Pada dasarnya, semua orang ingin kehidupan yang maju dan lebih baik. Kalau anda siswa tentu ingin menjadi mahasiswa kelak. Jika Anda adalah tentara, tentu Anda ingin menjadi kolonel. Jika Anda adalah pengusaha, tentu Anda ingin usaha anda besar.
Ilustrasinya seperti kalau naik sepeda lalu ingin naik motor, kalau naik motor ingin naik mobil. Orang terus berpikir ingin lebih baik. Begitu juga negara. Kita yang belum maju pasti ingin mengejar mereka yang maju. Karena dalam bernegara itu, tujuannya adalah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Karena itu bagaimana caranya kita maju bersama-sama? Banyak caranya untuk maju.
Kalau anda sebagai mahasiwa, maka maju bisa berarti anda bisa bekerja menjadi pegawai, jadi dokter, insinyur dan lain-lain. Ada juga orang maju juga menjadi politisi. Semua pasti punya langkah-langkah sendiri. Tapi langkah-langkah itu tak akan berarti tanpa kerja keras. Menjadi lebih baik itu pasti dengan bekerja keras. Bukan dengan berjudi misalnya membeli undian atau lotre.
Katakanlah untuk jadi tentara yang tangguh, tidak mungkin tercapai bila tidak latihan-latiahn yang keras. Namun jika kita lihat kerja keras itu, ada namanya batasan-batasan atau periode-periodenya. Tahun 70-an lulusan universitas itu ingin jadi pejabat dan PNS. Itu lumrah jaman dulu. Tapi, sekarang tidak bisa begitu.
Katakanlah setiap tahun ada 10.000 PNS yang akan diterima. Yang tamat sarjana ada 1 juta. Kalau yang diterima 1.000, lima ribuan orang yang daftar. Dan yang diterima bukan hanya lulusan sarjana. Anda bisa bayangkan betapa kecilnya kemungkinan Anda untuk mendapatkannya. Lalu, dimana itu ada kesempatan yang sangat luas? Yang tidak punya batasan adalah bergerak dan masuk dalam dunia usaha. Itu tidak ada batasan. Tentu ada aturan-aturan, tapi pada umumnya dunia usaha itu luas sekali.
Modal paling penting Tidak ada negara yang maju di dunia ini tanpa ada suatu gerakan pada pengusaha, pedagang, dan entrepreneur. Tidak ada negara yang hidup tanpa pengusaha. Ketika Anda berada dalam sebuah gedung pemerintah, gedung itu dibangun oleh siapa? Oleh negara, tentunya. Tapi uang negara dari mana? Dari pajak yang totalnya 40% dari total penerimanan negara.
Siapa yang bayar pajak? Paling banyak adalah pengusaha-pengusaha. Sebuah bangunan dibangun oleh kontraktor yang juga pengusaha. AC-nya dibuat oleh pengusaha dan dijual oleh pengusaha juga. Jadi semua kehidupan ini memiliki hubungan.
Saya sering katakan, “Negara yang besar itu punya pengusaha yang hebat!” Sekarang banyak orang bertanya: Apa modal yang paling penting dalam berusaha? Apakah uang yang banyak? Apakah kantor yang bagus? Bukan! Modal yang terpenting dan terbesar adalah semangat.
Tak ada gunanya kalau Anda punya bapak yang kaya dan banyak uang kalau ujung-ujungya anda hanya bisa menghabiskan. Maka modal utamanya adalah semangat.
Di manapun itu anda ingin membuka usaha, semangat harus menjadi nomor satu. Setelah semangat anda membutuhkan kreativitas dan inovasi. Baru setelah itu modal uang.
Seribu akal Bicara tentang dunia usaha atau entrepreneuship, dulu orang menyebutnya saudagar. Kata saudagar itu asalnya dari bahasa sansekerta yang artinya seribu akal. Jadi menjadi pengusaha itu harus punya akal yang banyak. Misalnya, kalau anda anak muda yang punya akal atau kemampuan untuk mempengaruhi orang, anda bisa menjadi pemasar.
Ada banyak anak muda yang pintar melukis, dia jual kaos-kaos dengan sablon dan desain yang menarik. Ada yang pintar bikin kue, jualan kue dengan tekun. Ada anak muda yang pintar menjahit mereka membuat usaha baju. Anak yang suka sosialisasi, mereka bisa jadi event organizer yang baik.
Dalam berusaha, sebenarnya apa yang dijual hingga mendapatkan keuntungan? Added value (nilai tambah)! Saya selalu ilustrasikan bahwa sebingkah kayu yang biasa disebut papan, mungkin hargnya hanya 20-30 ribu. Tapi begitu papan tadi jadi podium harganya bisa 200 ribu.
Apa yang menjadikannya mahal hingga 10 kali liat harga aslinya? Nilai tambah atau added value tadi. Nilai tambah ini dari mana? Kreativitas. Jadi, kreativitas membeli nilai tambah. Saat ini, kreativitas dan teknologi saling berpadu. Jadi, dengan bantuan teknologi, added value bisa makin ditambah dan harga jual sebuah produk jadi lebih menguntungkan.
Itulah yang tidak akan didapatkan di sekolah. Apakah ada pendidikan jurusan yang menjamin anda menjadi pengusaha? Tidak ada. Sendainya ada, misal ‘jurusan pengusaha,’ sudah makmur negara ini. Ada yang bilang kalau Indonesa butuh 2% pengusaha. Kurang itu! Itu berarti hanya 4 juta orang yang berusaha. Indonesia harus punya lebih banyak pengusaha! Soal pendidikan, itu hanya membentuk logika dan berpikir.
Setelah itu, semangat kreativitas, teknologi dan lain-lainnya yang harus anda punya. Saya berikan contoh seorang Chairul Tanjung (CT). Lulusan apa dia ini? CT itu lulusan dokter gigi Universitas Indonesia. Tapi kini dia bisa punya bank, stasiun TV, dan banyak lagi. Bapak saya, Hadji Kalla hanya sekolah sampai kelas 3 SD.
Tapi beliau punya bisnis yang maju pada waktu itu. Jadi yang penting adalah semangat untuk maju dan memulai.
Mau jadi pengusaha, tiru tagline dari Nike: just do it! Jadi mulai saja. Usaha itu memang mudah bisa dipelajari, tapi susah dipraktekkan. Maka dari itu, guru yang terbaik adalah pengalaman.
Dalam usaha, jangan anda pernah mengeluh soal modal uang. Kuncinya adalah semangat, lalu baru teknologi dan pengalaman. Uang datang belakangan setelah itu semua. Jadi usaha dulu baru anda dapatkan modal. Bank-bank atau orang-orang akan memberi anda modal dengan sendirinya bila usaha anda terbukti. Sekali lagi, pendidikan tak punya relevansi dengan pengusaha.
Anda sekolah apa saja bisa jadi pengusaha. Kalau anda fokus menjadi pengusaha, anda Insya Allah akan berhasil! Namun harus diingat, tidak ada usaha yang untung terus. Maka dari itu, harus semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H