrosesan tipe 1, dual-process theory mengabaikan aspek memori yang meningkat seiring bertambahnya usia, seperti pengetahuan (Brashier & Schacter, 2021). Hal ini mengimplisitkan bahwa lansia akan tetap berpegang pada apa yang mereka ketahui dan menolak kebenaran yang bertentangan dengan pengetahuan mereka (Umanath & Marsh, 2014). Ini menyebabkan lansia lebih mempercayai berita palsu karena informasi dalam berita tersebut sesuai dengan keyakinan mereka.

Selain itu, perasaan dan emosi turut menjadi faktor dalam penilaian kebenaran suatu berita. Hal ini didukung dari adanya feelings as information theory yang menyatakan bahwa individu menafsirkan perasaan dari suatu pengalaman sebagai bukti kebenaran (Schwarz, 2012). Lebih lanjut, Brashier & Schacter (2020) menyatakan bahwa lansia lebih mengandalkan perasaan subjektif ketika memori mereka gagal mengingat fakta suatu informasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Istibsaroh (2021) menyatakan bahwa penambahan usia menyebabkan terjadinya perubahan penurunan fungsi memori. 

Selain itu, berita palsu biasanya menggugah emosi seorang individu, sehingga seseorang lebih cenderung mempercayai berita palsu ketika berita tersebut memancing tingkat emosi yang tinggi saat pertama kali melihatnya (Martel, dkk. 2020). Oleh karena itu, ketika memori lansia sulit menemukan kembali suatu informasi, mereka akan mengandalkan perasaan sebagai penilaian kebenaran dan sensitivitas berita palsu terhadap emosi lansia juga mendorong lansia mempercayai berita yang salah.

Terakhir, jaringan sosial lansia yang semakin kecil mengakibatkan lansia mudah mempercayai berita yang tidak valid kebenarannya. Hal ini dikarenakan lansia berasumsi bahwa individu yang ada di media sosialnya merupakan orang terdekatnya, seperti anggota keluarga dan teman, sehingga mereka mempercayai bahwa informasi yang disampaikan dari lingkungan sosialnya itu akurat dan terpercaya, sekalipun merupakan berita palsu (Brashier & Schacter, 2021). 

Mendukung pernyataan sebelumnya, Poulin & Haase (2015) mengungkapkan bahwa kepercayaan antarpribadi meningkat seiring bertambahnya usia, ditambah lagi jika informasi didapat dari orang terdekat. Selain itu, lansia biasanya memprioritaskan hubungan interpersonal daripada akurasi berita. Mereka menggunakan teknologi untuk terhubung dengan orang lain, bukan untuk mendapatkan informasi baru (Sims, dkk. 2017).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka lansia cenderung mudah terpapar berita hoaks karena beberapa faktor utama. Keterbatasan dalam memahami dan menggunakan teknologi informasi menyebabkan mereka sulit membedakan antara berita yang benar dan palsu. Selain itu, penurunan kognitif yang terjadi seiring bertambahnya usia membuat lansia lebih rentan terhadap berita yang tidak terbukti kebenarannya. Tidak hanya itu, faktor sosial turut berperan, di mana lansia sering kali mengandalkan informasi dari lingkaran sosial terdekatnya yang tidak selalu dapat dipercaya. Oleh karena itu, diperlukan upaya edukasi untuk lansia mengenai literasi digital dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi agar mereka dapat lebih waspada terhadap berita hoaks.

REFERENSI

Antara. (2021). Kominfo sebut penggunaan digitalisasi pada lansia masih rendah.

Brashier, N, M., & Marsh, E, J. (2020). Judging truth. Annual Review of Psychology.

Brashier, N, M., & Schacter, D, L. (2020). Aging in an era of fake news. Curr Dir Psychol Sci, 29(3), 316-323.

Istibsaroh, F. (2021). Hubungan antara pemenuhan kebutuhan tidur dengan penurunan daya ingat pada lansia. Indonesian Health Science Journal, 1(1), 7-14.

Kementrian Keuangan RI. (2021). Mitigasi risiko komunikasi digital di kalangan lanjut usia.

Kementrian Komunikasi dan Informatika RI. (2022). Indeks literasi digital masyarakat semakin baik. 

Kementrian Komunikasi dan Informatika RI. (2023). Triwulan pertama 2023, Kominfo identifikasi 425 isu hoaks. Siaran Pers No. 50/HM/KOMINFO/04/2023.

Martel, C., Pennycook, G., & Rand, D, G. (2020). Reliance on emotion promotes belief in fake news. Cognitive Research: Principles and Implications, 5(47), 1-20.

Mayasari, R. (2016). Peran pemikiran heuristic pada hubungan persepsi sosial dengan munculnya sikap terhadap ide penegakkan khilafah islamiyah di Indonesia. Al-Ulum, 16(2), 387-411.

Moore, R, C., & Hancock, J, T. (2022). A digital media literacy intervention for older adults improves resilience to fake news. Scientific Reports, 12(6008).

Nisa, U., Nisak, C, L, C., & Fatia, D. (2023). Literasi digital lansia pada aspek digital skill dan digital safety. Jurnal Komunikasi Global, 12(1), 143-167.

Parks, C, M, & Toth, J, P. (2006). Fluency, familiarity, aging, and the illusion of truth. Aging, Neuropsychology, & Cognition, 13(2), 225--253.

Pennycook, G., & Rand, D, G. (2021). The psychology of fake news. Trends in Cognitive Sciences, 25(5), 388-402.

Poulin, M, J., & Haase C, M. (2015). Growing to trust: Evidence that trust increases and sustains well-being across the life span. Social Psychological and Personality Science, 6(6), 614--621.

Sauliyusta, M., & Rekawati, E. (2016). Aktivitas fisik memengaruhi fungsi kognitif lansia. Jurnal Keperawatan Indonesia, 19(2), 71-77.

Schwarz, N. (2012). In Handbook of Theories of Social Psychology. Sage.

Schwikert, S, R., & Curran, T. (2014). Familiarity and recollection in heuristic decision making. J Exp Psychol Gen, 143(6), 2341-2365.

Sims, T, K., Reed, A, E., & Carr, D, C. (2017). Information and communication technology use is related to higher well-being among the oldest-old. The Journals of Gerontology, 72(5), 761--770.

Umanath, S., & Marsh, E, J. (2014). Understanding how prior knowledge influences memory in older adults. Perspectives on Psychological Science, 9(4), 408-426.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun