Mohon tunggu...
Jusuf Kalla
Jusuf Kalla Mohon Tunggu... Diplomat - Wakil Presiden Indonesia

Wakil Presiden RI (2004-2009) & (2014-2019) Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Website : www.jusufkalla.info

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rajin Ibadah tapi Impor

1 Oktober 2013   19:04 Diperbarui: 1 November 2018   13:47 3502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau saya berada di tengah-tengah anak muda, utamanya mahasiswa, saya melihat bahwa semua punya harapan karena melihat generasi muda yang ingin maju. Siapapun yang sekolah di perguruan tinggi pasti ingin maju. Kalau mau biasa-biasa saja, sudah tak usah berbuat apa-apa. 

Bila kita ingin kemajuan, ilmu pengetahuan selalu menjadi dasar. Ilmu pengetahuan jugalah yang menjadi dasar salah satunya pengembangan tekonologi. Tanpa kemajuan kita pasti akan ketinggalan dari bangsa-bangsa lain, dari umat lain, dan juga kita akan ketinggalan dari kemajuan yang kita cita-citakan. 

Hari-hari ini kita berbicara tentang ASEAN Free Trade Area atau AFTA. Memang itu merupakan tantangan, tapi tantangan itu harus dijawab dengan baik. Apabila kita berbicara tentang AFTA, berarti kita bicara tentang wirausaha dan perdagangan. Berbicara soal perdagangan, kita semua mengetahui bahwa Rasulullah SAW itu tentu juga pedagang. 

Dulu Rasulullah berdagang dan ketika menikah dengan Khadijah pun masih berdagang. Apalagi basis istrinya itu juga pedagang. Jadi menjadi pedagang atau pengusaha itu sunnah rasul. Sering orang berbicara tentang syariah ini-itu, tapi lupa bahwa syariah itu bukan hanya akidah dan ibadah tapi juga muamalah. 

Maka dari itu, sebagai muslim, anda harus memahami bahwa tugas kita bukan hanya ibadah, tapi juga bermuamalah yakni salah satunya berusaha atau menjadi pengusaha.

Beda Indonesia dan Timur Tengah Apa beda Islam di Asia Tenggara dengan Islam di Timur Tengah? Beda fundamentalnya adalah Islam di Asia Tenggara disebarkan oleh ulama yang basisnya adalah saudagar. 

Sedangkan kalau di Timur Tengah, Islam menyebar dengan kekuatan. Jadi di sana ada jendral perang yang juga ulama atau sebaliknya. Jadi Islam di Asia Tenggara ini adalah Islam disebarkan ulama yang merangkap sebagai saudagar atau juga sebaliknya. Jadi, dakwah itu bukan hanya bicara tentang hadits dan tafsir, tapi kita juga harus bicara tentang kehidupan dan kemakmuran. 

Begini, dari semua rukun Islam, soal syahadat, kita sudah berkali-kali mengucapkannya sehari-hari. Soal shalat, kita sudah punya 250 ribu masjid dan 500 ribuan sehingga setiap 200 orang Muslim di Indonesia punya satu masjid atau mushalla. Soal puasa kita sudah jalan dengan baik. Haji, kita sudah banyak orang yang haji hingga anda harus antri bertahun-tahun. 

Apa yang kurang? Yang kurang adalah zakat. Yang terjadi di Indonesia adalah yang antri bukan muzakinya tapi mustahiqnya. Kadang-kadang orang nonmuslim bagi sembako dikira bagi zakat, berdesak-desakanlah mereka mengantri. Mengapa ini terjadi? Karena dunia pengusaha dan perdagangan bukan prioritas umat Muslim di Indonesia. 

Selalu kita merasa tidak terlalu mahir soal ini. Karena itu jika kita bicara soal AFTA, apa kekuatan yang bisa kita bawa? AFTA berarti kita harus meningkatkan daya persaingan. Tiga hal untuk persaingan Bicara persaingan, kita harus perhatikan tiga hal. Pertama kita harus lebih baik, yakni lebih baik di segala bidang. Kedua kita harus lebih murah dan ketiga kita harus lebih cepat. 

Kalau baik tapi mahal, orang beli barang China saja. Tapi yang penting sebelum itu, kita harus pahami bahwa semua negara bisa maju. Tapi tak ada yang bisa memberi kepastian negara bisa maju kecuali satu. Kekayaan alam tak menjamin negara maju. Afrika itu kaya tapi tidak maju. Korea-Jepang, mereka hanya punya batu tapi mereka bisa maju. 

Negara demokratis dan tidak demokratis juga sama-sama bisa maju. Amerika dengan demokrasinya maju. China yang tak demokratis juga bisa maju. Jadi satu faktor penting untuk kemajuan adalah semangat untuk maju yang bisa menjamin negara bisa maju. Karena itulah, kalau kita bicara perdagangan, kita harus bicara dulu apa yang bisa kita buat. 

Kita negara kaya banyak sumber alam, banyak batu bara, banyak emas, nikel, dan kita juga kaya akan hutan. Tapi, kekayaan atau rahmat yang paling besar diberikan ke kita adalah matahari. Di Eropa itu ada sinar matahari cuma tiga bulan. Di Timur Tengah berlebihan. Di sini panas nya pas. Tak panas dan tak dingin. 

Maka dari itu di Indonesia hijau sepanjang tahun. Karena itulah mengapa kita punya kekuatan di bidang pertanian misalnya di Pati Jawa Tengah yang kaya akan kacang dan gaplek. Kenapa kekayaan kita banyak, tapi kita tak makmur? Karena di sini kita hanya tanam, potong, keringkan dan lalu jual. Orang lain di luar negeri sana bikin tepung dijual, dan mereka lebih untung. 

Jadi mereka proses dulu lalu dijual. Ada added value di sana. Kita tanam kacang. Tapi yang jual perusahaan besar seperti Garuda dan Dua kelinci. Merekalah lebih beruntung. Petani daerah tak untung. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Kita harus punya ilmu pengetahuan, pengalaman dan semangat. Kalau semua mahasiswa semangat, kita semua bisa sukses. Berusaha itu tak ada hubungannya dengan sekolah. 

Banyak orang kira makin tinggi sekolah makin sukses dia. Yang menjadikan orang sukses adalah kemauan dan semangat. Jika anda tahu Chairul Tanjung, dia memangnya belajar komunikasi? Tidak. Dia itu dokter gigi. Apa hubungannya dokter gigi dengan televisi? Anda juga perhatikan Dahlan Iskan. Dia itu sekolah IAIN tapi dia punya koran. 

Anda juga tahu Mark Zukerberg? Dia pendiri Facebook tapi tidak tamat. Bapak saya itu lulus kelas 3 SD. Tapi dia punya perusahaan besar. Tapi anda jangan tidak tamat. Tidak tamat saja hebat, apalagi tamat. Jadi semangat dan kemauan yang membuat anda hebat. Tapi sekolah akan mendukung anda lebih sukses. Kalau bersaing, anda harus pikirkan diri sendiri dulu. Anda harus semangat dulu untuk ingin maju. 

Bagaimana semangat itu ditumbuhkan? Yakni dengan kemauan kita melihat lingkungan kita lebih baik, keluarga kita lebih baik. Negeri ini apa kurangnya? Semua ada. Kalau anda naik haji, anda bisa lihat alam itu makin ke barat makin kering. India kering apalagi Timur Tengah. Tapi mereka semua juga bisa maju. 

Singapura punya apa? Mereka juga bisa maju. Rajin ibadah tapi impor Jadi jika anda belajar agama itu bukan hanya belajar dari kitab. Tapi juga dari contoh, tauladan. Sering saya katakan kalau kita doa panjang-panjang kesimpulannya cuma satu, robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar. 

Jadi memang doa itu menunjukkan bahwa bukan akhirat saja yang harus maju, tapi dunia harus maju juga. Jangan anda bagus shalatnya, ibadahnya, tapi anda impor barang dari China. Bagaimana anda itu? Atau hanya jadi TKI atau TKW? Karena itu, begitu kayanya kita ini harus ditopang dengan pengetahuan. Kemajuan tanpa pengetahuan tak akan berjalan secepat yang kita inginkan. 

Saya yakin bahwa AFTA menjadi bagian perdagangan yang bebas tapi kita harus pahami bahwa tiap negara itu punya hubungan timbal balik. Tak ada negara satu pun negara yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Kita bisa kaya soal batu bara, tapi kita kalah soal elektronik dari Thailand. Jadi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana masing-masing daerah punya kelebihan.

Sama saja kalau hari ini kita bicara rupiah turun. Ada orang yang senang dan susah. Orang di Pati pasti senang karena harga singkong dan kacang naik. Orang Makassar foya-foya karena udang naik drastis harganya. 

Jadi kita harus menaikkan produktivitas. Itulah inti dari keterbukaan. Produktivitas anda tinggi, anda akan beruntung, jika rendah, anda akan tetap impor dan jadi TKI atau TKW. 

AFTA = Pilih da’i Sama seperti dakwah. Kalau mubaligh tak memperbaiki cara dakwahnya, habis dia dimakan tayangan Dakwah TV. 

Acara di TV itu cara-caranya bagus meski isinya tak terlalu bagus. Tapi karena caranya bagus orang nonton TV. Shubuh-shubuh bukan ke masjid tapi malah nonton TV. Itu namanya keterbukaan. Dulu pergi dengar mubaligh harus ke masjid, tapi sekarang di bisa di TV. Tapi tak ada dakwah yang paling besar selain di Indonesia. 

Di sini setiap waktu anda bisa pilih da’i mana yang anda mau dengarkan mau Mama Dedeh kah, mau Ust Maulana kah. Seperti itulah AFTA itu, barang bebas keluar masuk rumah kita. 

Maka dari kita harus tingkatkan produktivitas kita biar kita tidak kalah dengan Malaysia, Thailand dan negara ASEAN lainnya. Tapi intinya adalah anda semua harus punya semangat. 

(Disampaikan di Stadium General Tantangan Perguruan Tinggi Swasta Menghadapi ASEAN Free Trade Area, STIA Mataliul Falah, Pati, Jawa Tengah, 14 September 2013)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun