Dalam mitos tersebut "Sais" digunakan sebagai lambang ratio (logistikon), kuda putih melambangkan nafsu atas harga diri (thumos), dan kuda berwarna hitam melambangkan nafsu dasar (ephitumia) dan untuk sebuah sayap yang menggerakkan keretanya melambangkan eros.
Dalam mitos ini, kereta bersayap melambangkan keinginan untuk mengikuti prosesi kereta para dewa, yang ditarik sempurna oleh sepasang kuda yang sama -- sama menjulang ke atas.
Sedangkan kereta bersayap yang digerakkan oleh jiwa manusia ditarik oleh dua kuda yang berlawanan, sebagian berhasil bangkit sehingga bergerak naik dan sebagian lagi bergerak turun dan jatuh karena tidak bergerak sesuai dengan sais (ratio) atau pengemudinya.
Epithumia, Thumos, Logistikon
"Tripartisi Jiwa" merupakan sebutan yang juga dikenal dari konsep jiwa platonisian. Unsur jiwa ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu logistikon, epithumia, dan thumos.
Epithumia adalah bagian dari jiwa yang mewakili keinginan yang lebih rendah, seperti keinginan untuk makan, minum, seks dan uang, yang berguna untuk keselamatan seseorang. meskipun batu nisan ini, yang mengacu pada kehidupan manusia, tidak masuk akal. Selain itu, thumos merupakan unsur jiwa yang membentuk emosi, semangat, lekas marah, bangga dan harga diri.Â
Inilah sebabnya mengapa orang sering mencari bantuan, sanjungan dan penghargaan. Thumos diwakili oleh seekor kuda putih, seringkali lebih mudah ditangani daripada yang mungkin dipikirkan, tetapi Thumos tetap tidak rasional, seringkali karena kebanggaan dan pujian, dia menganggap Thumos sebagai rasional. Bagian jiwa yang ketiga, tertinggi dan terpenting adalah logistik, yang dicirikan oleh pengemudi, yang mengendalikan seluruh kendaraan jiwa.
- Epithumia
Plato menjelaskan bahwa Epithumy atau Epithumia adalah keinginan primordial manusia untuk dipuaskan tanpa kemampuan bernegosiasi. Gairah atau nafsu ini adalah naluri yang sulit untuk tunduk pada akala tau rasio. Bagi Plato, nafsu keinginan ini akan berguna bagi kehidupan manusia, jika mereka mengejar keinginan ini tanpa mengetahui cara agar merasa puas, maka sikap semacam itulah yang hanya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Plato berpendapat bahwa sifat epithumia ini adalah irasional , sehingga secara fisiologis epithumia terletak di perut ke arah bawah dan letaknya jauh dari kepala.
- Thumos
Thumos merupakan tempat dimana keberanian itu muncul, hal inilah yang merangsang manusia untuk tidak menyerah dalam suatu keadaan tertentu. Thumos ini dijelaskan oleh Plato sebagai bentuk Hasrat dari rasa ingin dihormati, ingin dihargai, ingin dicintai, dan lain sebagainya. Thumos lebih mengerucut kearah bentuk rasa, semangat, afektivitas dan agresifitas.
Dibandingkan oleh Epithumia, Thumos ini lebih dapat dikendalikan oleh akal budi. Hasrat pada Thumos masih tergolong hasrat yang pada dasarnya cenderung baik. Thumos sendiri akan berubah menjadi jiwa yang irasional jika terlalu mengikuti Hasrat dalam dirinya sendiri. Secara fisiologis untuk Thumos berada pada bagian antara leher dan dada.
- Logistikon
Menurut Plato sendiri, Logistikon merupakan bagian yang terbaik dari jiwa manusia. Menurutnya logika sangat hebat dapat mengendalikan kuda hitam (epithumia) dan kuda putih (thumos). Logistikon merupakan sumber kebijaksanaan jiwanya adalah rasional. Dalam kehidupan manusia sangat penting menggunakan logika dalam menjalankan hidup yang bahagia. Jika secara fisiologis Logistikon terletak pada bagian teratas yaitu kepala.
Pengaruh Teori Plato Terhadap KejahatanÂ
Pada teori Plato telah dijelaskan bahwa di dalam diri manusia, manusia itu dikendalikan oleh "jiwa" dan jiwa tersebut dapat terbagi menjadi 3 bagian yaitu epithumia, thumos dan logistikon. Pada dasarnya tiap manusia akan selalu bermasalah dengan tiga hal tersebut.
Kejahatan merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan biasanya terencana. Hal ini jelas bahwa kejahatan merupakan keinginan yang telah dikendalikan secara irasional oleh jiwa. Keinginan itu muncul pada Epithumia, rasa nafsu yang tidak pernah merasa puas.
Contohnya pada kejahatan seperti mencuri atau korupsi, kejahatan yang mengambil barang yang bukan miliknya. Pada kedua kasus tersebut dapat disimpulakn merasa tidak puas atas harta yang ingin terus mendapatkan lebih sehingga berbuat perbuatan tercela tersebut. Contoh lainnya juga terdapat pada kejahatan seperti pelecehan yang merupakan rasa nafsu yang tidak pernah merasa puas dengan hubungan seksual.