Mohon tunggu...
Juwinda Ningrum
Juwinda Ningrum Mohon Tunggu... Guru - Guru PAUD

Lulusan Managemen Dakwah, suka topik dan baca buku #SelfImprovement, (e): windelafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Antivirus Konsumerisme

27 November 2023   21:39 Diperbarui: 27 November 2023   22:02 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di tengah kita menjalankan nilai-nilai hidup sederhana. Saat ini di hadapkan dengan virus konsumerisme."

Virus ini kian mewabah setelah hadirnya berbagai perkembangan teknologi. Setiap saat kita disuguhi oleh berbagai iming-iming, agar kita mau membelanjakan uang, sekalipun mungkin sebetulnya kita tidak sedang membutuhkannya.  Discount, flash sale, kupon gratis ongkir, adalah beberapa contoh kail yang diumpankan pada kita semua.

Peneliatian yang di lakukan oleh Djafarova, E., & Rushworth, C. 2017 mengatakan bahwa 41% Gen Z punya masalah impulsive buying (beli hal yang tidak di butuhkan). Padahal, hadirnya konsumerisme ini bukan tanpa membawa banyak akibat. Telah banyak kasus terjadi, setelah seseorang terbuai untuk menjadi lebih konsumtif. Ada orang yang berhutang sana sini, suami-istri yang bertengkar karena persoalan financial yang berantakan, ataupun mengambil uang dari orang lain secara paksa.

Sehingga jika kita tidak memiliki upaya pencegahan terhadap virus konsumerisme. Diri kitalah yang akan menjadi korban dari virus konsumerisme atau bahkan menjadi pelaku kejahatan dari virus konsumerisme ini. 

Untuk itu tulisan ini hadir bertujuan memberikan pemahaman penyebab dari seseorang terlena dengan virus konsumerisme dan bagaimana upaya pencegahan virus konsumerisme di era digitalisasi. ketika kita bisa mencegah virus konsumerisme maka terhindar dari permasalahan ekonomi, pengeluaran terkontrol dan tidak adanya beban keuangan yang besar setiap bulan bisa membuat hidup kita menjadi lebih bahagia.

Penyebab kita sulit untuk menjalankan hidup sederhana:

  • Mudah tergoda dengan diskon
  • Membeli barang bukan karena kebutuhan, tapi beli karena keinginan
  • Tidak memiliki Financial planning yang baik dan konsisten  

Upaya Pencegahan virus konsumerisme

1.  Menjadi konsumen yang rasional dengan membeli barang karena kemampuan 

Dalam islam, Allah SWT tidak melarang adanya hutang. Namun tetap saja, seharusnya keputusan untuk berhutang adalah keputusan yang rasional dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan baik buruknya secara mendalam. 

Dalam Surat Al Baqarah ayat 282, menjelaskan tentang hutang piutang. Ayat tersebut menunjukkan untuk jangan pernah menganggap mudah perka berhutang. Berhutang bernilai baik jika memang itu adalah pilihan terakhir untuk bisa menyelesaikan masalah atau kebutuhan manusia, Namun juga bisa bernilai buruk jika banyak kemudhoratannya untuk diri sendiri. 

Bila kita terpaksa harus berhutang, Pastikan cicilan yang kita ambil tidak lebih dari 30% dari total pendapatan dan juga Jangan tunda untuk membayar cicilan. Dengan menyisihkan dari pendapatan untuk membayar cicilan dengan tepat waktu tiap bulannya. Berani mengambil keputusan berhutang, sudah seharusnya berani untuk bertanggung jawab.

2. Memiliki self awarnees di tengah virus konsumenrisme

Telah menjadi sumpah syaitan, untuk senantiasa membujuk manusia agar tergelincir dalam gelimang dosa. Beragam cara mereka tempuh, termasuk pula tak pernah menyerah untuk mencari titik kelemahan manusia. Orang miskin diperdaya agar mau mencuri, sedang yang kaya mereka pengaruhi untuk bersikap tamak dan kufur terhadap nikmat.

Oleh karenanya, menjadi PR besar bagi manusia untuk lebih waspada dan jeli dalam mengenali celah kelemahan dalam diri. Berlatih "Self Awareness" (kemampuan untuk mengenali kelemahan dan kelebihan diri), dapat menjadi salah satu solusi tepat untuk memproteksi diri dari bisikan setan (virus konsumerisme) yang datang bertubi-tubi.

3. Memiliki pengendalian dalam konsumsi 

Survei dari Credit Karma (Mei, 2022) menemukan hampir 40 persen milenial menghabiskan uang dan terlilit hutang demi gaya hidup dan hubungan sosial. Rata-rata pengeluaran tersebut dihabiskan demi sebuah pengalaman seperti berlibur, rela berutang demi makanan, pakaian, alat elektronik, dsb.

Belajar dari kisah nabi yusuf dalam menghadapi paceklik kita bisa memilih sikap untuk lebih mengendalikan konsumsi kita dengan berhemat. Dengan memulai menata ulang struktur anggaran kita dengan membuat peta belanja, mana yang penting dan mana yang tidak penting. 

Sehingga kita dapat mengurangi kebiasaan berbelanja yang tidak penting, serta berhenti dan menghindari sikap-sikap konsumtif. Berhemat dapat kita lakukan dengan konsisten mencatat semua pengeluaran kita, serta teliti terhadap setiap pengeluaran kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun