Seperti halnya dua sisi mata uang, teknologi selalu membawa dua dampak yang saling bertentangan. Perkembangan teknologi digital media di satu sisi dapat menyebarluaskan nilai-nilai kesetaraan gender yang diperjuangkan oleh kaum feminis.Â
Para feminis memperoleh keuntungan dari digital media yang menjadikan public sphere sebagai ruang tanpa batas yang dapat diakses kapan pun dimanapun.Â
Ruangruang tersebut dapat diisi oleh pehamanan-pemahaman tentang maksud dan tujuan feminisme dan pejelasan mengapa gerakan
feminisme memerlukan dukungan tidak saja oleh perempuan, akan tapi juga oleh laki-laki. Secara lebih detail, perkembangan digital media
membuka peluang terhadap penyebaran nilai-nilai feminisme.
Terbukanya akses yang sangat luas bagi feminis untuk menyampaikan pesan dan ideologi of femininity dalam beragam format digital seperti
video, vlog, online news, blog, online discussion, social networking dan lain-lain.Â
Hal ini tentunya tidak hanya akan meningkatkan aksesabilitas namun juga memperluas jangkauan pesan yang disampaikan. Digital media menjadi medium yang cukup efektif untuk menyebarluaskanideology of femininity karena digital media bersifat public, siapapun boleh berekspresi asalkan tidak melanggar aturan-aturan yang telahditetapkan oleh masing-masing platform.
Melalui digital media kelompok aktivitis perempuan dapat dengan bebas membuat kampanye mengenai program-program yang memperjuangkan perempuan tanpa perlu khawatir mendapat sensor berlebih dari pihak-pihak yang anti feminisme.Â
Misalnya kelompokaktivis dapat menyampaikan aspirasinya tentang lebih rendahnya upah buruh pekerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki dalam bentuk video yang kemudian dapat disebarkan melalui youtube dan facebook tanpa merasa khawatir video tersebut disensor oleh pihak
pengusaha atau pemilik pabrik.Â
Power atau kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, sementara power relations adalah bagaimana hubungan antar individu
berdasarkan kekuasaan. Power juga senantiasa berkaitan dengan kontrol, seseorang yang memiliki power tentunya ia akan lebih mudah
memegang kendali akan kontrol sehingga ketika berbicara mengenai power relations maka secara otomatis juga akan membahas siapa
dikontrol atau dikendalikan oleh siapa.
Kesenjangan power relations dapat terjadi mulai dari lingkup tingkat paling rendah yaitu keluarga sampai dengan tingkat tertinggi
seperti dalam ruang lingkup politik dan pemerintahan. Contohnya, power relations antara orang tua dan anak, orang tua memiliki power
relations yang lebih dominan terhadap anaknya karena seorang anak, terutama yang belum dewasa, masih bergantung baik secara material
dan immaterial kepada orang tuanya.Â
Oleh karena itu orang tua memiliki power yang lebih kuat untuk mengarahkan, menentukan, mengambil keputusan terbaik untuk anaknya ketika si anak belum dewasa dan belum dapat bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
Pada akhirnya maka orang tua lah yang memiliki power untuk mengendalikan perilaku, kebahagiaan, kesejahteraan dan bahkan arah
hidup anaknya.Tentu saja power dan kendali ini seharusnya dimanfaatkan secara berimbang untuk kemaslahatan bersama.Â
Namun sayangnya dalam sistem patriarki, penyebab dari ketimpangan power relations antara perempuan dan laki-laki terjadi karena dominasi laki-lakiatas perempuan. Power atau kekuasaan identik dengan maskulinitas yang notabene dimiliki oleh laki-laki.
 Ketimpangan ini tentu saja memperlebar kesenjangan dan ketidaksetaraan gender antara lakilaki dan perempuan. Namun power relations bukan suatu hal yangmutlak, power relations dapat dikonstruksi, dinegosiasikan, bahkan diperbaharui.Â
Kembali ke power relations antara orang tua dan anak, seorang anak yang semakin lama semakin dewasa dan sudah dapat mengambil keputusan secara logis tentunya memiliki power yang lebih besar dibanding ketika ia remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H