Mohon tunggu...
Jovin VerenMarfella
Jovin VerenMarfella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

42321010081 - Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Desain Komunikasi Visual

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis_14_Determinants of Corruption in Developing Countries

3 Desember 2022   16:52 Diperbarui: 3 Desember 2022   17:01 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ICC telah menunjukkan korupsi di banyak negara bahkan sejak tahun 1995; Nigeria menjadi yang pertama pada tahun 1996, 1997, 2000 dan kedua di hampir semua tahun kecuali 2004 dan 2005. Kamerun, Bangladesh, Haiti dan Chad pada (1998, 1999), (2001, 03). , (2004) dan (2005). Dalam penelitian ini kami membagi faktor penentu korupsi menjadi dua kategori; faktor finansial dan non finansial. Faktor ekonomi meliputi kebebasan ekonomi, integrasi internasional (globalisasi), pendidikan, pendapatan rata-rata, dan distribusi pendapatan. Bagian kedua dari penelitian ini disusun sebagai berikut: Bagian kedua dari artikel ini berkaitan dengan definisi dan pengukuran korupsi. Bagian ketiga menyajikan penyelidikan sastra dan penurunan hipotesis.

Penentu non-ekonomi termasuk faktor sosial-politik dan agama seperti demokrasi, kebebasan pers dan proporsi populasi yang memeluk agama tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pangsa faktor ekonomi dalam mengurangi korupsi di negara berkembang lebih besar dibandingkan dengan pangsa faktor non-ekonomi.

Rumusan Masalah

Masalah kedua korupsi adalah pengukurannya. Bagaimana itu bisa diukur? Ukuran korupsi (tingkat mikro) tidak tersedia untuk perbandingan suatu negara. Cara lain untuk mengukur korupsi adalah dengan target (persepsi atau audiens). Dari sinilah muncul perasaan penduduk atau sebagian lawan bicara tentang "ketidakadilan" dalam urusan publik. Oleh karena itu, prosedur ini merupakan ukuran nyata tingkat korupsi dan juga memecahkan masalah prosedur sebelumnya. Oleh karena itu, informasi berdasarkan persepsi kelompok sasaran sering digunakan dalam literatur empiris. Indeks Persepsi Korupsi (International Corruption Perceptions) Transparency International juga mencerminkan tingkat korupsi yang dirasakan daripada tingkat korupsi yang sebenarnya.

Kajian Kepustakaan

Korupsi adalah konsekuensi dari tata kelola yang lemah, yang terjadi ketika individu atau organisasi memiliki monopoli atas barang atau jasa, memguna keputusan sukarela, memiliki akuntabilitas terbatas atau tidak ada, dan memiliki tingkat pendapatan yang rendah [Klitgaard, 1998]. seperti B. untuk pertumbuhan pendidikan dan kebebasan ekonomi dll.

Definisi Bank Dunia tentang korupsi sering dikutip dalam literatur ekonomi sebagai "penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi" (World Bank 1997). Di negara berkembang, korupsi lebih sering terjadi di sektor publik daripada di sektor swasta. Banyak studi empiris mencoba mencari kaitan antara korupsi dengan faktor ekonomi dan non ekonomi. Namun, masih ada sedikit konsensus di antara para peneliti tentang faktor penentu korupsi [Alt dan Lassen, 2003].

Hipotesis korelasi negatif antara korupsi dan pendapatan didukung oleh beberapa penelitian; Bruno dan lainnya. (2005), Kunicova-R. Ackermann (2005), Ledermann dkk. (2005), Braun-Di Tella (2004), Chang-Golden (2004) dan lainnya. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel-variabel tersebut, antara lain Braun-Di Tella (2004) dan Frechette (2001). Meskipun sebagian besar studi ini menggunakan data cross-sectional pada negara maju dan berkembang, tidak satupun dari mereka berfokus pada negara berkembang secara terpisah. Untuk menguji pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi terhadap lingkungan terhadap korupsi di segmen ekonomi global yang baru muncul, kami berhipotesis di bagian selanjutnya.

Rerangka Pemikiran, Hipotesis

diasumsikan jika kebebasan ekonomi biasanya merendahkan sewa kegiatan ekonomi dan akibatnya mengurangi motif pejabat publik dan politisi guna menangkap sebagian bagian dari sewa ini melalui korupsi. Secara empiris; Henderson( 1999) menunjukkan jalinan negatif antara korupsi dan ekonomi freedom dan Paldam( 2002) pula mendukung pemikiran yang sama dengan mengenakan multivariat regresi. Guna menguji jalinan ini hanya guna pengembangan negara kami merumuskan hipotesis berikut:

i. Tingkatan kebebasan ekonomi orang yang lebih besar( sedikitnya kendali politik atas sumber tenaga dan peluang ekonomi negara) hendak mengurangi tingkatan yang dirasakan korupsi.

Penduduk ekonomi terbuka tidak hanya mengimpor barang, jasa, dan modal, tetapi pula pula bertukar norma, informasi dan gagasan; berarti integrasi internasional mempengaruhi kerangka politik- ekonomi peluang dan nilai- nilai budaya masyarakat.

Ades dan Di Tella( 1997 dan 1999) menunjukkan jika keterbukaan berhubungan negatif dengan korupsi.

ii. Derajat globalisasi berbanding terbalik dengan norma- norma yang korup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun