SEANDAINYA aku masih tetap tinggal di desa itu, mungkin dapat menyelamatkan nyawa Andra dari kematian. Sebagai seorang calon dokter, aku tahu persis bagaimana menanggulangi penyakit ayan yang diderita Andra. Yah, selama melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa yang terletak di kaki bukit itu, aku senantiasa menolong Andra bila penyakit ayannya kumat.
Hanya aku yang sangat memperdulikan keadaan Andra. Teman-temanku yang lain, kurang peduli terhadap Andra. Sepertinya mereka takut ketularan ayan, apabila terlalu sering menolong Andra. Terkadang aku tak habis pikir, mengapa calon-calon dokter sebagaimana kebanyakan temanku berperilaku demikian. Seharusnya mereka mempraktekkan ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah dengan merawat Andra seserius mungkin. Aku bingung dengan perilaku teman-temanku itu.
Yah, hanya aku yang sangat peduli terhadap Andra dengan merawatnya seserius mungkin serta membalutnya dengan penuh kasih sayang. Namun Andra telah pergi untuk selama-lamanya menghadap Tuhan Maha Pencipta saat aku meninggalkan desa itu karena masa KKN-ku berakhir. Aku mengetahui kabar meninggalnya Andra, dari pak Selamat ayah Andra dua hari lalu.
"Nak Bakti, Andra telah meninggal dunia," suara pak Selamat ayah Andra terdengar bergetar di ponselku dan sangat mengagetkanku.
Terasa tulang-tulangku bagai tersengat aliran listrik ribuan watt. Aku sangat terkejut dan hampir pingsan.
"Andra, Andra, Andra….", jeritku spontan dan tangisku meledak! Tiba-tiba silih berganti dengan berbagai versi, sosok si mungil Andra muncul dalam benakku.
Muncul perasaan iba yang mendalam setelah mendengar kabar kepergian Andra untuk selama-lamanya. Selanjutnya aku segera bergegas lalu mempersiapkan barang-barang bawaanku. Aku berniat mengunjungi pusara Andra di desa yang terletak di kaki bukit itu. Aku sangat penasaran dan ingin mengetahui secara langsung mengapa Andra sampai tidak tertolong dan akhirnya meninggal dunia.
***
Ketika sampai di rumah Andra di kaki bukit itu, pak Selamat menyambutku dengan pelukan sangat erat. Aku merasakan pelukan pak Selamat sangat lain dibanding ketika melepas kepergianku sebulan lalu. Ketika itu aku merasakan pelukan pak Selamat sangat hangat dan di wajahnya memancar kegembiraan.
"Selamat jalan nak Bakti. Sebulan lamanya kamu berada di desa ini, kamu selalu berbakti kepada masyarakat di sini. Semoga cita-citamu jadi dokter segera tercapai," kata pak Selamat melepasku pulang ke kota tempat aku kuliah. Namun saat ini, pelukan pak Selamat kurasakan berbeda. Pak Selamat memelukku sangat erat namun badannya bergetar kuat dan rona wajahnya dihiasi mendung kelabu. Bahkan aku melihat kedua matanya basah berlumur air mata.
"Mungkin Andra tidak meninggal, kalau nak Bakti masih berada di sini," kata pak Selamat lalu melepas pelukannya dariku.